Sudah dua hari Taehyung menginap di rumah keluarga Kim. Ia tak mengamen sejak saat itu hingga sekarang. Tugasnya hanya menemani Jungkook bermain, Namjoon sudah menjanjikan upah untuknya.
Hari ini Namjoon mendapat kabar bahwa rumah yang ia pesan sudah siap dihuni. Ia pun mencari Taehyung untuk mengabari hal ini.
"Taehyung, paman ingin berbicara sebentar denganmu." Namjoon mengajak Taehyung yang sedang asyik bermain dengan Jungkook untuk keluar sebentar. Sejak hari Taehyung masuk ke rumah ini, ia memperbolehkan Taehyung memanggilnya paman.
"Baik, paman. Kookie, hyung tinggal sebentar ne..." Izinnya pada Jungkook dan anak itu mengangguk.
Taehyung dan Namjoon kini sudah berada di balkon rumah. Duduk di kursi ditemani semilir angin sore.
"Bagaimana kesanmu terhadap Jungkook?" Tanya Namjoon.
"Kookie anak yang baik, periang, dan pandai. Dia juga kritis terhadap sesuatu. Aku salut dengannya paman." Jawab Taehyung. Namjoon harus berkali-kali memuji pemikiran dewasa Taehyung ini sebab setiap perkataannya pasti tersirat kedewasaan. Padahal Taehyung masihlah anak remaja lima belas tahun, berbeda setahun dengan Jungkook.
"Kau benar. Jungkook adalah anak yang kritis dibalik kekurangannya yang menurut orang lain menonjol. Apa kau sempat merasa aneh dengan anakku?" Tanya Namjoon.
"Tidak sama sekali, paman. Di dunia ini tidak ada yang sempurna. Bagiku kekurangan itu menjadi suatu keistimewaan sebab belum tentu orang lain memilikinya. Meskipun Jungkook tidak bisa bicara, belum tentu orang lain yang dianugerahi suara dapat memanfaatkannya dengan bijak."
Namjoon mengangguk sependapat. Benar kata Taehyung, banyak yang tidak memanfaatkan lisan mereka dengan perkataan yang baik. Kelebihan itu justru membuatnya rendah di mata Tuhan.
"Kau cerdas, Taehyung. Aku pun salut padamu." Namjoon menepuk punggungnya, membuat Taehyung sedikit kikuk.
"Oh iya, rumah yang ku pesan sudah siap ditinggali. Aku tidak akan mengekangmu disini. Jadi silahkan memilih pilihanmu."
Taehyung berpikir sejenak. Ia tidak mungkin tinggal disini selamanya.
"Aku akan segera berkemas, paman. Terimakasih atas tumpangannya." Taehyung membungkuk.
"Akulah yang seharusnya berterimakasih padamu. Terimakasih Taehyung, kau sudah mau menemani Jungkook selama beberapa hari ini. Maaf karena telah merepotkanmu."
Namjoon merogoh saku jas nya, menyodorkan sebuah amplop cokelat yang telah ia siapkan.
"Maaf, tapi paman mohon terimalah ini untuk bekalmu sehari-hari."
Taehyung meraihnya, merasakan betapa tebalnya amplop yang ia dapatkan dari Namjoon. Ia pun berlutut dan bersyukur atas apa yang Namjoon berikan.
"Terimakasih, paman. Terimakasih banyak. Aku tidak akan melupakanmu."
Namjoon terkejut saat Taehyung tiba-tiba berlutut dikakinya. Ia pun segera mengangkat bahu Taehyung agar berdiri menghadap dirinya.
"Tapi Taehyung, paman harap kau selalu datang ke rumah untuk menemani Jungkook. Rumahmu tak jauh dari sini. Nanti ku suruh supir untuk menjemputmu."
Taehyung mengangguk.
"Pasti, paman."
Taehyung pun masuk kembali, ke kamar Jungkook untuk berpamitan.
"Kookie, hyung pulang dulu ne... Besok hyung akan datang lagi." Ucapnya.
Jungkook terkejut, matanya membulat besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine
FanfictionMenjadi anak semata wayang, siapa yang tidak menginginkannya? Kasih sayang, perhatian, harta, seluruhnya akan menjadi hak anak. Tidak ada yang dapat merebut darinya sampai kapanpun. Begitulah yang kini dialami Kim Jungkook. Putra tunggal dari Kim N...