"Nisanak! Kuda itu tidak akan menurut padamu. Jadi tak ada gunanya kau memaksa."
"Hei?!"
Terdengar suara teguran dari samping, membuat gadis itu cepat menoleh dengan dahi berkerut. Tampak tak jauh dari tempatnya berdiri seorang pemuda tampan berbaju rompi putih. Sebilah pedang bergagang kepala burung rajawali tersampir di punggungnya. Kehadiran pemuda itu sama sekali tak dirasakannya. Atau, barangkali dia yang terlalu memusatkan perhatian pada kuda ini, sehingga melupakan kehadiran pemuda itu?
"Siapa kau?!" bentak Gandasari."
"Aku pengembara yang kebetulan lewat di sini...," sahut pemuda berbaju rompi putih yang tak lain Rangga. Dalam rimba persilatan, dia dikenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku tak tanya itu. Yang kutanya, siapa namamu?!" bentak Gandasari lagi.
"Namaku? Hm.... Kau boleh memanggilku apa saja," sahut Rangga, seenaknya.
"Kau kira lucu? Huh! Aku sering menemukan orang sepertimu. Berlagak pilon uniuk mencari perhatian gadis-gadis!" cibir Gandasari.
"Terima kasih. Berarti aku hebat, ya? Bisa seperti orang-orang. Tapi, aku sama sekali tak bermaksud mencari perhatian," ucap Rangga, kalem.
"Lalu apa maumu ke sini?!"
"Aku tengah mencari kudaku...."
"Kau boleh mencarinya ke tempat lain!"
"Sayangnya, aku telah menemukan kudaku di sini..."
"Apa maksudmu?"
"Nisanak! Kau tengah berada di punggung kudaku!" jelas Rangga, agak keras.
Wajah gadis itu tampak memerah. Dan sesaat, sikapnya jadi serba salah. Tapi sekejap kemudian, dia mampu menguasai diri. Sambil tersenyum-senyum, dia tak beranjak dari punggung kuda berbulu hitam itu.
"Huh! Jangan mengaku-ngaku, ya?! Kau pasti tertarik dengan kudaku yang bagus ini. Kau ingin memilikinya, bukan?" tangkis Gandasari.
"O, jadi ini kudamu?" tukas Pendekar Rajawali Sakti.
"Tentu saja!" terabas gadis itu.
"Kalau begitu, lepaskan totokannya. Akan kita lihat, kuda siapa itu sebenarnya."
Gadis itu tercekat. Dan dia berpikir sejurus lamanya. Akal pemuda itu memang bagus. Tapi sayang, akan merugikannya. Gandasari sadar, kuda itu memang bukan miliknya. Kalau totokan itu dilepaskan, maka kuda itu akan mengamuk. Dan kalau benar kuda itu milik pemuda ini, dia pasti akan memanggilnya. Dan kalau kuda itu penurut, maka akan menghampirinya. Dan gadis ini akan malu sendiri.
"Itu bukan urusanmu! Kuda ini milikku. Dan orang lain tak boleh ikut campur!" desis Gandasari.
"Kalau begitu, mengapa kau totok?" tukas Pendekar Rajawali Sakti, menyudutkan. Matanya menatap tajam pada gadis ini.
"Sudah kukatakan, ini urusanku! Kenapa kau mau ikut campur?! Pergilah. Dan jangan urusi persoalanku!" bentak Gandasari, melotot garang.
"Aku akan pergi, setelah kuda itu kudapatkan," sahut Rangga, tetap kalem.
"Hm, bandel!"
"Nisanak! Jangan suka mengambil benda yang bukan milikmu!"
"Ambillah kalau memang kuda ini milikmu!" dengus gadis berbaju biru.
"Baiklah!"
Lalu secepatnya Pendekar Rajawali Sakti melompat mendekati kudanya. Dia bermaksud melepaskan totokan. Tapi Gandasari tentu saja tak membiarkan begitu saja. Seketika, tangannya bergerak menepis.
Plak!
Begitu habis menepis, sebelah kaki Gandasari cepat menyodok ke arah dada. Rangga cepat mundur ke belakang sambil mengibaskan tangan guna menangkis.
Plak!
"Menganggap enteng padaku, he?!" dengus gadis itu, melotot garang.
"Nisanak, jangan cari masalah..." ujar Rangga.
"Kau yang mencari masalah denganku!" bentak Gandasari, sengit.
"Hm! Aku hanya menginginkan kuda...."
"Jangan banyak mulut! Lakukan kalau mampu!"
"Hm!" gumam Rangga, tak jelas. Pendekar Rajawali Sakti bersiap. Kakinya melangkah sedikit demi sedikit. Mendadak sebelah tangannya terjulur untuk melepaskan totokan. Dan sekali lagi, Gandasari menepis.
"Uts...!" Namun kali ini Rangga menarik pulang tangannya. Seketika tubuhnya melenting ke atas.
Melihat kesempatan baik, Gandasari mengangkat kedua kakinya dengan kedua tangan bertumpu pada pelana kuda. Dia hendak menghajar tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Namun Rangga lebih cepat menukik turun. Begitu mendarat, tangannya terjulur cepat membebaskan totokan kuda hitam yang tak lain Dewa Bayu.
"Hieee...!"
Begitu terbebas, Dewa Bayu langsung meringkik girang. Kedua kaki depannya diangkat tinggi-tinggi. Gandasari yang hendak menunggangi kembali kontan terlempar.
"Hup...!" Dengan satu gerakan ringan, gadis ini berhasil mematahkan luncuran tubuhnya, sehingga tidak terjerembab di tanah. Dan begitu melihat ke arah kuda hitam itu, ternyata Rangga telah duduk tenang di atas tunggangannya.
"Ayo, Dewa Bayu! Kita pergi dari sini! Heaaa...!" teriak Pendekar Rajawali Sakti. Dewa Bayu meringkik keras, lalu melesat kencang.
"Bangsat! Heaaa...!"
Tiba-tiba gadis berbaju biru itu menghentakkan kedua tangannya ke depan. Seketika meluruk segulung angin yang menderu tajam ke arah Dewa Bayu yang terus berlari.
Pendekar Rajawali Sakti tahu, ada angin serangan mendesir di belakangnya. Secepat kilat tubuhnya bersalto ke belakang dari punggung kuda. Begitu mendarat kedua tangannya langsung menghentak, menghadang serangan.
"Aji 'Bayu Bajra'!"
Dari kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti, meluncur angin dahsyat bagai topan. Seketika terdengar suara berdesir keras. Angin topan yang ditimbulkannya nyaris merobohkan beberapa batang pohon di sekitar tempat itu.
"Ahh...!" Gadis itu tersentak kaget melihat pukulan jarak jauhnya sirna begitu saja. Tubuhnya pun bergoyang-goyang seperti hendak roboh. Namun begitu, dia tetap tegak berdiri di atas kedua telapak kakinya dengan pengerahan tenaga dalam.
"Hmm, hebat!" puji Gandasari, setelah terbebas dari terpaan angin dahsyat dari aji 'Bayu Bajra'.
"Maaf, Nisanak. Aku tidak bisa membiarkan kau mencelakai kudaku. Dia sahabatku. Maka selama berada di dekatku, keselamatannya kupertaruhkan," ucap Rangga kalem.
"Tenagamu luar biasa. Dan..., itu membuatku tertarik. Maukah kau menunjukkan beberapa jurus-jurus yang lain?" tukas Gandasari, tak mempedulikan arah pembicaraan Rangga.
"Maaf.... Aku tak bisa mengabulkan keinginanmu. Aku mesti buru-buru!"
"Maaf, aku harus memaksamu!"
"Hm...."
"Hiaaa...!" Gandasari langsung lompat menyerang. Kedua tangannya berkelebat. Yang kanan menghantam ke muka, sedangkan yang kiri mengancam bagian dada.
Rangga tak mau kalah. Dihadangnya serangan. Kedua tangannya juga berkelebatan, memapak.
Plak! Plak!
Begitu terjadi benturan, mendadak kaki kiri Gandasari meliuk menghantam ke perut.
"Hup!" Rangga mencelat ke atas dan berputaran beberapa kali. Namun baru saja kakinya menjejak tanah, serangan gadis itu telah tiba mengancam leher. Maka secepat kilat tubuhnya mengegos sambil mengibaskan tangannya.
Plak!
"Yeaaa!"
Gandasari agaknya tak mau memberi kesempatan sedikit pun. Tubuhnya cepat berputar, seraya melepas tendangan. Dengan gerakan kilat. Pendekar Rajawali Sakti merendahkan tubuhnya, seraya berputar. Kakinya bergerak menyapu kaki gadis itu.
Plak! Bruk...!
Gandasari kontan jatuh terduduk dengan mulut meringis. Matanya menatap tajam Rangga yang berdiri tegak dengan senyum dingin.
"Hm, hebat! Kecepatanmu sungguh luar biasa, Nisanak," puji Rangga, tulus.
"Selama beberapa minggu berkelana, baru sekali ini aku menemukan lawan tangguh sepertimu! Kaulah mungkin orang yang kucari," kata gadis itu seraya bangkit berdiri.
"Aku tak mengenalimu. Dan kau tak berurusan denganku," ucap Rangga, halus.
"Sombong sekali! Tahukah kau urusan apa yang tengah kukerjakan?!" sentak Gandasari.
"Aku tak peduli dengan urusanmu!" Setelah berkata begitu, Rangga berbalik. Dia melangkah mendekati Dewa bayu, lalu melompat ke punggungnya. Tapi gadis itu cepat berkelebat, dan berdiri di depan Dewa Bayu.
"Urusan kita belum selesai. Dan kau mesti menghadapiku!" sentak Gandasari.
"Jangan memaksaku, Nisanak," tolak Rangga halus.
"Aku memang memaksamu!" sentak gadis berbaju biru ini, melotot garang.
"Hm...! Di antara kita tak ada urusan, mengapa kau begitu penasaran?"
"Ini urusanku. Dan kau tak mau tahu, bukan?"
"Hm, kau pasti tak bersungguh-sungguh?"
"Kau boleh pergi, asal bisa mengalahkanku! Kalau tidak, aku yang akan menghajarmu!"
"Urusan apa sebenarnya yang membuatmu begitu bersemangat menantangku?" tanya Rangga, dengan senyum kecut. Hatinya sebenarnya mangkel.
"Jadi kau ingin tahu?" gadis itu malah balik bertanya.
"Ya, akhirnya...!" sahut Rangga sambil angkat bahu.
"Aku ingin ada seseorang yang bisa mengalahkanku!" jelas Gandasari, tandas.
"Untuk apa?" tanya Pendekar Rajawali Sakti dengan kening berkerut.
"Untuk kujadikan suamiku."
Rangga tersenyum, penuh wibawa.
"Kenapa kau tersenyum?!" sentak Gandasari.
"Jadi kau mau cari suami? Kenapa mesti repot-repot dengan mengajakku bertarung? Asal mau saja, kau bisa mendapatkan seribu laki-laki yang pasti bersedia menjadi suamimu."
"Benarkah?" mendadak gadis itu tersenyum. Genit sekali.
"Ya."
"Kenapa kau begitu yakin?" tanya Gandasari.
"Karena... Karena, ya, kau cantik! Lalu..., ah! Pokoknya laki-laki akan suka padamu!" sahut Rangga jadi salah tingkah.
"Termasuk kau sendiri?" cecar Gandasari menyudutkan.
"Hah?!" Rangga terkejut, tapi buru-buru tersenyum. "Itu soal lain."
"Kau tak menyukaiku?" tanya Gandasari, tanpa tedeng aling-aling.
"Ah, siapa bilang?" tukas Rangga.
"Kalau begitu kau menyukaiku?"
"Yaaah, tidak juga...."
"Kenapa mesti berbelit-belit?! Katakan saja. Suka atau tidak"
"Aku tak bisa jawab...."
"Kau katakan, semua laki-laki akan suka padaku. Sedangkan kau sendiri tak memberi jawaban suka atau tidak. Kalau begitu, apa maksudmu?" cecar gadis itu kian penasaran.
"Maksudku..., aku sering bertemu gadis cantik. Dan aku jadi bingung, karena tak tahu siapa yang kusuka," sahut Pendekar Rajawali Sakti, berdusta.
"Huh! Dasar ceriwis...!"
Rangga tersenyum kecut.
"Tapi bagaimanapun, kau harus bertarung denganku!" sentak Gandasari, berubah garang kembali.
"Kalau aku tak mau?" pancing Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku akan menghajarmu!"
"Hm, galak betul!"
"Bersiaplah!"
"Hei, tunggu dulu!" cegah Rangga berteriak.
Tapi gadis itu telah mencelat menyerang. Mau tak mau terpaksa Rangga mesti melompat seraya menepuk badan Dewa Bayu.
"Dewa Bayu! Pergilah lebih dulu! Aku menyusul belakangan!"
"Hieee...!" Kuda berbulu hitam itu meringkik, kemudian berlari kencang meninggalkan tempat itu. Sementara Rangga sudah jungkir balik, menghindari serangan-serangan gencar Gandasari.
"Uhh...! Kau benar-benar ingin membunuhku, Nisanak...?!" keluh Pendekar Rajawali Sakti sambil terus berkelit-kelit menghindar.
"Kalau perlu!" sahut Gandasari, terus mencecar.
"Sayang sekali, gadis secantikmu berwatak kejam...."
"Itu penilaianmu. Padahal yang kuinginkan agar kau mampu mengalahkanku!"
"Mana mungkin?"
"Kenapa tidak! Kepandaianmu hebat!"
"Maksudku, mana mungkin kau bisa mengalahkanku!" lanjut Rangga sambil terus berkelit.
"Sombong...!" Gandasari mengibaskan tangannya. Namun cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti memapak.
Plak!
Benturan keras terjadi. Keduanya sama-sama terjajar mundur. Bedanya, Gandasari sampai lima langkah, sedangkan Rangga hanya selangkah saja.
Gandasari berniat menyerang kembali. Tapi....
"Tahan...!" teriak Rangga, seraya mengangkat kedua telapaknya ke depan. Rangga sadar, kepandaian gadis ini cukup hebat. Demikian pula ilmu meringankan tubuhnya dan kekuatan tenaga dalamnya. Setiap kali benturan, maka tangannya terasa linu dan kesemutan. Namun bukan berarti Pendekar Rajawali Sakti tak bisa mengunggulinya. Pemuda ini hanya tak ingin sampai menjatuhkan tangan kejam pada seorang gadis yang sebenarnya tak bermaksud membunuhnya.
"Kenapa berhenti? Kau menyerah?" tanya Gandasari.
"Bukan! Bukan begitu. Aku hanya ingin tahu, siapa namamu," kilah Pendekar Rajawali Sakti.
"Namaku Gandasari...," sahut Gandasari.
"Hm.... Nama yang bagus! Namaku Rangga."
"Hem...!"
"Gandasari, sebaiknya sudahi saja permainan ini...," ujar Pendekar Rajawali Sakti halus.
"Maaf, aku tak bermaksud melukaimu. Tapi kau mesti mengalahkanku dengan cara apa pun. Kalau tidak, maka tak ada cara lain. Aku terpaksa menghajarmu untuk membuktikan, kalau kau tak mampu mengalahkanku!" sahut gadis ini, keras kepala. Bahkan suaranya terdengar mantap.
"Bukankah itu sama artinya mengganggu ketenangan orang lain?" tukas Rangga.
"Aku tak peduli. Yang penting, kalahkan aku dulu!" sentak Gandasari.
"Lalu setelah itu?"
"Maka kau menjadi calon suamiku!"
"Gandasari.... Tak usah dengan berkelahi pun, kau pasti akan mendapatkan suami. Laki-laki mana yang akan menolak gadis secantikmu...?" Rangga mencoba menasihati.
"Kecuali kau, ya?" selak gadis itu menyudutkan.
Rangga tersenyum kecut. Sikapnya jadi serba salah.
"Aku tak peduli apa pun alasanmu. Tapi..., apakah gadis sepertiku sama sekali tak menarik perhatianmu?" lanjut Gandasari.
"Eh! Ng..., sebagai laki-laki dewasa, tentu saja aku tertarik!" sahut Rangga, tergagap.
"Lalu...?!"
"Lalu..., ya. Lalu apa, ya...?" tanya Rangga berlagak pilon sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
"Sudahlah.... Jangan banyak mulut! Heaaat...!" Disertai teriakan keras, Gandasari meluruk dengan kaki terjulur hendak menghantam perut.
"Hup...!"
Dengan gerakan indah sekali, Pendekar Rajawali Sakti melompat dan langsung berputaran di udara. Tepat ketika Rangga mendarat, Gandasari yang telah berbalik langsung memutar tubuhnya, seraya melepas tendangan setengah lingkaran. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Des!
"Uhh...!"
Telak sekali dada Pendekar Rajawali Sakti mendapat hantaman Gandasari. Tak ayal lagi, Rangga terjajar ke belakang disertai keluhan tertahan.
"Yiaaat...!"
Kesempatan ini digunakan Gandasari untuk menyerang kembali. Tubuhnya telah melesat dengan kecepatan penuh, membuat pemuda itu berdecak kagum.
"Gila! Gerakannya cukup hebat!" Pendekar Rajawali Sakti langsung mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' untuk menghindarinya. Tubuhnya meliuk-liuk bagai orang mabuk, ditunjang gerakan kaki yang cepat bukan main. Sehingga tak satu serangan pun yang berhasil menyentuh tubuhnya.
Gandasari semakin geram, karena serangannya selalu kandas. Serangannya makin ditingkatkan. Kali ini, kakinya bergerak menyapu ke kepala Pendekar Rajawali Sakti. Namun dengan perhitungan matang, Rangga meliukkan tubuhnya sambil merendah. Sehingga, sapuan kaki gadis itu lewat di atas kepalanya. Dan dengan gerakan tak terduga, Pendekar Rajawali Sakti menyodokkan sikutnya ke perut.
Desss...!
"Ahh...!" Gandasari terhuyung-huyung ke belakang. Belum sempat dia berbuat sesuatu, Rangga telah memapas kakinya dengan sebuah sapuan kaki sambil memutar tubuhnya.
Pak! Bruk!
"Oh...!"
Tepat ketika gadis itu jatuh terguling-guling, Pendekar Rajawali Sakti berkelebat cepat meninggalkannya. Begitu cepat gerakan tubuhnya, sehingga ketika gadis itu bangkit, Rangga tak terlihat lagi.
"Heh? Ke mana dia?! Tak mungkin bisa kabur secepat itu?!" desis Gandasari geram seraya mencari-cari. Hasilnya nihil. Pendekar Rajawali Sakti raib seperti ditelan bumi. "Kurang ajar! Ke mana perginya?!" maki gadis ini seraya melangkah menuju kudanya sendiri.
Gandasari melompat ke punggung kudanya. Dan berkeliling di sekitar tempat itu, sampai matahari tenggelam di ufuk barat. Hari mulai gelap. Namun yang dicarinya tak kunjung terlihat batang hidungnya. Dengan kesal ditinggalkannya tempat itu.
Sepeninggal gadis itu dari atas sebuah pohon melesat turun sesosok pemuda rompi putih yang cengar-cengir penuh kemenangan.
"Kau kira bisa memperdayaiku, heh?!" dengus pemuda yang memang Rangga halus.
"Tapi..., uh! Mau pecah juga rasanya dadaku menahan napas selama itu." Rangga lantas bersuit nyaring. "Suiiittt...!"
Tak berapa lama muncul Dewa Bayu yang tadi melarikan diri. Kuda hitam ini mendengus kasar seraya mengusap-usapkan kepalanya ke dada Rangga. "Tak apa, Sobat. Sekarang aman. Tak akan kubiarkan orang lain mencelakaimu...."
Rangga sengaja tidak mengambil jalan yang searah dengan Gandasari melainkan sebaliknya. Dengan begitu, dia berharap tidak akan bertemu lagi dengannya.***
KAMU SEDANG MEMBACA
204. Pendekar Rajawali Sakti : Titah Sang Ratu
AksiSerial ke 204. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.