2

615 113 38
                                    

Selamat membaca...

Hamparan tanah lapang dengan gundukanlah yang kini Rose pijak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hamparan tanah lapang dengan gundukanlah yang kini Rose pijak. Ia melangkahkan kakinya pelan, membiarkan helaian rambutnya tertiup angin pelan. Minggu ini adalah kali keduannya berkunjung kesini, meski sudah menyambangi tempat ini bersama sang sahabat, Rose rasa ia perlu kesini lagi, agar bisa menemani sang buah hati.

Wanita cantik itu meletakkan buket bunga mawar diatas nisan tersebut. Jemari lentik tersebut mengelus nisan dengan lembut, seakan mengelus surai seseorang dengan kasih. Ia menatap sendu pada nama yang tertera diatasnya.

Park Ryuna.

Nama cantik itu ia sematkan pada seorang gadis kecil yang bahkan tidak sempat membuka mata sesaat dirinya dilahirkan. Senyum getir terlukis dibibir ibu satu anak itu.

"Selamat ulang tahun sayang. Mama kembali lagi untuk Ryuna hari ini. Hari ini Mama sendiri, Bibimu terlalu berisik jadi Mama tidak mengajaknya." Rose terkekeh mendengar suaranya yang lambat laun tertelan oleh hembusan angin.

Matanya menatap tanggal yang tertera diatas sana, ia tipiskan bibirnya berusaha menekan isakan yang rasanya mulai menyesakkan dada.

"Ryuna sudah lima tahun sekarang, Mama sangat rindu Ryuna. Bisa Ryuna datang ke mimpi Mama malam ini, sayang?" Tangan Rose bergerak membuka tas kecil yang sedari tadi ia letakan di pangkuannya.

Ia membuka kotak kecil berbalut beludru itu, sebuah kalung kecil bermatakan permata hijau tertata manis didalamnya.

"Mama bawakan kalung! Ryuna pasti bosan melihat Mama hanya bawakan bunga, bukan?"

Wanita itu meletakkan kotak tersebut disamping nisan, ia tersenyum manis seolah sang buah hati yang terbaring dibawah sana mendengar ucapannya.

"Kemarin Mama bertemu orang jahat. Dia yang membuat Mama tidak bisa melihat Ryuna."

Papa.

Kata itu seolah tertahan di kerongkongan, seolah menahan Rose mengatakannya. Ia mendongak, menatap langit senja. Kembali, menghalau air mata yang datang tidak tahu tempat.

"Mama jelek sekali. Hari ini ulang tahun Ryuna, Mama malah menangis disini," Pecah, isak tangis yang ditahan mulai terdengar pelan. Air mata dengan tidak tahu malunya mulai membuat jejak anakan sungai dipipinya, "Harusnya, harusnya Ryuna dulu jangan memilih hadir di perut Mama, harusnya Ryuna sudah sekolah sekarang, memiliki banyak teman, me-memiliki orang tua yang lebih baik dari Mama dan Papamu."

Kata itu akhirnya meluncur beserta dengan tangisnya yang semakin deras. Rose mencengkeram kuat roknya, ia marah, marah pada dirinya sendiri.

Marah karena ia gagal menjaga kandungannya, marah karena tidak bisa melawan, dan marah karena gagal menjadi ibu. Ia merasa tidak becus menjaga bayi kecil yang dititipkan padanya lima tahun yang lalu.

Memories ; winroseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang