Pagi ini setelah pembiasaan acara kerohanian di sekolah, Advaya dan anggota Pramuka yang lainnya sedang mengadakan rapat untuk kegiatannya nanti beberapa hari lagi.
Mereka sedari tadi menunggu kehadiran Alister si pradana putra yang tak kunjung datang. Katanya, Ia akan ke kelas sebentar untuk mengambil dokumen pembahasan.
Athar yang sudah kesal karena menunggu terlalu lama, Ia hendak pergi dari forum. Namun dengan cekatan Advaya mencegahnya untuk tetap duduk.
"Ya udah sambil nunggu Alister datang, langsung dibuka aja gih," tutur Advaya.
Habibah sebagai sekertaris dalam organisasi itu mulai membuka acaranya. Jam pelajaran pertama 15 menitan lagi akan dimulai, dan sekarang sudah berjalan 7 menit, yang artinya mereka hanya memiliki waktu 8 menit untuk membahasnya.
"Jadi gitu ...." Habibah telah menjelaskan semuanya. Semua rencana kegiatan nanti. Sampai saat ini, Alister tak datang sepertinya ia menjadi batu di kelas.
"Bentar geh, terus yang gak kebagian tugas itu ngapain?" tanya Advaya.
Sedetik Habibah akan menjawab, tiba-tiba bel masuk pelajaran pertama berdering dengan keras. Hingga terpaksa forum harus ditutup dan pertanyaan Advaya tidak dijawab.
"Kita lanjut pulang sekolah nanti ya. Terima kasih untuk yang sudah menyempatkan waktunya di rapat kali ini," ujar Habibah menutup forum.
Advaya langsung pergi dari ruangan eskul untuk segera ke kelas. Ia berjalan di koridor kelas dengan santai.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar menandakan ada yang mengirim sebuah pesan. Advaya mengambilnya dari saku celana dan berjalan seraya bermain ponsel.
Ternyata itu adalah sebuah pesan yang dikirimkan dari Nayaka. Advaya membalasnya seraya berjalan, Ia tidak melihat jalan.
@advaya.nkzk_ 'Belajar yang pinter jangan main hape kalau ada guru mah.'
@nayamhrniptri_ 'Susah gak bisa semangat, soalnya belum disemangatin sama ayang.'
Advaya membacanya Ia menahan senyum agar tak terlihat seperti orang gila di mata orang-orang.
@advaya.nkzk_ 'Bisa aja, mentang-mentang udah punya pacar.'
Bruk!
Karena berjalan tidak melihat jalan, Advaya menabrak seorang gadis tomboy di sekolah ini saat melintas kelas IPS 2.
Gadis tomboy itu tak terima dan marah kepada Advaya, padahal Advaya sudah meminta maaf.
"Sialan lo ya. Punya mata tuh dipake. Bego banget jadi orang!" cerca gadis itu.
"Sorry, Lin. Gak sengaja gue," balas Advaya.
"Sakit badan gue, bego lo. Dasar anak IPA! Culun semuanya!"
Perdebatan antara IPA dan IPS memang masih sering terjadi di setiap sekolah SMA. Anak IPA selalu menjadi perbandingan di kelas IPS, dan hal itu membuat kelas IPS membenci anak-anak kelas IPA.
Tetapi tidak sedikit juga yang bahkan menjalin hubungan status pacaran di antara kedua kelas itu. Seperti Alister yang merupakan siswa kelas IPA, Ia memiliki seorang pacar di kelas IPS 4.
"Gak usah bawa-bawa nama IPA IPS. Gak ada hubungannya," kata Advaya.
"Kenapa, lo gak terima, ha?" Gadis itu nyolot.
Jika saja bukan seorang gadis, Advaya akan menanggapinya bahkan beradu fisik. Ya, meskipun sudah diketahui Advaya pasti akan kalah jika beradu fisik.
Advaya mengabaikannya dan melanjutkan perjalanannya menuju kelas. Ia memasukan ponselnya ke dalam saku celana dan berjalan melihat sekitar. Ia tak ingin kejadian tadi terulang, apalagi dengan anak IPS, itu membuat Advaya ngeri.
oOo
Nayaka di kelas memandangi ponselnya dengan senyum-senyum sendirian. Membuat teman sebangkunya merasa risih karena hari ini Nayaka berbeda.
"Gila ya lo, Nay?" tanya temannya itu.
"Iya, gila karena cinta, hehe," balas Nayaka dengan menderetkan gigi putihnya.
"Ciee anak Yesus udah gak jomblo lagi nih," ujar Talitha yang merupakan teman Nayaka itu.
"Haha, iya dong. Kantin yuk, kayaknya jam kosong nih nggak ada guru udah jam segini." Nayaka menyimpan ponselnya di dalam saku dan mengajak Talitha pergi. Namun, Talitha menolak ajakannya tersebut, dan mengingatkan bahwa jam pelajaran berikutnya ada PR yang belum Nayaka kerjakan, atau lebih tepatnya Nayaka lupa.
"Kerjain PR dulu, gue tahu lo pasti belum juga kan ngerjain PR-nya," ujarnya.
"PR?" Nayaka bingung dan bertanya-tanya. Talitha memberikan buku PR yang sudah diselesaikannya semalam kepada Nayaka. Ini hanya sebuah pekerjaan rumah yang tidak dimasukkan nilai oleh guru, jadi tidak ada masalah apapun meskipun Talitha memberikannya kepada Nayaka dengan cuma-cuma.
"Udah gue tebak, anak Yesus kayak lo gak mungkin serajin itu, apalagi sekarang lagi jatuh cinta. Aduh, udah, semuanya jadi lupa." Talitha mengoceh karena hal itu sudah biasa, Nayaka teman sebangkunya ini selalu menyalin jawaban ketika ada pekerjaan rumah.
"Hehe, makasih ya." Nayaka mulai menari-narikan jari-jemarinya di atas secarik kertas untuk menyalin jawaban dari Talitha.
Beberapa menit kemudian, seorang lelaki dengan postur tubuh yang ideal datang dan masuk ke kelas Nayaka, dan mencari seseorang. Lelaki itu tersenyum ke arah Nayaka ketika melihat Nayaka sedang fokus menulis, dan berjalan mendekatinya.
"Hai, Kamu kan orangnya yang namanya Nayaka Maharani Putri?" tanya lelaki itu.
Nayaka mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah lelaki itu, dan betapa terkejutnya ia ketika melihatnya langsung di hadapan mata. Karena selama ini ia hanya memandanginya dari kejauhan, entah angin apa yang membawanya hingga sedekat ini.
"I-iya," jawab Nayaka dengan gugup.
Lelaki itu tersenyum kembali yang membuat hati Nayaka meleleh, dan melupakan semuanya termasuk melupakan bahwa dirinya sudah memiliki pacar. Lelaki itu adalah Ryan yang merupakan seorang lelaki paling tampan di sekolah ini dan menjadi idaman para gadis lainnya. Ryan mengeluarkan tangannya kepada Nayaka untuk berkenalan, namun Nayaka hanya terdiam tidak merespon apapun seraya memandangi wajah tampan Ryan yang sedang tersenyum ke arahnya.
"Aku Ryan," ucapnya yang berhasil menyadarkan Nayaka.
Nayaka akhirnya menerima jabatan tangan dari Ryan, dan memperkenalkan dirinya. Nayaka bersikap biasa saja tidak menunjukkan bahwa dirinya sedang terbang ke angkasa karena kedekatannya ini. Jika sampai menunjukkannnya, ah entah semurah apa harga dirinya di hadapan lelaki ini.
"Jam kosong kan? Ikut aku ke taman bisa nggak? Ada yang mau aku omongin sama kamu," ajak Ryan yang menjadikan Nayaka terdiam lagi tak bisa berkata-kata.
"Kapan?" tanya Nayaka.
"Sekarang dong, mumpung lagi jam kosong. Masa besok." Ryan menjawab dengan menyonginkan senyum manisnya.
Entah apa yang menariknya untuk langsung menerima ajakan tersebut, Nayaka segera menutup bukunya dan mengikuti Ryan meninggalkan kelas.
Sepanjang perjalanannya menuju taman, Nayaka dan Ryan mendapat pandangan yang berbeda-beda dari gadis di sekolah ini. Ada yang tidak menyangka, dan ada yang membenci akan kedekatan Nayaka dan Ryan tersebut.
Sepanjang perjalanannya pula, Nayaka berusaha untuk tidak bereaksi apapun, dan hanya berjalan berdampingan dengan Ryan. Padahal di dalamnya, Nayaka ingin sekali meloncat-loncat seperti orang gila pada umumnya, karena moment ini sudah Nayaka tunggu dari lama.
Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Screen
Fiksi RemajaAdvaya Nayaka Atharrazka, seorang remaja berusia 17 tahun, yang merasa canggung di dunia nyata dan lebih nyaman terhubung melalui layar ponselnya. Kesehariannya dipenuhi dengan rasa kesepian dan keterasingan di lingkungan sekolah, hingga suatu hari...