09| Tamu dari ibukota

149 44 5
                                    

Selamat Membaca

Gedung tidak terlalu besar dan tinggi bertuliskan SEIS, merupakan salah satu butik kecil milik Selena di Kanagara. Tidak ingin meneruskan perusahaan ibunya, Selena memiliki rencana sendiri, yakni mendirikan kerajaan bisnis sendiri.

Dia memiliki beberapa karyawan handal, juga pada tahun ini SEIS telah menarik minat para artis-artis serta kalangan atas lainnya untuk menggunakan produknya.

"Kak, kapan model pria yang kamu maksud tiba?" tanya Liris saat berada di ruang pemotretan.

Selena memandang arloji, mungkin sebentar lagi. Mereka akan memulai pemotretan jam sepuluh.

"Bos, dia sudah datang." Salah satu karyawan masuk ke ruang pemotretan sambil menuntun seorang pemuda.

"Eh?!" Liris dan pemuda itu terkejut bersamaan.

Liris tersentak ketika pemuda yang masuk adalah Tama. Dia mengenakan t-shirt putih dipadukan cardigan serta skinny jeans hitam, sangat simpel. Namun, berhasil membuat Liris berdebar tak karuan.

"Tama tampan sekali!" batin Liris meronta-ronta.

"Kalian saling kenal?" Selena mencairkan suasana.

Tama mengangguk kecil. "Dia kakak kelasku."

Diliriknya Liris, wajah bersemu dan salah tingkah, wah, Selena tidak bisa menahan senyum jahilnya.

Selena menepuk kedua tangan. "Baiklah! Karena kalian sudah saling kenal, kita bisa segera melakukan pemotretan!" antusias Selena.

Lalu, Selena memberikan pakaian pada Tama juga Liris setelah selesai merias keduanya. Mereka ke ruang ganti.

"Wah, wah, benar-benar serasi!" puji Selena setelah keduanya keluar.

Liris tampak canggung sedangkan Tama terlihat biasa saja, walau demikian diam-diam terus melirik Liris.

Selena memberi arahan dan instruksi pada para karyawan lalu meminta Liris serta Tama bersiap melakukan pemotretan dan berpose. "Ayo, kita mulai!"

***

"Kakak, bagaimana ini?" Liris nyaris berbisik.

Proses pemotretan baru saja selesai. Selena tak bisa menahan senyum jahilnya sejak tadi, ditambah wajah Liris sudah merah sepenuhnya. Bukan tanpa alasan, hal itu karena Tama yang sejak tadi duduk di sofa bersama Liris untuk istirahat kini tertidur lelap dengan kepala menyandar di pundak kiri gadis tersebut.

Dilihat dari garis hitam cekung di bawah mata, Selena yakin bahwa pemuda itu sangat kurang tidur. Mungkin saja, suasana butik ini membuatnya nyaman.

"Tetaplah begitu, Liris. Dia sepertinya sangat butuh tidur," ungkap Selena.

Liris melirik Tama, mendapati wajah tampan penuh keluguan itu terlelap nyaman di pundaknya.

Dengan tersipu, Liris berujar pelan. "Iya."

Selena mengeluarkan ponsel diam-diam dan memotret momen tersebut. "Masa muda memang menggemaskan." Setelahnya ia meninggalkan ruangan.

A Light that Never DimsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang