Feel special

23 2 1
                                    

"Jaemin, sekarang kamu boleh duduk di kursi kosong sebelah Hilwa."

"baik, bu," ucap Jaemin sambil tersenyum. Sebelum ia duduk di tempatnya, Jaemin menyempatkan diri membungkuk berterima kasih pada gurunya.

Semua murid bertepuk tangan kegirangan atas kedangan Jaemin sebagai murid baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua murid bertepuk tangan kegirangan atas kedangan Jaemin sebagai murid baru. Kecuali satu orang yang duduk di kursi urutan pertama. Hilwa Syifa. Perempuan yang di akan jadi teman sebangku Jaemin sampai hari-hari di kelas akhir SMA itu selesai.

"Hilwa, mohon bantuannya ya," Jaemin duduk sambil tersenyum.

Hilwa hanya melirik sebentar dan mengangguk malas. Ia tidak benci pada Jaemin, tidak. Dia hanya benci hal rusuh, dan dengan tampang Jaemin yang Hilwa akui sangat tampan itu ia sudah bisa memprediksi bahwa kursinya akan ramai dengan orang-orang yang ingin bicara dengan Jaemin setiap hari.

Dan benar saja, setelah pelajaran pertama selesai murid perempuan satu kelas langsung menghampiri Jaemin dan mengajak cowok bersurai coklat itu ngobrol, tertawa cekikikan dan menggeser kursi mereka masing-masing membuat lingkaran di meja Hilwa dan Jaemin.

Bukan hanya itu saja. Selain berisik, penggemar Jaemin yang semakin hari semakin banyak itu selalu membuat sampah. Iya, sampah!

Mereka membuat surat cinta, memberi coklat dan makanan lain. Semua benda itu mereka padati di kolong meja Jaemin, bahkan di kolong meja Hilwa juga karena saking banyaknya.

Suatu hari, Hilwa sudah sangat-sangat muak.

Saat jam istirahat sudah hampir berakhir, Hilwa berniat untuk kembali ke kelas lebih awal.

Matanya terbelalak ketika melihat mejanya terukir besar-besar "Jaemin i luv you" dan tas-nya juga jadi korban corat-coret dengan kata-kata kebencian.

"pindah tempat duduk saja"

"jaemin miliku"

"kau menyusahkan jaemin"

"bocah aneh"

"anak cupu menyusahkan"

Dan beberapa gambar tak pantas dicoret di tasnya menggunakan spidol permanen.

Bel-pun berbunyi dan semua anak lain masuk ke dalam kelas.

Hilwa masih di sana, menahan amarah dan tangisnya yang sudah memuncak. Ia mengepalkan tangannya, mengumpulkan semua emosinya di sana.

Orang-orang menyadari ada yang salah. Mereka ikut mendekat ke kursinya Jaemin dan Hilwa.

"ah, ya ampun apa ini?" Jisung, salah satu teman Jaemin mendekat.

"i-ini pembulian ya? Kasar sekali," Chenle ikut berdiri di sebelah Jisung, ia menutup mulutnya syok lalu melihat kearah Hilwa dengan iba.

"Hilwa, kamu nggak apa-apa ? Tenang kan dirimu. Aku akan cari siapa yang-" Renjun si ketua kelas juga berniat mendekat, namun ucapannya terpotong saat yang punya meja satu lagi datang.

"APA-APAAN INI? SIAPA YANG TEGA NGELAKUIN INI!" bentak Jaemin dengan keras di hadapan orang sekelas.

Jaemin tak pernah sekalipun begitu. Bahkan kalau diingat-ingat, Jaemin tak pernah marah sekalipun, ia selalu ramah dan mengalah.

"GUA PERINGATIN KE KALIAN. YANG MERASA UDAH NGELAKUIN INI, SEKARANG GUA MINTA LO-"

Plak!

Tamparan memotong bentakan Jaemin. Dan tamparan itu dari Hilwa yang akhirnya bersuara.

"berisik!" kecam Hilwa penuh penekanan.

"asal lo tau ya, semenjak lo pindah ke sini dan duduk di sebelah gue, hidup gue gak pernah tenang. Justru lo yang beban buat gue,"

"dan ini... " Hilwa menghampiri mejanya lagi lalu membantingnya hingga semua makanan dan surat-surat di kolong meja keluar semua.

Brakk!

"..ini sampah-sampah lo! Sama nyusahinya kayak lo!"

Puas sudah ia mengutarakan semua kekesalannya selama ini pada Jaemin yang sekarang hanya berdiri pasrah meski sebelah pipinya terasa perih dibekas tamparan. Setelah itu Hilwa mengambil tasnya dan keluar dari kelas.

Hilwa berjalan dengan cepat menuju uks untuk menenangkan diri. Pikirannya terlalu kalut sekarang.

Ia ingin menangis sejadi-jadinya begitu sampai di uks.

---------------

Hari berlalu terasa lambat bagi Hilwa yang sedang berbaring di uks.

Pintu uks terbuka menampilkan sosok Renjun.

Sekarang sudah pukul tiga sore dan kelas berakhir setengah jam yang lalu.

"sore, Bu. Apa murid yang bernama Hilwa masih di sini?" salam Renjun menghampiri Bu Sohye, penjaga uks.

"ada, dia di ranjang pojok. Pas dateng tadi ia nangis kenceng banget gara-gara perutnya keram, Ibu udah kasih obat jadi sekarang dia lagi istirahat." jawab Bu Sohye menunjukkan jalan ke tempat Hilwa berbaring pada Renjun.

"perutnya keram?" tanya Renjun.

"iya, mungkin karna terlalu stres mikirin pelajaran. Tahun depan kan kalian sudah mau lulus, wajar sih," jawab Bu Sohye lagi. Ia membenahi tas di bahunya.

"kamu mau ajak dia pulang'kan Jun? Ibu juga mau pulang, udah sore nih."

"Iya, bu. Hati-hati dijalan, bu," Renjun membungkuk sebelum Bu Sohye keluar dari ruang uks dan dibalas dengan anggukan.

"harusnya kamu nggak perlu repot-repot, Jun. Pulang aja duluan aku bisa urus diri sendiri," Hilwa rupanya sudah bangun. Cewek itu turun dari ranjang dan membawa tasnya.

Renjun menahan tangan Hilwa, "mau kemana?"

"pulang," jawab Hilwa dengan suara parau. Renjun tak bisa membayangkan seberapa lama dia menangis sampai suaranya bisa seserak itu.

"ayo aku anterin, kita bareng," baru saja Hilwa hendak menolak, tapi Renjun sudah menatap lekat matanya lebih dulu hingga Hilwa bungkam.

"ayo aku anterin, kita bareng," baru saja Hilwa hendak menolak, tapi Renjun sudah menatap lekat matanya lebih dulu hingga Hilwa bungkam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"aku nggak nerima penolakan ya."

Renjun menggandeng Hilwa keluar uks.











Bentar bentar..
Niatnya kan gw mau bikin oneshoot, tapi maunya dilanjut part 2 🙈

Tapi tenang guys, ini tetep cerpen kok awokwkwkwk

Feel SpecialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang