1. Sebuah Postingan

47 8 7
                                    

          Terlihat seorang remaja berusia 16 tahun yang duduk sendirian di kursi bagian depan. Sedangkan siswa yang lainnya berkumpul di bangku bagian belakang. Entah kenapa anak remaja itu tidak mudah bergaul seperti layaknya siswa pada umumnya.

          ‘Kenapa hidup gue kayak gini ya? Padahal'kan lihat orang-orang kayaknya gampang banget buat berbaur sama orang, tapi kenapa gue gak bisa?’ batin remaja itu dengan menatap teman-teman sekelasnya yang asik mengobrol di belakang.

          ‘Gak bisa ngobrol panjang, jarang gabung juga sama mereka. Sebenernya gue pengen banget gitu kayak orang-orang yang kalau jadwal olahraga main futsal bareng. Lah gue, main hp mulu padahal gak ada chatt,’ batinnya lagi anak remaja itu.

          “Advaya, bayar uang kas wih. Kemarin gue lupa nagih,” pinta seorang gadis yang merupakan bendahara kelas.

          “Oke.” Advaya memberikan selembar uang lima ribu.

          “Thank you,” ucap bendahara kelas itu lalu pergi ke belakang untuk meminta anak laki-laki lainnya agar membayar uang kas mingguan.

          Advaya Nayaka Atharrazka. Seorang remaja kelahiran 2005 yang pendiam dan tak mudah untuk bergaul, memiliki rambut yang mengembang halus dan bola mata yang berwarna cokelat hazel. Ia duduk di bangku kelas 12 SMA di sekolah berakreditasi A di Kota Serang. Kesehariannya suka menulis novel dan diterbitkan di aplikasi pengelola novel, tidak seperti teman lainnya yang hobi push rank di game online.

          “Gue pasti bisa. Gue coba nanti,” ucapnya dengan pelan. Entah kepada siapa Ia berucap mungkin kepada angin lewat.

          Siang hari yang membuat rasa kantuk mulai menyerang, adalah hari terburuk Advaya karena sejak tadi pagi Ia hanya duduk saja di kursinya dan tidak bergabung dengan teman lainnya yang ribut push rank di belakang, juga tidak ada yang mengajaknya untuk bergabung. Pikirnya, kehadirannya itu tidaklah penting.

          Rasanya begitu menyenangkan melihat teman-teman sekelas lainnya mengobrol, ribut dan bercanda ria di belakang. Akan tetapi sudah takdir dan nasib anak remaja satu ini mungkin diberikan takdir tidak mudah bergaul dan berteman dengan mereka. Padahal hampir tiga tahun mereka barengan sekelas, tapi rasanya Advaya tidak mengenal dekat dengan mereka.

          Rasanya Advaya ingin menghilang dari dunia, lenyap dan tak pernah kembali lagi saat Ia mengajak berbicara teman di belakang tempat duduknya tapi diabaikan dan seolah-olah tidak ada yang mengajaknya untuk berbicara.

          Memang sudah biasa dan hampir setiap hari Advaya rasakan, meminta rumus fisika saja Ia sulit mendapatkannya juga gurunya yang terbilang killer membuat Advaya enggan untuk bertanya. Ia bosan dan jengah akan kesendiriannya ini.

          Banyak Netizen di sosial media yang mengira kalau Advaya ini orang yang asik, mudah bergaul, dan memiliki banyak teman. Karena dilihat dari postingan instagramnya Advaya terlihat cool, banyak komentar yang memujinya dan banyak followers yang mengikutinya hingga ribuan followers.

          Akan tetapi kenyataannya mengubah segalanya. Advaya di dunia nyata tidak seperti itu, Ia hidup dalam kesendirian dan kesepian. Hanya sosial media yang membuatnya terhibur dari kesunyiannya ini.

          Advaya menatap pintu kelas yang terbuka lebar hingga menampakkan siswa-siswi berlalu lalang di luaran sana. Advaya tersenyum memasang topeng kebahagiaannya dan berusaha menguatkan diri dari ujian hidupnya ini.

          ‘Mungkin setelah gue lulus, gue bakalan berusaha jadi yang berbeda nanti di kampus impian gue,’ batin Advaya.

***

Behind the ScreenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang