Dengan langkah tergesa-gesa Rindou mencari ruang inap Sanzu, katanya pemuda itu sudah dipindahkan ke ruangan lain. Ekor matanya menatap bangsal rawat inap yang ia lewati, suasana rumah sakit yang agak ramai hari ini, bahkan Rindou juga mendapati satu kantong mayat yang baru saja dibawa polisi entah ke ruangan mana.
Tatkala pupilnya menangkap angka ruangan yang suster sebutkan tadi, Rindou mengetuk pintu beberapa kali kemudian masuk. Ada Ran yang sedang menonton televisi dan Sanzu yang masih terbaring.
"Cepat sekali datangnya" ujar Ran kagum. Kalau menyangkut tentang mereka berdua pasti Rindou bergerak lebih ekstra dari biasanya.
"Bagaimana keadannya?" tanya Rindou khawatir. Ia mendekat, memperhatikan Sanzu yang belum membuka mata, di tariknya kursi yang berada di sana, duduk sambil mengusap pelan punggung tangan sang kekasih.
Ran bangkit, ia menatap Rindou yang tampak begitu cemas dengan keadaan Sanzu.
"Tanyakan saja padanya. Hei, jangan buat adikku menangis karena akting bodohmu" sebelah alis Rindou terangkat naik, ia tidak mengerti apa arti dari ucapan sang kakak.
"Sanzu?" panggil Rindou.
Netra biru terang itu terbuka, melirik Rindou sebentar lalu tertawa kecil.
"Aku tidak tau jika reaksimu akan seperti itu"
"Apa?" tanya Rindou tak terima. Lagi-lagi ia dijebak tingkah jahil kakak dan kekasihnya.
Rindou menghempas tangan yang semula ia beri kehangatan, alisnya menukik tanda tak suka atas perbuatan Sanzu dan Ran, hobi sekali mempermainkan perasaan orang lain.
"Kalian memang bajingan" umpat Rindou sambil menahan amarahnya.
"Oh ayolah, kalau aku tidak berbohong kau akan bersikap biasa saja" ujar Sanzu santai.
"Tidak!" Ran dan Sanzu tersentak karena bentakan Rindou.
"Kau kira aku tidak khawatir saat kalian pergi tanpaku? Kalian kira ini lucu?" emosinya pecah, Rindou sangat tak suka cara mereka bersenang-senang kali ini, padahal dari tadi rasa cemas dan takut terus menghantui dirinya, entah mengapa kali ini Rindou benar-benar takut kehilangan Ran dan Sanzu.
Rindou bangkit, ia mengusap wajah frustasi lalu pergi keluar. Ran dan Sanzu saling bertukar pandang, tidak biasanya Rindou marah seperti ini.
"Kau membuatnya marah" ucap Ran yang memandangi pintu.
"Ini juga idemu" sahut Sanzu.
"Jangan menentang kakak ipar"
"Bangsat"
Keduanya menghela napas panjang, mungkin sikap mereka kali ini memang keterlaluan, padahal Rindou sudah sangat khawatir pada mereka berdua.
"Tapi jika tidak melakukan ini, semuanya tidak berjalan sesuai rencana" sambung Sanzu lagi. Ran melirik pria yang terbaring itu, ia menunduk sembari mengeluarkan senyum kecut.
"Aku tidak tega membiarkannya sendirian" ucap Ran dengan nada ketir.
"Itu lebih baik daripada dia terlibat, ini baru awal kalau tidak sanggup seharusnya kau tidak perlu ikut tadi" surai merah mudanya ia usak kasar, gundah memikirkan keputusan yang penuh dengan resiko buruk.
"Aku lebih suka dia mengumpati nisanku nanti, dari pada menangis dan menyalahkan diri sendiri" perkataan Sanzu ada benarnya. Kali ini keputusan mereka tak melibatkan Rindou dalam tugas, prioritas mereka saat ini adalah untuk menjaganya.
"Kau harus minta maaf pada adikku atau kaki kirimu juga ku buat patah" kata Ran mengingatkan.
"Kalau begitu kau duluan yang minta maaf dan bawa dia kemari, aku masih sulit bergerak. Kau tau kan, kakak ipar" ujarnya dengan nada mengejek di akhir kalimat. Ran berdecak kesal, ingin sekali menghantam pipi Sanzu tapi bisa ia pastikan Rindou akan semakin memusuhinya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finale : Pink Scandal [SanRin Ft.Ran]✔
Fanfiction[Tamat] Spin-off kisah kelanjutan perjalanan Sanzu, Rindou dan Ran dari book sebelumnya yang berjudul "Finale" Kejanggalan sifat Ran dan Sanzu membuat Rindou sulit menaruh rasa percaya pada mereka lagi. Padahal kakak dan kekasihnya itu tak pernah me...