2.

9.9K 1.2K 56
                                        



Enjoying~~








"Bangun anak pemalas!" Rose membangunkan Bagas dengan kasar. Dia meyingkap selimut Bagas dan langsung menarik kasar pemuda tersebut.

Bagas sendiri sedikit limbung, karena ia sedang sakit. Badannya panas tetapi ia merasa sangat dingin. Rose tau saat dia memegang kulit Bagas,  tetapi ia terlihat tidak peduli dan tidak mau tau.

"Cepat bangun dan sekolah. Jangan jadi pemalas terus. Kakakmu saja sudah siap akan berangkat sementara kamu hanya berleha-leha saja!" omel Rose.

"Bu.. Aku sedang tidak enak badan," cicit Bagas.

"Tidak usah banyak alasan kamu! Cepat bersiap dan sekolah. Hari ini kamu jalan saja, kasihan suamiku kalau harus nunggu kamu yang lemot," ujar Rose. "Kapan dia seperti kakaknya, kedua kakaknya membanggakan sementara dia huh..." gumamnya sembari keluar kamar Bagas.

Bagas hanya menghela nafasnya lelah. Pagi hari yang seperti biasa, ia terkekeh miris dengan hidupnya. Apa dia pernah berbuat salah sehingga ibunya sangat tak adil padanya.

Setelah selesai bersiap, Bagas turun kebawah untuk  sarapan. Tetapi sampai di anak tangga, langkahnya terhenti oleh suara kedua orang tuanya yang tengah berbincang.

"Huh, pagi-pagi dia bikin aku emosi saja." dumel Rose.

"Memang ada apa?"

"Dia terlambat bangun dan mengadu sakit. Ck, memang dasarnya pemalas.."

"Dia itu mirip siapa sih. Padahal dulu aku dan kamu tidak seperti itu." Rose terus saja menggerutu.

"Tenang sayang."

"Tenang gimana huh? Lihat kedua kakaknya saja sangat membanggakan dengan prestasi yang mereka dapat. Lah anak itu? Yang dia lakukan hanyalah bermalas-malasan."

"Rugi aku kalau ngurus anak tidak berguna sepertinya . Tidak ada yang bisa di banggakan darinya..."

Bagas hanya bisa mencengkram kuat dadanya. Sesak, rasanya sangat sesak. Seharusnya dia sudah terbiasa dengan semuanya,namun tetap ia tak pernah bisa. 

Netranya berkaca-kaca. Ia terduduk menahan denyutan sakit yang berada didadanya. Pandangannya memburam, setelah nya tertutup.





"Baby, apa mimpinya begitu buruk sampai membuat demam nak?"

"Mom?" panggil Bagas dengan suara seraknya.

"Mom apa aku anak yang tidak berguna?" Bagas menatap wanita itu dengan mata berkaca-kaca.

"Sayang, katakan pada mom siapa yang mengatakan hal jahat itu hmm? Biar mommy hajar orangnya..."

Kesha Selena Leaman, istri dari Brandy Loye Leaman.

Kesha menangkup kedua pipi putranya. "Baby, Tuhan menitipkan seorang anak kepada setiap manusia bukan untuk melihat berguna atau tidak anak tersebut. Anak adalah titipan Tuhan yang berharga dan berhak untuk di jaga dan di sayang."

"Seorang anak adalah anugerah bagi setiap keluarga dan sangat berharga. Begitupun kamu, kamu berharga bagi kami. Kamu permata kami nak, kamu adalah kebahagiaan kami."

"Jangan pernah berkata jika kamu adalah anak tidak berguna. Lupakan mimpimu, kami menyayangimu lebih dari yang kamu tau sayang."

"Daddy, mommy, dan semua abangmu. Kami benar benar menyayangimu."

Bagas tidak bisa berkata-kata. Ia tidak mengerti situasinya. Hati dan otaknya seolah berkata. Jalani saja takdir yang berjalan dan bermain dengannya.

Bagas menangis antara haru dan bingung. Dia seperti hidup di antara dua kehidupan, dengan keluarga dan orang yang berbeda.

Yang dia pertanyakan saat ini adalah. Yang mana yang bisa ia sebut mimpi? Yang mana dari kehidupan dirinya yang mimpi dan yang asli?

Bagas memeluk erat perut Kesha. Kesha sendiri merasa tak tega, sudah 2 hari putranya lebih banyak menangis. Mungkin karena demamnya yang belum saja turun sejak kemarin.

Wanita itu mengelus sayang rambut tebal putranya. Sekali-kali menggumamkan kata yang menenangkan.

"Cup..cup..cupp..."

"Anak kami yang berharga."

















"Kau dengar itu Levon? Pastikan siapapun yang mengatakan hal itu kepada putraku menerima ganjaran yang pantas." setelah mengucapkan perintahnya Brandy menutup sambungan telephonanya.

Pandangan menatap istrinya yang tengah memeluk putra bungsunya.









Tbc

Bagaskara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang