1

1.1K 204 35
                                    

Selamat Membaca...

Tubuh gadis itu membeku, seakan organ tubuhnya menolak sang empu untuk menyuruh melepaskan sebuah tembakan pada target

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuh gadis itu membeku, seakan organ tubuhnya menolak sang empu untuk menyuruh melepaskan sebuah tembakan pada target.

Keringat dingin memenuhi dahinya. Tangannya mencoba memusatkan kembali titik fokus pada target, Rose menahan nafasnya saat melihat sang target telah hilang dari matanya.

Ia mengusak surainya. Gadis itu berdiri, menghubungi tim untuk kembali karena misi merah mereka hari ini tidak bisa di teruskan karena target sudah pergi.

Setelah mendengar seluruh jawaban anggota tim. Rose memilih mengangkat senjata miliknya. Berjalan perlahan menuju tempat titik kumpul awal mereka.

Langkahnya terdengar seringan kapas, tidak menimbulkan bunyi berdegum lain dengan detak jantung yang bertalu seakan mengatakan jika sang empu tidak setenang kelihatannya.

Rose terdiam, mencari tempat persembunyian setelah mendengar suara pintu terbuka. Ia menahan nafas saat pintu itu hampir mencium paras ayunya. Langkah kaki itu terdengar menjauh dari tempat ia berdiam diri. Ia menarik nafas lega, sekarang ia bisa kembali dan memikirkan cara untuk menyelesaikan misi mereka besok.

Rose menekan alat komunikasinya, mencoba menghubungi anggotanya.

"Saluran 6, kalian dengar aku? Ini Queen-"

"Oh, hai Queen? Apa kau tersesat?"

Tubuh Rose membeku, mendadak tubuhnya menolak perintah otaknya untuk menyerang orang yang kini tengah mengurungnya di atara pintu dan tangan lelaki itu.

Nafas Rose tercekat saat menyadari siapa lelaki didepannya kini. Matanya berlari menghindari tatapan tajam yang kini dihujamkan tanpa ampun kearahnya.

Lelaki itu menarik sudut bibirnya, tangannya yang bebas menyentuh perut rata Rose. Wajah tertarik ia perlihatkan saat melihat gadis itu semakin mengeluarkan keringat dingin.

Dengan berani, ia mengelus perut rata itu membuat sang empu badan menahan nafas. Ia menunduk menatap tangan lelaki yang lancang mengelus perutnya.

"Jauhkan tangan kotormu itu." Desisnya.

Hening,

"Jauhkan." Tegas Rose sekali lagi.

Kali ini dengan berani ia mendongak menatap lelaki yang masih menunduk mengelus lembut perutnya. Ia menangkis tangan itu kasar, mendorong lelaki itu untuk menjauh. Rose sudah bersiap melangkah menjauh meninggalkan lelaki yang berdiri menatap kearahnya.

"Dia tumbuh disana bukan?"

Rose kini kembali terdiam, mencoba menekan kenangan masa lalu yang menghantamnya, seolah menyusun film untuk menghancurkan psikisnya untuk keduakalinya.

"Jika dia masih ada, bukan kah sekarang dia sudah masuk taman kanak-kanak?"

Suara itu melambung, memecah belah keheningan dini hari itu. Rose menolehkan wajahnya pada sumber suara.

Memories ; winroseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang