Part 2

14 5 0
                                        

"Maaf Tuan muda, ini perintah, Bapak Adhitama meminta Tuan untuk ke kantor sekarang, karena ada hal penting yang harus dibicarakan". Seorang pria seumuran dengan Lean menelfonnya.

"Ada apa lagi, bukan nya saya sudah bilang ya tadi pagi, saya ada urusan." Tegas Lean dengan muka masam.

"Tapi ini perintah Tuan, Halo, Lean kamu ada dimana, Papa tunggu di kantor sekarang!". Tiba-tiba Bapak Adhitama Adelard yang berbicara pada Lean.

"Iya Pah, Lean ke kantor sekarang". Lean mengambil earphone lalu tancap gas lurus ke depan.
.....

"Ini Pak ongkosnya terima kasih". Arin turun dari motor lalu masuk ke sebuah cafe.

"Arin... ".

Sea dan Deina berlari menghampiri Arin dari tempat duduk mereka, ketiganya saling berpelukan setelah 4 tahun lamanya tidak bertemu sejak lulus kuliah. Karena semua teman-temannya menetap di sini dan Arin baru seminggu ini pindah ke Bandung.

"Apa kabar? Kangen banget, sumpah". Ucap Arin.

"Baik dong, duduk-duduk". Suruh Sea yang menjadi teman akrab Arin sejak SMP.

"Gimana-gimana, udah ada calon nggak sih, apa kamu udah nikah ya?" Tanya Deina pada Arin.

"Nggak lah, ya aku udah keluar sih dari kantor Papa aku, soalnya selisih paham mulu sama Ibu." Dengan muka kecut, Arin menjelaskan keadaannya sekarang.

"Sabar ya Rin, gue tau kok, Lo bisa buktikan ke Papa Lo kalau Arin bisa mandiri". Balas Sea sambil memegang pundak Arin.

"Iya Rin, kalau Lo butuh bantuan buat apply kerjaan, gue banyak kenalan". Tutur Deina yang memang anaknya sangat aktif organisasi dari SMA dan relasinya cukup banyak.

"Makasih, tapi nggak tau kenapa gue sih gue pengen cari kerja sendiri. Tapi, kalau emang udah mentok nih nanti, siap-siap gue hubungin kalian dan merepotkan kalian ya."

Sea dan Deina tertawa mendengar Arin berbicara seperti itu.

"Kalau Lo mau sih, gue ada kenalan orang sini, namanya Jamal, dia tuh temen gue sejak SMP, orangnya baik, friendly, kalau Lo mau, nanti gue hubungi Dia, soalnya Dia punya restaurant gitu, kali aja Lo bisa kerja sama gitu.".

Deina menawarkan Arin untuk bekerja dengan temannya.

"Ya bolehlah nanti, mungkin pas kepepet ya, hahaha". Mereka bertiga tertawa bersama setelah sekian lama tak berjumpa.

"Udah-udah, Gue udah pesenin makanan buat Lo, sekarang kita makan, okay cantik". Sea menyodorkan makanan berupa burger dan kentang goreng.

Setelah makan dan berbincang-bincang bersama Sea dan Deina, Arin pulang ke rumahnya. Entah kenapa hatinya masih memikirkan Leanko.

"Heran deh, nih hati, otak kenapa terbayang wajah Mr. Tengil itu". Arin bergumam sendiri.

Sesampai dirumah kontrakannya, Arin berpikiran akan memperbaiki motor yang diberikan oleh pemilik kontrakan. Motor itu dulunya dipakai oleh anak nya, tapi karena sudah jarang dipakai, akhirnya motor tersebut dibeli oleh Arin. Namun, baru saat ini berpikiran untuk di bawa ke bengkel.
.....

Lean sampai di kantor, Dia disambut bak pangeran kerajaan. Menyusuri lorong dengan bangku pegawai berjejeran, semua karyawan memandang takjub padanya.

"Akhirnya Lean kamu datang juga, duduk". Perintah sang Ayah kepada Lean.

Ruang rapat ini seketika sunyi, semuanya diam membisu. Ada sang adik, Daniar dan Kakaknya Gibran yang baru saja pulang menyelesaikan pendidikan S3 nya di Belanda.

"Baik, karena Lean, Daniar dan Gibran sudah ada di sini, Papa minta kalian untuk mendengarkan baik-baik apa yang akan Papa sampaikan". Pak Adhitama berdiri dan mengepalkan kedua telapak tangannya di meja.

"Karena Papa melihat, perusahan kita setelah dua tahun berjalan dan semua dikelola oleh Lean berjalan begitu baik, pendapatan maju pesat, Lean berhasil membawa pengaruh yang cukup besar terhadap perusahaan ini dan nyatanya dibuktikan dengan kerja sama kita dengan perusahaan asing, maka dari pertimbangan tersebut, papa tetapkan Lean sebagai CEO perusahaan Sadawira Utama".

Pak Adhitama bertepuk tangan disusul dengan Daniar dan Danil, tangan kanan Lean dan Zafir tangan kanan Gibran.

Sang Kakak, seketika raut mukanya berubah dari yang semula sudah yakin papa nya akan memilih Gibran sebagai CEO, tapi malah sang adik yang hanya lulusan S2.

"Nggak bisa gitu dong Pah, seharusnya Gibran yang memegang posisi itu, Gibran nggak terima semua ini, permisi". Gibran meninggalkan ruangan rapat, diikuti Zafir.

Lean hanya cuek saja akan hal itu, karena nggak ada gunanya Ia mempermasalahkan semua ini, karena kakanya memang sudah begitu sejak lama.

"Terima kasih karena Papa udah mempercayakan perusahaan sama Lean, Aku janji akan membangun perusahaan ini lebih dari pencapaian kita sekarang". Lean berdiri dan memeluk sang Ayah, Daniar juga memberikan selamat atas posisi baru sang kakak.
....

"Udah ini neng, untuk harganya sudah saya tulis di nota ya, silahkan di cek". Montir menyodorkan selembar nota pada Arin dengan nominal yang memang cukup menguras kantong nya.

"Ini Pak, terima kasih, kalau gitu saya langsung balik". Arin memberikan uang ongkos kemudian menyalakan motor scoopy tersebut.

Angin sepoi-sepoi menemani Arin di sepanjang jalan. Karena macet, Arin memilih jalan tikus untuk pulang, meskipun agak sepi.

Hari semakin gelap, seketika hujan datang. Dia tidak membawa mantel, dari pada neduh dan tidak tau kapan hujan berhenti, dia terus melanjutkan perjalanan.

"Bruakkk... " Arin jatuh, Ia mencoba bangkit namun kepalanya pusing. Dia buka matanya pelan-pelan, ternyata Dia menabrak mobil.

Dia pun bingung apa yang harus dilakukan, dengan kaki yang masih sedikit pincang, Dia menghampiri mobil itu.

Benar saja, didalam ada seorang pria ber jas hitam dengan kepala sebelah kanan merah, benjol dan ada sedikit darah.

"Apakah kau bisa mendengarku, tolong-tolong... ". Arin mengetok-ngetok kaca mobil, namun pria itu tak bisa mendengarnya. Jalanan juga sangat sepi.
Akhirnya, Arin membuka pintu mobil dan ia terkejut, tangan mungilnya gemetar tak berhenti.

See you next time, jangan lupa vote...

Lewat Rasa (ONGOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang