Memakai kemeja putih dengan celana bahan hitam yang warnanya sedikit pudar, Tata menatap kagum pada gedung tinggi di hadapannya yang nyaris menyentuhnya awan. Menurutnya.
Jantungnya berdegub kencang saat langkah yang perlahan ia bawa mulai memasuki area gedung itu. Dan kini, bak bocah sekolah yang sedang tersesat di kawasan elit, Tata melongok ke kiri dan kanan saat para karyawan perusahaan itu berlalu lalang memasuki gedung tersebut.
Rasanya Tata ingin keluar jika saja tak terbebani oleh ancaman pria yang memiliki seringai mesum itu.
Kantor polisi atas tindakan penipuan atau kerja sama saya.
Aufan begitu yakin kalau ancamannya sangat ampuh pada wanita yang saat itu terlihat ketakuta. Dan seperti dugaannya, rencana itu berhasil karena Tata akhirnya berdiri dengan tote bag yang berisi surat lamaran kerja seadanya.
"Mbak?"
Tata menoleh pada pria yang memakai seragam serba hitam.
Sekuriti dengan nametag Rian itu mengernyit saat wanita di hadapannya terlihat kebingungan.
"Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" lanjut Rian sambil terus memperhatikan Tata yang menengok ke kiri dan kanan.
"Pak, s-saya—"
"Mari ikut saya, Mbak."
Rian menuntun langkah Tata ke arah pos jaga untuk bertanya-tanya. Dari penampilannya, ia bisa menebak kalau Tata mungkin saja seseorang yang sedang melamar pekerjaan. Namun, ia sangat yakin kalau tak ada lowongan pekerjaan di perusahaan tempatnya bekerja karena pengumuman besar TAK ADA LOWONGAN KERJA yang tertera di samping pos jaganya masih menempel dan belum diperintahkan untuk dicopot.
"Mbak mau ngelamar kerja?"
Tata tak buru-buru menjawab. Terlihat jelas kegugupan dan raut wajah enggan saat Tata ingin menjawab,"i-iya, Pak."
"Oh, tapi setahu saya belum ada loker, Mbak."
Lalu Rian mengernyit saat wanita itu menghembuskan nafas pelan sambil berujar 'syukurlah' pelamar macam apa yang bereaksi seperti itu.
"Oh, begitu ya, Pak. Kalau begitu terima kasih atas infonya," ujar Tata sambil tersenyum tipis pada sekuriti yang sepertinya memasuki usia 40-an. "Saya permisi, Pak," imbuhnya.
"Oh, iya Mbak."
Namun, semesta bekerja dengan sangat lucu. Saat langkah Tata sudah mulai meninggalkan area perusahaan. Mobil mewah yang baru saja memasuki area gedung tiba-tiba saja berhenti tepat di samping Tata yang refleks mematung dengan firasat buruknya.
Benar saja, firasat buruk itu di dukung dengan kemunculan pria dari balik jendela setir yang saat ini menyeringai ke arah Tata.
Aufan bahkan hampir terkekeh saat melihat Tata yang mundur dua langkah saat ia membuka pintu mobil.
"Halo Baby?" sapa Aufan dan dengan santai mensejajarkan wajah pada wanita yang refleks memeluk totebagnya.
"Pak, katanya nggak ada loker. Jadi saya—"
"Kata siapa?" sela Aufan. "Ada kok, kamu tinggal buka baju—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketuk Di Sini. (Republish)
ChickLitSejak awal Tata sadar keputusan yang ia ambil adalah sebuah kesalahan. Namun, melihat sang putri yang saat itu membutuhkan biaya rumah sakit, membuat Tata menutup mata dengan segala kesalahan yang ada. Tata pikir semua akan baik-baik saja saat tungk...