Aufan berdiri gusar di dekat jendela besar dalam kantornya. Ia merasa bodoh karena horny hanya dengan berdekatan dengan wanita mungil itu. Bagaimana mungkin efeknya bisa seperti ini.
Sebelumnya tak pernah seperti ini!
"Pak?"
Suara itu membuat Aufan kembali menarik nafas pelan dan menoleh pada Tata yang tampak kebingungan di atas sofa.
Tentu saja Tata sekarang memasang wajah bingung. Pasalnya, setelah ia meneriaki nama pria itu dan menepuk bahu tegapnya, Aufan malah terbengong cukup lama hingga membuat Tata harus lebih keras memukul lengan berototnya.
Tanpa menjawab panggilan Tata, Aufan kini menghubungi salah satu pekerjanya untuk mengantar Tata ke tempat yang mungkin akan menjadi lingkungan baru bagi wanita itu.
"Giel, kamu ke ruangan saya sekarang!" perintah Aufan dan tak perlu menunggu jawaban dalam sambungan teleponnya, kini pria tinggi itu kembali memasukkan ponsel ke saku jasnya dan duduk kembali bersama wanita yang ternyata sedang menelisik ruang kerjanya.
Mata Tata terlihat memancarkan kekaguman. Ruangan Aufan memang tak begitu besar, tapi cukup nyaman dan ... mewah. Sangat mewah hanya untuk lingkup kerja. Terlihat dari furniture Erofa serta desain rumit di langit-langit ruangan itu, lalu jangan lupakan jendela besar transparan yang menghadap langit biru serta taman di belakang perusahaan saat kita menjatuhkan pandangan.
Meja marmer berukuran sekitar 2x1 setengah meter serta dua sofa panjang dan single menjadikan ruangan formal itu begitu terlihat elegan dengan lukisan-lukisan estetik yang menempel di tembok bercat abu-abu. Lalu mata Tata memicing saat ada dua pintu lain dalam ruangan itu, pertama pintu berbahan kayu ukiran dan kedua pintu berwarna silver dengan tulisan
_Don't go in, if you want to be safe._
"Itu kamar istirahat saya, kamu mau masuk?"
Tata refleks menoleh pada pria yang kembali duduk di sampingnya meski masih menyisahkan sedikit jarak.
"Nggak, Pak. Makasih," jawab Tata sambil menggeleng cepat.
Aufan terkekeh dan kembali menatap wajah di sampingnya. Tak ada yang berlebihan bahkan ia yakin kalau Tata hanya memakai lipbalm yang menunjukan warna bibir alaminya. Juga sedari tadi Aufan gatal ingin bertanya hal aneh.
Aneh?
Ya, itu menurutnya. Bagaimana bisa wanita dewasa seumuran Tata masih berbau minyak telon dan bedak bayi. Setiap kali Aufan menoleh ke arah Tata bahkan sejak menit pertemuan mereka, wewangian khas itu menyapa indra penciumannya lantas sialnya! Hal itu mampu membuatnya terpikat dan langsung berpikir bagaimana rasanya menelusupkan wajah pada leher putih beraroma bayi itu. Atau, bagaimana rasanya menciumi setiap inci wajah bersih alami yang benar-benar memancing untuk dicumbu.
Oh, ayolah. Bahkan Tata hanya diam dengan keadaan gugup. Duduknya pun begitu tegak dengan lutut yang menempel rapat karena merasa tak nyaman. Jika ada yang terpancing itu bukan karena tingkah Tata.
Salahkan otak selangkangan Aufan yang begitu murahan jika berdekatan dengan Tata.
"Windi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketuk Di Sini. (Republish)
ChickLitSejak awal Tata sadar keputusan yang ia ambil adalah sebuah kesalahan. Namun, melihat sang putri yang saat itu membutuhkan biaya rumah sakit, membuat Tata menutup mata dengan segala kesalahan yang ada. Tata pikir semua akan baik-baik saja saat tungk...