11. Sepupu

871 98 7
                                    

"Kebanyakan orang menilai dari apa yang terlihat oleh mata, tanpa berusaha mengulik fakta."

💙Happy Reading💙
.
.


"Kita main ke kebun, yuk! Kata Grandma buahnya udah mulai matang, gimana kalau kita panen? Rasanya pasti beda kalau makan hasil petik sendiri." Sebuah usulan terlontar dari bibir gadis berambut cokelat yang berdiri di depan jendela.

Gadis itu adalah Sheila, putri bungsu dari anak pertama Mr. Immanuel. Dia seumuran dengan Daniel, dan merupakan adik dari Lucas. Meski seumuran, Daniel sama sekali tidak akrab dengan Sheila. Sheila juga merupakan cucu perempuan satu-satunya di keluarga ini, alhasil dia jadi sering dimanja oleh kakek serta neneknya. Itu sedikit membuat Daniel iri.

Gadis itu memang lebih suka menempel pada Mattew. Tentu saja, orang cerdas harus bergaul dengan orang cerdas lainnya, bukan sampah seperti Daniel.

Sekarang gadis cerewet itu mengajak mereka ke sebuah kebun di belakang rumah Immanuel. Kebun itu bukanlah kebun kecil, melainkan lebih mirip hutan buatan di dalam rumah yang ditumbuhi oleh buah-buahan dan beberapa tanaman lain. Tanah milik sang kakek sangat luas, dengan berjalan kaki pun rasanya Daniel tak mampu mengelilingi semuanya.

"Kak Matt ikut juga, yuk," ajak Sheila dengan nada sedikit memaksa.

Mattew yang awalnya fokus menatap layar ponsel lantas mendongak. "Ikut ke mana, Shel?" tanyanya tak paham.

Pemuda itu terlalu fokus dengan gawainya sampai tak mendenger ocehan dari si sepupu. Wajah cemberut Sheila membuat Mattew merasa bersalah.

"Iya, maaf. Kakak tadi lagi baca-baca materi, jadi nggak kamu ngomong apa. Sekarang coba ulangi, kamu mau apa?" tukasnya sembari meletakkan ponsel ke atas meja, sebagai tanda bahwa dia benar-benar memperhatikan Sheila.

"Kita jalan-jalan ke kebun. Mau apa enggak?" Wajah Sheila yang awalnya mendung kini kembali ceria.

Tak langsung setuju, Mattew menatap arloji dan melirik Daniel sekilas. Di ruangan bernuansa putih itu juga ada Lucas, dan empat sepupu lainnya. Ia bertanya pada Lucas melalui tatapan mata, dan pria dua puluh tahun itu mengangguk sebagai tanda setuju.

"Oke, Kakak ikut. Gimana yang lain?" Mattew menatap empat sepupu lainnya.

"Ikut, Kak," sahut Ervan dan Ervin, putra kembar dari anak kedua Mr. Immanuel.

"Gue juga, deh," timpal Mike, kakak dari si kembar yang seusia dengan Mattew.

"Kak Ray gimana?"

Mattew menatap pria dengan kemeja putih yang duduk tenang di salah satu sofa. Dia adalah Ray, kakak dari Lucas dan Sheila. Satu-satunya orang yang paling tua di antara mereka. Dia sebenarnya sibuk dengan pekerjaan, tetapi memutuskan untuk tetap ikut berkumpul karena tidak ingin membuat sang nenek sedih.

Pria itu menggeleng pelan. "Kalian pergi aja, Kakak sibuk. Tapi ingat, tetap hati-hati karena yang namanya kebun, penghuni bukan hanya tanaman," ujarnya tanpa menoleh.

Dengan jawaban dari Ray, mereka pun bangkit dan satu per satu meninggalkan ruangan itu. Tersisa Daniel yang sama sekali tidak bergerak dari tempat duduknya. Bocah itu justru mengeluarkan ponsel dan pura-pura sibuk.

"Niel, ngapain? Ayo, ikut."

Mattew yang menyadari jika Daniel tak ikut lantas berbalik dan merebut ponsel anak itu. Dia tahu, adiknya tidak terlalu suka bergaul, tapi setidaknya dengan keluarga, Daniel tidak boleh bersikap seperti itu.

"Nggak, gue di sini aja, Kak. Di kebun panas," sahut Daniel mencoba merebut ponselnya dari tangan Mattew.

Sebenarnya bukan panas yang menjadi alasannya untuk tidak ikut bermain di kebun. Namun, keberadaan Lucas-lah yang membuatnya enggan. Dia tidak mau berdekatan dengan iblis itu, karena apa pun yang berhubungan dengan Lucas hanya membawa kesialan untuk Daniel.

CHOICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang