#HIRAP - EPILOGUE

87 18 9
                                    

Bandung, Januari 2021.

Setelah orkestra di Jakarta satu minggu yang lalu sukses meraup banyak keuntungan, kini Serina memberanikan diri membuka pelan engsel pintu rumahnya beberapa tahun belakangan ini. Jemarinya gemetar meragu, bahkan ini hanya di ujung pintu.

Ia termenung di ujung ruangan, meresapi hawa asing di sana. Saat ini, ia tengah berada di sebuah lapas cabang Bandung. Bukan keinginannya untuk datang ke sana, ia hanya menerima undangan.

"Saya dengar anda ingin bertemu dengan saya," ucapnya meragu. Kursi di hadapannya telah terduduki oleh seorang pelaku kriminal.

"Ajak aku bertemu dengannya," jawabnya. Hening, tak ada jawaban. Serina hanya menggeleng dalam diam.

"Anak itu... adalah anakku."

Pria yang menjadi lawan bicaranya itu adalah Rengku, ayah dari mendiang Ragaskara sekaligus lelaki yang pernah menggelayuti kehidupan Serina. Belakangan diketahui Rengku dijatuhi hukuman dua puluh tahun penjara sebab kasus pembunuhan atas putra tirinya, entah apa alasannya.

"Hidup saya sudah tenang, tolong jangan diganggu lagi," pintanya, "dan biarlah saya yang mengurus anak saya sendiri."

Serina meninggalkan luka mendalam bagi Rengku. Memang setelah bertahun-tahun, ia tak pernah mengunjungi mantan tuannya itu. Serina pun melahirkan sang buah hati tanpa dampingan dari sang tuan. Ya, buah hasil hubungan terlarang Serina dan Rengku.

"Karma itu benar-benar nyata, dan kini... aku mendapatkannya," lirihnya.

Baginya, apa yang dicapainya saat ini takkan pernah cukup untuk menggantikan senyuman sang pujangga. Ragaskara Parengkuan, laki-laki itu selalu menghantuinya, membuatnya merasa bersalah dalam setiap langkah di setiap detik kehidupannya.

"Bunda!" Lamunan Serina terpecah oleh teriakan sang putra dari arah pintu.

"Anak Bunda sudah pulang dari tur kampus? Hari ini belajar apa saja di sana?" tanyanya kemudian.

"Keren banget, Bun! Aku kalau sudah kuliah nanti, mau di sana aja biar kayak Bunda!" serunya tak kalah senang dari sang ibunda.

"Oh ya? Kamu ini masih duduk di sekolah menengah, tapi sudah bisa mikir sampai ke sana," balas Serina terkekeh melihat tingkah putra semata wayangnya yang sangat menggemaskan.

"Hehe. Guruku juga memperlihatkan buku alumni kampus itu loh, Bun! Aku sempat ketemu nama Bunda dan ..."

"Dan?" tanya Serina, kini mengalihkan atensinya kepada sang putra yang tiba-tiba saja raut wajahnya berubah bingung.

"Aku menemukan seorang lelaki yang namanya sama persis dengan namaku," jawab sang putra memelan, "Ragaskara Parengkuan, aku jadi penasaran dengannya!"

"Benarkah? Bunda sepertinya jadi ikut penasaran." Serina membalasnya, dengan wajah bingung- tidak, bukan bingung, melainkan wajah penasaran disertai sedikit perubahan pada suasana hatinya. Seolah-olah nama itu menjadi topik utama di pikirannya, yang membuat kedua netra nya bergelinang air.

"Benar Bun! Aku bersungguh-sungguh" Balasnya guna meyakinkan Serina.

"Bun? Bunda mengapa menangis? Apa yang menyebabkan Bunda menangis? Aku... ada salah bicara ya?" Lanjutnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan untuk Bundanya tersebut.

"Tidak ada apa-apa sayang, Bunda baik-baik saja."

"Ragaskara, Bunda sangat menyayangimu. Tetap di sisi Bunda, ya?" Pintanya kepada sang putra, dilanjut dengan ia memeluknya. Erat, begitu erat.

TAMAT

★★★

Sampai bertemu di cerita pendek dan cerita panjang yang telah kubuat.

Selalu beri suara dan tinggalkan komentar untuk setiap chapternya, ya! semoga semuanya selalu mendukungku. Aamiin. 😁❤️

HIRAP (Dawai Duri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang