BAGIAN 5

107 8 0
                                    

"Hup!"
Pendekar Rajawali Sakti melenting ke atas, untuk menghindari dua serangan yang datang. Begitu mendarat, tubuhnya langsung berkelebat cepat setelah menyimpan pedangnya di warangka. Langsung dikerahkannya tenaga dalam tinggi saat melancarkan serangan bertubi-tubi. Dua orang gadis langsung menghadang dengan sabetan pedang. Namun...
Tak! Tak!
"Heh...?!"
Kedua gadis itu tersentak kaget, karena pedangnya patah terhantam tangan Pendekar Rajawali Sakti yang berisi tenaga dalam tinggi. Dan se-belum Rangga melepas serangan, empat orang gadis telah maju dibantu Peri Konde Hitam.
"Hup...!"
Rangga cepat melompat lima langkah ke belakang. Begitu menjejakkan kakinya, kedua tangannya menghentak ke depan disertai tenaga dalam tinggi.
"Aji 'Bayu Bajra'! Heaaa...!"
Segulung angin topan langsung meluruk dari tangan Pendekar Rajawali Sakti, membuat gadis-gadis yang menyerangnya terhumbalang ke belakang. Sementara Peri Konde Hitam masih mampu bertahan, setelah memantek kakinya di tanah dengan tenaga dalamnya. Namun tak urung, tubuhnya sempat bergeser ke belakang. Sebelum wanita itu mampu menguasai diri, Pendekar Rajawali Sakti cepat berkelebat ke arahnya.
"Hah?! Keparat!" Wanita itu cepat menghentakkan kedua tangannya ke depan melepas pukulan jarak jauh.
Angin berhawa hitam meluruk bergulung-gulung ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Pada saat yang sama, Rangga pun telah siap dengan kuda-kuda kokoh. Lalu....
"Aji 'Guntur Geni! Heaaa...!"
Seketika dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti melesat sinar merah, memapaki angin hitam. Dan....
Blarrr...!
"Uhh...!"
Terdengar ledakan dahsyat begitu dua pukulan berisi tenaga dalam tinggi bertemu di ritik tengah. Tampak Peri Konde Hitam terjungkal ke belakang sambil memuntahkan darah segar. Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti terjajar dua langkah.
"Guru...!" seru dua murid Peri Konde Hitam yang tersisa. Segera mereka menghampiri wanita setengah baya itu.
Tapi belum lagi tiba di dekat tubuh Peri Konde Hitam yang terkapar, Pendekar Rajawali Sakti berkelebat menghadang.
"Tak akan kubiarkan kalian mempermainkanku! Jika itu terjadi maka kematian yang kalian peroleh!" gertak Rangga.
"Hah?!"
Dua murid Peri Konde Hitam itu melengak kaget. Namun yang seorang mendadak menyerang Rangga.
"Bajingan keparat! Kubunuh kau...! Kubunuh kauuu...!"
"Hm...!"
Rangga menggumam pelan tanpa bergerak dari tempatnya. Tapi begitu serangan hampir tiba, tubuhnya mengegos. Seketika dilepaskannya satu sodokan bertenaga dalam tinggi.
Desss...!
"Aaakh...!"
Gadis itu kontan terjengkang disertai keluhan tertahan. Tulang rusuknya kontan patah, dan langsung menghujam jantung. Akibatnya dia langsung tewas.
"Siapa lagi yang akan menyusul?" desis Rangga.
Satu murid Peri Konde Hitam yang tersisa bergidik ngeri. Guru yang diharapkan bisa melindungi, kini sekarat dengan mulut terus menerus mengeluarkan darah.
"Kau akan kuampuni jika mengatakan di mana orang itu berada...," kata Rangga, dingin.
"Orang siapa yang kau maksudkan?" sahut gadis itu.
"Tidak usah pura-pura! Kalian tahu apa yang kumaksudkan!"
Gadis ini tercekat. Mulutnya seakan terkunci. Sementara Pendekar Rajawali Sakti menunggu dengan tatapan tajam.
"Cepat putuskan!" bentak Rangga.
"Baiklah.... Dia bergelar si Kipas...."
Crab! Crab!
"Aaa...!"
Belum lagi habis kata-katanya, mendadak dua bilah pisau kecil melesat dari belakang, menancap tepat di punggung gadis itu hingga terjungkal ke depan.
"Kurang ajar!" Rangga memaki geram. Tubuhnya baru saja hendak mengejar, namun telah melompat satu sosok ramping di depannya. Seorang gadis cantik berbaju biru dengan kipas baja putih. Tampak pula sebilah pedang bergagang kepala naga di pinggang.
"Pandan Wangi...!" seru Rangga dengan wajah berseri-seri. Buru-buru Pendekar Rajawali Sakti menghampiri. Namun selangkah lagi mendekat, secepat kilat gadis itu mencabut senjata kipas dan mengebutkannya.
Srak! Bret!
"Aaahh...!"
Bukan main kagetnya Rangga. Di luar dugaan ujung kipas gadis itu menggores dadanya. Bahkan dilakukan dengan pengerahan tenaga dalam kuat. Kalau dia tak cepat melompat ke belakang mungkin senjata itu akan merobek dalam dadanya!
"Pandan! Apa yang kau lakukan...?!" seru Pendekar Rajawali Sakti dengan wajah pucat dan mata terbelalak tak mengerti.
Wuuttt...!
Si Kipas Maut menjawab dengan kelebatan kipasnya. Mau tak mau terpaksa Rangga menghindar. Dan gadis itu terus mengejar.
"Pandan, hentikan seranganmu!" teriak Rangga
"Heaaat!"
Jawaban gadis itu tetap sama. Serangan dahsyat yang mematikan!
"Pandan, apa-apaan kau ini?! Hentikan seranganmu!" bentak Rangga serba salah.
Gadis berbaju biru itu tak peduli. Permainan senjata kipasnya semakin gencar, mengincar titik-titik kelemahan di tubuh Rangga. Dan Rangga meladeninya dengan pikiran bingung. Tak mungkin dia balas menyerang, karena sama saja akan mencelakai kekasihnya sendiri. Namun kalau tak balas menyerang, lama-lama tentu akan celaka.
"Pandan, sadarlah! Apakah kau tak mengenaliku lagi? Aku Rangga! Apakah kau tak kenal wajahku?! Hentikan seranganmu! Ini bukan saatnya bermain-main!" cegah Rangga.
"Tutup mulutmu! Kau harus mati, Keparat!" bentak Pandan Wangi.
"Kau tak kenal aku lagi?" Suara Rangga mengambang. Dahinya berkerut. Sedikit pun dia tak bisa mempercayai apa yang dilihatnya saat ini. Pandan Wangi menyerang penuh kebencian. Seolah-olah Rangga musuh besar yang mesti dilenyapkan seketika.
"Siapa yang tak kenal! Kau adalah musuh besarku dan mesti kulenyapkan!" sahut Pandan Wangi, terus saja mencecar Pendekar Rajawali Sakti.
"Tapi..., tapi kau tahu siapa aku, kan?" tukas Rangga, terus berkelit.
"Kau..., Pendekar Rajawali Sakti! Kenapa aku mesti tak tahu?!"
"Pandan! Kau pun tahu apa hubungan kita, kan?"
"Ya, kau kekasihku."
"Oh, syukurlah! Kalau begitu kau tak hilang ingatan," sahut Rangga.
"Tapi bukan berarti aku tak bermaksud membunuhmu!" desis Pandan Wangi, kembali melancarkan serangan dahsyat.
"Pandan...?!"
"Yeaaa...!"
"Brengsek!"
Rangga benar-benar tak habis mengerti. Kekesalannya jadi membludak. Dikiranya dengan jawaban ini, Pandan Wangi akan hentikan serangan, lalu membuka kedoknya kalau tengah bersandiwara. Tapi dugaannya keliru. Dan gadis itu tetap menyerang seperti tadi. Bahkan semakin gila. Bahkan tangan kirinya telah meloloskan Pedang Naga Geni. Maka dengan kipas di tangan kanan dan pedang di tangan kiri, Rangga semakin dibuat repot.
"Ayo, keluarkan semua kemampuanmu! Kudengar kau pendekar hebat! Pendekar ternama! Tapi yang kulihat sekarang hanya seekor monyet yang mampu lompat ke sana kemari!" ejek Pandan Wangi.
"Pandan! Kau minum apa?! Apa kebanyakan minum arak? Kubilang apa? Kalau minum jangan lantas dibawa berjalan. Kau bisa menyusahkan orang. Seperti sekarang ini, misalnya," ujar Rangga.
"Tutup mulutmu! Heaaa...!" Disertai teriakan keras, si Kipas Maut mengebut-ngebutkan kipas dan Pedang Naga Geni.
Bet! Bet!
"Uhh...!"
Rangga mengeluh berkali-kali. Sambil terus menghindar, diamatinya dengan cermat jurus yang dipakai Pandan Wangi.
"Gila! Jurus apa yang digunakannya? Aku belum pernah melihat sebelum itu! Apakah gadis celaka itu mengajarinya?!" rutuk Rangga.
"Yeaaa! Kenapa diam saja?! Ayo, lawan aku! Monyet sinting! Kau akan mampus sia-sia!" bentak si Kipas Maut.
"Siapa sebenarnya kau?!" kali ini Rangga balas membentak.
"Jangan berlagak pilon! Kau tahu siapa aku! Aku akan membunuhmu. Bersiaplah!"
Bersamaan dengan itu Pandan Wangi meningkatkan serangannya yang tidak bisa dianggap main-main. Jelas, tujuannya untuk membunuh.
"Hup! Yeaaa!"
Dengan kalang kabut Pendekar Rajawali Sakti melompat ke belakang menghindar sambil jungkir balik. Namun hal itu tidak banyak menolong. Begitu baru saja mendarat, tanpa disadari dua buah sinar kuning melesat ke arahnya. Datangnya dari belakang. Dan....
Des! Des!
"Aaakh...!"
Dua hantaman berturut-turut, membuat pemuda itu menjerit tertahan. Tubuhnya terlempar ke depan. Rangga berusaha menguasai diri dengan menggulingkan tubuhnya. Namun baru saja menjejakkan kaki, serangan Pandan Wangi datang.
"Uts...!"
Cepat Pendekar Rajawali Sakti membungkuk menghindar tebasan Pedang Naga Geni. Seketika tubuhnya bergulingan ke samping, lalu melenting ke sebuah pohon yang tak jauh dari situ.
Tap...!
Mantap sekali kaki Pendekar Rajawali Sakti hinggap di salah satu cabang pohon. Pandangannya langsung beredar ke sekeliling, mencari sumber serangan gelap yang tadi menghantamnya.
"Aku tahu siapa kau, Keparat!" desis Pendekar Rajawali Sakti geram, setelah mengerahkan aji 'Pembeda Gerak Dan Suara'.
"Hihihi...! Kau tahu? Baguslah kalau begitu!" Terdengar sahutan tanpa wujud.
"Siluman hina! Kali ini akan kubuat perhitungan denganmu!" desis Rangga, geram.
"Hihihi...! Kau terkena pukulan 'Jagat Kelana'. Pukulan itu hanya dimiliki kaum kami. Tak ada pemunahnya selain di tanganku. Tahu akibatnya? Tulang-tulangmu akan remuk dalam tempo dua belas hari sejak sekarang!" sahut suara tanpa wujud.
"Bedebah! Kau kira aku takut mati, he?!"
"Itulah yang kukagumi darimu. Kau hebat, tak takut mati, dan garang. Hihihi...! Tapi semua itu akan sirna ketika maut menjemput. Dua belas hari waktu yang lama. Cukup bagimu untuk berubah pikiran."
"Apa maksudmu?!"
"Tawaranku masih sama. Kau bersedia menjadi calon suamiku. Tidak sulit, bukan? Bahkan kurasa setiap pemuda menginginkannya. Dan lagi, wajahku tak terlalu buruk, kan?" tandas suara yang diyakini Rangga adalah suara Gandasari.
"Hentikan tawamu! Aku tak tertarik sedikit pun!"
"O, jadi kau pilih mati?" tukas Gandasari.
"Siapa sudi beristri wanita sinting sepertimu? Kau mempermainkan orang seenaknya!" tegas Rangga.
"Apakah kau kira dirimu bersih? Tidak sinting? Berapa orang yang kau bunuh hingga saat ini? Sepuluh? Seratus..., atau seribu? Atau..., tak terhitung? Siapa sebenarnya kau ini? Tukang jagal? Malaikat maut? Atau..., orang gila yang mengumbar nafsu?!"
"Maaf, aku membunuh karena mereka terlalu memaksa...!" sahut Rangga.
Rangga hendak melayang turun ketika dari balik pohon berjalan dengan langkah gemulai seorang gadis cantik. Wajahnya ditutupi cadar. Baru saja Pendekar Rajawali Sakti mengempos semangatnya....
"Oh...!"
"Itu gejala awal. Jantungmu seperti ditusuk-tusuk jarum-jarum halus. Kemudian kepala pusing. Dan selanjutnya perut terasa mual. Lalu, Hihihi...! Gejala itu akan terus terasa semakin hebat sampai dua belas hari lamanya. Dan saat itu, malaikat maut datang menjemputmu. Hihihi...!" cibir Gandasari. "Tapi kalau kau menyetujui syaratku untuk menjadi suamiku, mungkin nasibmu akan berubah...."
"Siluman keparat! Kau salah bila mengira aku bisa kau takut-takuti. Mungkin aku beruntung akan mati dua belas hari lagi. Tapi kau akan mati lebih dulu!" desis Rangga seraya meluruk turun, langsung menuju tempat Gandasari berdiri.
"Hihihi...! Kau kira bisa membunuhku dengan mudah? Kau keliru, Pendekar Malang!" ejek gadis itu.
"Hiih!"
Gadis itu sama sekali tidak berusaha menghindar. Dan serangan sisi telapak Rangga yang menebas leher tak membawa pengaruh yang berarti. Tak ada darah, atau kepala yang menggelinding!
"Hah?!"
Rangga tercekat, karena justru kepala yang terpotong itu melayang-layang ke atas sejenak, lalu bersatu di leher kembali. Kepala itu bergoyang ke kiri dan kanan, dan ajaib! Bekas luka tebasan itu hilang tak berbekas.
"Hihihi...! Kau ingin pilih yang mana? Leher? Tangan? Kaki? Atau semuanya? Ayo, boleh kau coba untuk membunuhku!" ejek Gandasari.
Rangga mendengus kasar. Disadari kalau gadis ini tak bisa dilawan dengan kekerasan. Namun sebelum Pendekar Rajawali Sakti memikirkan cara yang terbaik, Gandasari telah menuntun Pandan Wangi meninggalkan tempat ini.
"Pandan! Sadarlah, Pandan! Ingatlah, siapa aku?!" teriak Rangga, seolah-olah terpaku.
"Pandan Wangi ada dalam pengaruhku, Rangga. Aku bisa menyuruhnya membunuh. Percayalah, dia akan membunuhmu!" sahut Gandasari, terus melangkah.
"Keparat busuk! Kenapa tidak kau bunuh saja aku?!"
"Membunuhmu? Hihihi...! Itu pekerjaan mudah. Semudah membalikkan telapak tangan."
"Kalau begitu aku yang akan membunuhmu!" Rangga berkelebat mencelat. Namun Gandasari telah begitu cepat menghilang.
"Hihihi...! Kutunggu jawabanmu selama dua belas hari ini, Rangga. Kalau tidak, ajalmu datang secara menyakitkan. Hihihi...!" Terdengar suara Gandasari dari kejauhan.
"Keparat! Aku tak peduli ancamanmu! Ayo, perlihatkan lagi tampang busukmu!"
Tak terdengar jawaban selain tawa nyaring yang perlahan-lahan sirna seperti tiupan angin yang menjauh.

***

207. Pendekar Rajawali Sakti : Kekasih Sang PendekarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang