Seorang lelaki jangkung dengan tubuh yang ideal, dan bola mata yang berwarna coklat hazel, menekan rem motornya tepat di depan rumah Nayaka. Kemudian ia turun dan membuka helmnya lalu langkah demi langkah ia memasuki rumah Nayaka.
"Selamat pagi," sapanya lelaki itu kepada sang pemilik rumah.
"Tante, Naya belum berangkat kan? Aku mau ngajak Naya berangkat bareng buat ke sekolah," ujarnya dengan mengatakan maksud dan tujuan kedatangannya.
"Pas banget nih, Naya belum berangkat kok dia masih ada di dalam. Masih sarapan sama papahnya tuh di dalam," jawab seorang wanita paruh baya yang sedang menyiram bunga di halaman rumahnya.
Lelaki itu tersenyum untuk membalasnya, seraya ia mengintip ke dalam untuk mencari keberadaan Nayaka.
"Kamu udah sarapan belum? Ayok Tante masak banyak hari ini, ayok sini masuk sarapan bareng," ajak Bunda Nayaka kepada lelaki itu. Sepertinya lelaki yang datang untuk menjemput Nayaka ini sudah kenal akrab dengan orang tuanya.
"Makasih, Tante. Tapi Ryan udah makan kok tadi di rumah. Ryan cuma mau jemput Naya aja, gak apa-apa biar Ryan nunggu di sini aja," jawabnya.
Ryan, dia orang yang datang ke rumah Nayaka di pagi hari untuk mengajaknya berangkat ke sekolah bareng. Ryan merupakan anak dari salah satu teman bunda Nayaka, akan tetapi Nayaka tak mengetahui hal itu. Bahkan kedatangannya ini Nayaka saja tidak membuat janji dengan Ryan, dan bunda mengira bahwa mereka saling mengenal dekat satu sama lain.
"Bener nih? Atau mau Tante buatin bekal aja? Buat makan di sekolah nanti." Bunda Nayaka menawarkannya lagi.
"Beneran, Tante. Kebetulan Mamah juga udah ngasih Ryan bekal, hehe," jawab Ryan dengan rasa tak enak hati seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Oh ya udah kalau gitu, Tente panggilin Naya nya bentar ya."
Setelah mendapatkan anggukan kepala dari Ryan, bunda Nayaka masuk untuk memanggil Nayaka agar cepat keluar, bunda Nayaka tak mau membiarkan Ryan menunggunya terlalu lama, atau bahkan jika mereka sampai telat.
Ryan membuka ponselnya untuk melihat pesan grup Line sambil menunggu Nayaka keluar. Tak membutuhkan waktu terlalu lama, Nayaka pun keluar dengan seragam putih abunya dengan lengkap.
"Sorry ya, gue kelamaan," ucap Nayaka.
Ketika Ryan berbalik badan, Nayaka sangat terkejut dengan keberadaan Ryan yang dimaksud oleh bundanya tadi. Nayaka pikir Ryan yang bundanya katakan adalah Ryan tetangga sebelah yang kebetulan arah sekolahnya satu arah dengan Nayaka.
"Ryan?" Nayaka tercengang. Entah angin apa yang membawanya ke sini untuk menjemputnya. Padahal ia tidak membuat janji apapun dan dengan siapapun untuk berangkat bareng.
"Hai, ayok berangkat bareng ke sekolah," ajak Ryan.
"Tapi–"
"Udah jam segini, ayok takutnya telat nanti." Ryan menarik tangan Nayaka dan Nayaka hanya diam mengikut.
Sepanjang perjalanannya menuju sekolah, keheningan menyelimuti kedua sepasang ini antara Nayaka dan Ryan. Bingung apa yang mau dibahas untuk bahan obrolan, terlebih lagi dengan Nayaka yang masih shock karena dijemput oleh Ryan.
@advaya.nkzk_
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Screen
أدب المراهقينAdvaya Nayaka Atharrazka, seorang remaja berusia 17 tahun, yang merasa canggung di dunia nyata dan lebih nyaman terhubung melalui layar ponselnya. Kesehariannya dipenuhi dengan rasa kesepian dan keterasingan di lingkungan sekolah, hingga suatu hari...