p r o l o g

170 28 17
                                    

★»»——>𝕳𝖆𝖕𝖕𝖞 𝕽𝖊𝖆𝖉𝖎𝖓𝖌<——««★

Angin berembus kencang membuat pepohonan yang berdiri tegak menjulang, bergoyang mengikuti irama angin. Cahaya kilat dan gemuruh petir yang bersahut-sahutan mengisi suasana senja sore ini menjadi lebih mencekam. Langit pun sedari tadi masih setia menumpahkan guyuran airnya yang deras menghujam ke bumi tanpa sedikit pun memberikan jeda.

Di bawah atap yang terguyur hujan, seorang gadis meringkuk gemetar menutup telinganya, berusaha untuk tidak mendengarkan suara hujan. Wajahnya pucat pasi, tangannya mengeluarkan keringat dingin, rambutnya acak-acakan, kamarnya berantakan, dan banyak pecahan beling berserakan di lantai. Sesekali ia berteriak ketika bayangan seorang lelaki muncul dalam fatamorgananya.

Tangan gadis itu terulur mengambil gelas yang berada di atas nakas, lalu melemparkannya dengan kencang ke arah cermin sehingga menimbulkan suara khas pecahan kaca yang nyaring.

"PERGI!"

"JANGAN MENDEKAT!"

Pyarrr ....

Ia mengamati sekitar, mencoba mencari sesuatu yang dapat dilemparkannya kembali. Dengan tangan yang bergetar hebat, ia merangkak mendekati pisau yang teronggok di lantai tak jauh darinya lalu melemparkannya ke dinding.

"PERGI!"

"KAK LUVIA!" pekik seorang gadis remaja sambil berlari mendekatinya dan memeluknya. Luvia yang masih berada dalam ketidakstabilannya, berteriak dan meronta mencoba melepaskan diri dari gadis remaja itu.

"LEPASIN! PERGI! JANGAN MENDEKAT!"

"Tenang, Kak, ini Monik," ucapnya lembut membuat Luvia berhenti meronta dan diam mengamati wajah cantik di hadapannya.

"Monik, ini Monika?" tanyanya dibalas anggukan oleh gadis remaja bernama Monika.

"Iya, Kak, ini Monik. Kakak tenang, ya, ada Monik di sini. Monik akan ngelindungin Kakak," lirihnya sambil mengusap lembut surai panjang Luvia dan mengikatnya menjadi satu.

Luvia mulai mengatur napas dan melerai pelukan keduanya, berbarengan dengan hujan deras yang mulai mereda. Digenggamnya telapak tangan lembut milik adiknya sambil tersenyum dan berkata, "maafin Kakak, ya, Monik, Kakak belum bisa ngendaliin diri."

"Nggak papa, Kak, Monik tau, ini pasti berat banget buat Kakak," jawabnya tersenyum, lalu membantu kakaknya duduk di ranjang. Bersamaan dengan itu, seorang wanita paruh baya berkacamata dengan pakaian formal muncul di ambang pintu.

"LUVIA!" pekiknya berjalan memasuki kamar dan mengamati sudut demi sudut ruangan dengan emosi yang tertahan di kepalanya. Atensi tajamnya terhenti pada sang putri sulung yang berpenampilan sangat kacau.

"Berkali-kali Ibu sudah bilang, kamu harusnya masuk ke ruang bawah tanah saat tau akan turun hujan! Lihat! Ini yang terjadi kalau kamu masih nggak nurut sama Ibu! Benda-benda yang kamu pecahin ini nggak murah, Via!" omelnya membuat Luvia tertawa. Gadis itu terdiam sebentar sembari memainkan lidah di dalam mulutnya sebelum akhirnya menatap tajam balik ke arah ibunya.

"Ibu lebih mentingin berapa kerugian yang Ibu alami dari semua ini?! Lalu, apa Ibu pernah berpikir, berapa harga yang harus Ibu bayar atas semua penderitaan yang Luvia alami selama ini?!" Melin bungkam seribu bahasa tak bisa menjawab apa-apa, membuat Luvia tersenyum getir.

"Andai dulu Ibu nggak selingkuh sama laki-laki itu, ini semua nggak akan pernah terjadi!"

.

.

.

.

.

Hai, gimana prolognya? Bikin penasaran, nggak?

Kalau penasaran, pantengin terus ceritanya, ya. Jangan lupa juga vote, komen, share cerita ini, dan follow akun author, ya.

See you.

Magelang, 27 Desember 2021

Salam

Dita Lestari

Jumkat = 455

bougenvilleap_bekasi
AraaaaKyuddd
AulRin_09
LintangPansavialysan

bougenvilleap_bekasi
AraaaaKyuddd
AulRin_09
LintangPansavialysan

Bitter in the Rain (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang