Kan kuikhlaskan dia
Tak pantas ku bersanding dengannya
'Kan kuterima dengan lapang dada
Aku bukan jodohnya— Aku Bukan Jodohnya | Tri Suaka (Cover : Nabila Maharani) —
***
Dinginnya semilir malam pertengahan Juli ini nampak kontras dengan beberapa orang yang sibuk mondar-mandir menenteng kabel, tali tampar, dan beberapa alat musik. Cucuran keringat seakan menjadi tanda betapa kerasnya usaha yang dilakoni. Sementara di balik tutupan terpal biru, pelaku seni sibuk menghias diri. Memoles make-up, menyanggul surai, juga kebaya serta jarit yang terpasang apik pada tubuh pemakainya. Kalau kata orang sini, mereka tengah macak.
Sama juga dengan riuh dibalik layar, di depan panggung yang penuh sesak dengan pedagang dan orang-orang dari berbagai desa. Spot mancing ikan, mandi bola, hingga rumah balon kini dijejali dengan bocah-bocah riang yang punggungnya masih terasa ringan. Tanpa beban, tanpa pikir berat yang menjadi kawan.
Dari arah gerbang masuk, rombongan ibu-ibu dengan karpet karakter ditambah kipas dan bantal berbondong-bondong mendatangi bagian depan, paling depan panggung. Selayaknya orang pindahan rumah, tapi percayalah memang seperti itu lumrahnya. Nantinya mereka akan menonton pagelaran ketoprak sampai dini hari, jadilah karpet itu sebagai tempat tidur dadakan. Saking ramainya, suara-suara orang-orang disini bak cicitan tikus. Bayangkan saja ratusan orang memenuhi lapangan besar ini dengan panggung magrong-magrong di tengahnya.
"Wuih ramene," girang Riski baru saja datang dengan motor mio kembang apinya. Disusul anggukan Ian yang ada di jok belakang.
(Wih ramenya)
Tujuh muda dengan sarung di masing-masing pundak, kecuali milik Satria yang disimpan di dalam jok motor. Ian boncengan dengan Riski, Genta dengan Satria, dan terakhir Wira, Chandra serta Jati yang cengtri seperti terong-terongan. Ya untungnya muka mereka tidak mendukung untuk gabung dalam geng jamet.
Ketujuhnya langsung kocar-kacir beli ini itu. Dagangan disini kebanyakan didominasi oleh pop ice dan mie goreng. Sudah tidak heran di belahan bumi manapun saat acara ramai-ramai pastilah pedagang es rentengan itu berjejer lebih dari lima.
Puas menabung uang di lapak dagangan, mereka kembali berkumpul dengan motor berjejer. Minus Satria yang pamit berduaan dengan cewek dan Genta juga Jati yang tidak tahu dimana sosoknya. Dua motor itu distandart dua setelahnya diduduki oleh Riski dan Chandra. Sementara Ian juga Wira lesehan di atas rumput ijo royo-royo. Jagung bakar, kacang kedelai serta kacang tanah rebus, es cekek, sempolan, bakso bakar, dan masih banyak lagi semakin membuat betah anak baru gede itu menunggu geber panggung dibuka.
(Anggap ini malam hari ya)
"Soko ngendi?" tanya Wira saat Jati dan Genta berdiri di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinanthi | Jay
ФанфикDwika Sokajati Karsaputra, abg labil yang masih butuh tuntunan dari Abah. Mulai dari kisah pertemanan, cinta, bahkan peliknya hidup dengan sedia Abah tampung semua keluh kesah. Jati tak lebih dari daun sirih tanpa tongkat kayu sebagai penopang. Abah...