BAGIAN 3

115 8 0
                                    

"Siapa?!" bentak Rangga, membuat gadis yang ditanyainya tercekat.
"Aku tak tahu namanya. Dia wanita muda, cantik, dan... seperti terpelajar. Bajunya merah, dan membawa pedang di punggung. Dia memberiku uang banyak sebagai imbalan. Aku..., aku bahkan tak sempat menanyakan namanya...," tutur gadis ini, terbata-bata.
"Jangan coba-coba bohong!"
"Aku berkata yang sejujurnya!"
"Baik! Untuk sementara aku percaya padamu."
"Kakang, kalau kau mau..., aku akan carikan gadis itu untukmu!" kata Genduk menawarkan diri.

***

Mendengar hal ini Rangga jadi curiga. Dia berbalik, langsung menatap curiga pada gadis berpakaian penuh tambalan itu.
"Di mana kau temukan dia? Begitu mudah dan cepat..," desis Rangga.
"Kakang! Kau..., kau mencurigaiku?!" sentak Genduk, kontan mengkeret hatinya.
"Aku mencurigai siapa saja yang coba membunuhku!"
"Tapi...."
"Di mana kau temukan dia?" potong Rangga cepat. "Atau barangkali kau kawannya dan ingin menjebakku?! Begitu, hah?!"
"Kakang, percayalah. Aku sama sekali tak bermaksud begitu...," tandas Genduk.
"Aku tak percaya padamu, Genduk.... Atau, siapa pun namamu! Sebaiknya, katakan padaku! Siapa yang hendak membunuhku sebelum kemarahanku meluap?!"
Sebelum Genduk menjawab, mendadak saja....
Set! Set!
Saat itu juga melesat beberapa sinar putih keperakan ke arah mereka bertiga.
"Awasss...!" teriak Pendekar Rajawali Sakti, langsung mendorong Genduk hingga terjerembab. Sementara dia sendiri melenting ke atas. Namun....
Cras!
"Aaakh...!"
"Hup! Kurang ajar...!"
Rangga yang baru saja mendarat, melihat gadis yang terikat menjerit menyayat. Tampak dadanya tertembus benda putih keperakan yang ternyata sebilah pisau.
Baru saja Rangga hendak mengempos tenaganya ke arah asal pisau-pisau tadi, mendadak dari berbagai arah muncul beberapa sosok bayangan yang langsung mengepung.
"Siapa kalian?!" tanya Rangga mendesis.
"Bukankah kau ingin tahu, siapa orang yang menginginkan kematianmu?" sahut salah seorang pengepung.
"Sial!" dengus Rangga.
"Serang...!"
Begitu mendengar aba-aba, lebih kurang enam orang langsung menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Rata-rata mereka bersenjata pedang.
"Keparat! Kalian terlalu memaksaku...! Baik...!" desis Pendekar Rajawali Sakti.
Secepat kilat, Pendekar Rajawali Sakti berkelebat cepat bagaikan kilat. Begitu keluar dari kepungan, tubuhnya berkelebat mengitari orang-orang itu dengan jurus 'Rajawali Seribu' saat ini Pendekar Rajawali Sakti bagaikan berubah menjadi banyak, mengitari enam orang bersenjata pedang yang hanya terlongong bengong.
"Heaaa...!"
Des! Des! Des...!
"Aaa...!"
Sambil memutari, Pendekar Rajawali Sakti menghadiahkan hantaman tangan bertenaga dalam tinggi, disertai jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Satu persatu orang-orang itu ambruk tak bangun-bangun lagi, dengan dada melesak ke dalam.
"Kalian yang menginginkan kematian kalian sendiri. Jangan salahkan aku...," desah Rangga, seakan menyesali tindakannya.
Hatinya saat itu memang diliputi kegeraman amat sangat, setelah hilangnya Pandan Wangi. Tak heran kalau kemudian bila ada orang yang mengusiknya, Rangga bagaikan harimau tidur yang dicabut kumisnya. Satu persatu, Pendekar Rajawali Sakti mencoba mengenali wajah-wajah enam orang yang telah menjadi mayat itu.
"Hm.... Kalau tak salah..., mereka adalah murid si Katak Terbang. Ada urusan apa orang itu bermusuhan denganku?" gumam Rangga.
Belum juga pertanyaan Rangga terjawab, dari belakang terdengar suara langkah kaki hadir. Cepat Pendekar Rajawali Sakti menoleh. Dan wajahnya semakin tak sedap dipandang ketika seorang gadis, berpakaian tambalan mendekati dengan kepala tertunduk dan raut wajah takut-takut.
"Kakang! Kau..., kau tak apa-apa?" tanya gadis yang tak lain Genduk.
"Pergilah. Tolong jangan usik aku dulu...," ujar Rangga dingin.
"Kakang..., gadis tadi telah tewas. Namun sebelumnya dia sempat menjelaskan ciri-ciri wanita yang memberi uang. Serta..., di mana wanita itu bisa dijumpai," jelas Genduk.
"Di mana bisa kujumpai dia?" tanya Rangga dingin seperti tak tertarik dengan kata-kata Genduk.
Gadis itu diam membisu. Wajahnya tampak kecewa melihat sikap pemuda itu.
"Katakan! Atau persaudaraan kita putus!" ancam Pendekar Rajawali Sakti.
"Di kuil kuno yang sudah tak digunakan lagi."
"Di mana tempat itu?"
"Sebelah selatan desa yang tadi kita lewati...."
"Hemmm..." Rangga bergumam tak jelas. Kepalanya mengangguk-angguk. Lalu ditinggalkannya Genduk begitu saja tanpa berkata sepatah pun.
"Kakang, aku ikut!" seru Genduk.
"Sudah kukatakan, jangan ikuti aku lagi! Atau, di antara kita tak ada hubungan apa-apa?!" bentak Rangga, langsung berkelebat cepat.
Genduk memandangi dengan wajah kesal. Namun dia tak berusaha untuk mencegahnya.
"Sombong! Keras kepala...! Huh!" dengus Genduk dengan wajah cemberut.
Namun setelah Pendekar Rajawali Sakti menghilang dari pandangan, gadis ini pun segera mengikuti jejaknya. Entah dengan tujuan sama atau tidak.
Rangga memang bertekad untuk sementara menjauhi gadis itu karena alasan keamanan. Dan karena disadari kalau Genduk berwatak keras serta berkemauan kuat, terpaksa Rangga mesti mengecohnya. Meski tak menoleh ke belakang, diketahui betul kalau gadis itu mengikuti dari jarak jauh. Maka dia perlu sembunyi di tempat yang aman. Menunggu sampai gadis itu lewat.
Genduk mengira pasti Pendekar Rajawali Sakti akan ke kuil itu. Rangga sengaja bertanya agar pikiran gadis itu tertuju ke sana. Padahal, sebenarnya itu hanya tipuan belaka. Dia memang tertarik untuk menyelidiki kuil itu, namun tidak sekarang. Sebab, dia punya tujuan lain yang tak kalah penting. Menyambangi si Katak Terbang!

207. Pendekar Rajawali Sakti : Kekasih Sang PendekarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang