12| Menjaga Tama

155 43 4
                                    

Selamat Membaca

Tama tertidur setelah minum obat jadi Liris memutuskan untuk pulang setelah membereskan kamar juga dapur. Dia hanya meninggalkan secarik kertas di atas nakas sebagai ucapan pamit. Matahari nyaris tenggelam, jika dia tidak pulang sekarang, mungkin kedua kakaknya akan heboh dan mengintrogasinya.

Setelah tuntaskan pekerjaannya, Liris menyambar tas dan bergegas pulang. Tetapi ketika knop pintu diputar lalu ditarik ke dalam, seseorang dari luar pun melakukan hal yang sama, memutar knop dan mendorongnya ke dalam.

"Ah, apa dia ayah Tama?"

Liris terdiam, menatap pria paruh baya dengan aura mencekam berdiri di depan pintu diiringi sorot mata kebingungan.

"S-saya datang menjenguk Tama," jelas Liris.

Aseph tersenyum tipis. "Temannya?"

Liris mengangguk. Sedangkan Aseph meminta Liris kembali masuk dan berbicara sebentar.

"Kebetulan aku membawa kue tar kecil rasa stroberi. Aku lupa jika Tama tidak suka yang manis-manis, jadi makanlah." Aseph meletakkan bingkisan di tangannya pada atas meja kaca di hadapan Liris yang duduk berlawanan di seberangnya.

"Terima kasih."

Aseph melipat tangan di dada, mengamati Liris dengan serius. Anak buahnya bilang bahwa Tama memang dekat dengan gadis ini, bahkan beberapa hari lalu ia mendengar kabar bahwa Tama menghajar murid lain karena Liris dibawa sebagai sandera.

"Siapa namamu, Nak?"

"Lirisa Sherianne, Anda bisa panggil Saya Liris."

"Oh, begitu. Sejak kapan di sini?"

Liris terlihat gelisah, jarinya saling bertaut cemas. "Sejak siang. Sekarang Tama sudah tertidur setelah makan dan minum obat, jadi saya akan segera pulang."

Aseph tersentak, apakah pertanyaan dan sikapnya membuat gadis itu takut? Liris menjawab cepat dan hendak buru-buru pulang.

"Tunggu, Nak!" Aseph mencegah Liris.

"A-ada apa, Paman?" Liris ketakutan, wajah Aseph begitu menakutkan baginya. Lagi pula, dia tidak terlihat seperti Tama. Padahal katanya ayah dan anak memiliki kemiripan wajah walau hanya sedikit.

"Aku hanya datang untuk melihat keadaannya, lalu segera pulang mengurus pekerjaanku." Aseph memecah ketegangan di hati Liris. Terdapat nada kecewa dan penyesalan yang Liris tangkap.

"Jadi... Tama akan sendirian dalam kondisi begini?" tanya Liris.

Aseph mengangguk. "Ya. Lagi pula dia sudah dewasa."

"T-tapi demamnya sangat tinggi! Eh-" Liris sontak menutup mulut. Kelepasan.

Aseph tertawa pendek, mendekati Liris sambil menepuk puncak kepala gadis itu. "Untung Tama memiliki gadis yang baik di sampingnya." Setelah itu Aseph menarik diri dan hendak keluar.

"T-tunggu, Paman. Bagaimana dengan Tama?"

Aseph menjawab tanpa menatap Liris. "Tentu saja sendirian. Kecuali ada seseorang yang mau menemaninya."

A Light that Never DimsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang