#HIRAP - BAIT AKHIR

80 18 1
                                    

"Tanggal dua puluh Juni, waktu kematian pukul tiga dini hari. Dinyatakan meninggal sebab penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah jantung."

Seluruh harapan telah pupus, diiringi dengan bunyi layar monitor. Ragaskara telah berhasil menemukan pintu kehidupannya yang terakhir. Duka mendalam menyelimuti setiap sudut ruangan. Tangis kelu pilu pun turut menciptakan atmosfer pedih bagi tim medis; para dokter serta suster.

Oh Tuhan, akankah Kau benar-benar mencabut nyawanya? Menggiring sang pemilik senyum seindah pelangi ini menuju pangkuan-Mu? Bahkan, manusia yang sama sekali tak punya ikatan darah dengannya pun turut menangis.

Selama satu bulan penuh, ia menjalani segala tahapan medis. Alasannya bukan untuk kehidupannya sepuluh tahun kedepan, tapi untuk sebuah catatan yang amat dipikirnya dengan matang untuk sepuluh hari kedepan. Harap-harap ia dapat menyelesaikannya sebelum ajal menjumpai sukmanya.

Nihil, namun Tuhan lebih menyayanginya.

Hari itu, dunia pun turut menangis. Sungguh malang, keluarganya bahkan enggan melihat seakan tubuhnya telah dipenuhi oleh dosa, padahal merekalah yang amat sangat berdosa.

"Saya ingin bertemu dengan Serina, ada?" Lelaki misterius berjas putih itu mengunjungi kediaman Serina di minggu berikutnya. Tercatat dari wajah dan jas yang sedang dikenakannya, ia jelas merupakan seorang dokter. Penampilannya tak begitu rapi, mungkin ia terburu-buru?

"Ya, saya sendiri. Ada yang bisa saya bantu?" jawab Serina.

Tak berselang lama semenjak kedatangan dokter misterius itu bertamu di rumah Serina, isak tangisnya mulai memecah keheningan. "Selamat ulang tahun. Beliau menitip kata-kata tersebut," ucap sang dokter yang belakangan diketahui namanya adalah Yoga.

Jika kalian penasaran, ia merupakan dokter yang menangani perawatan Ragaskara selama bertahun-tahun lamanya. Dokter yang ditempati Ragaskara 'tuk menitip segala kecemasannya selama mengidap penyakit berbahaya ini. Dokter yang sudah sukses dan mapan di usia mudanya.

Sementara Serina, jangan ditanya keadaannya. Ia bahkan tak acuh lagi pada tamunya, berlari menerobos derai hujan adalah satu-satunya jalan. Perasaan sedih dan kecewa tercampur dalam diri Serina saat ini.

Menapaki aspal yang telah dan sedang dibasahi oleh jutaan rintik hujan, kini ia mulai meraung pilu. Meremas kertas yang katanya menjadi hadiah ulang tahunnya, membayangkan wajah sang mantan kekasih serta senyum bak pelanginya itu. Dramatis memang, tapi inilah yang sedang terjadi.

Serina, aku jatuh cinta pada bening netra yang kamu miliki. Tempat kutemukan miniatur taman surga. Canda tawamu, senyumanmu, dan eloknya parasmu membuat tempo jantung ini tak lagi terkendali di saat mengingat-

Ia membenci fakta bahwa semestanya telah pergi menjejak tulisan-tulisan penuh makna serta duka dari pena yang dijatuhkannya malam itu.

Seperti gurauan Ragaskara sebelumnya, "Bagaimana jika belum sampai aku di bait terakhir, lantas Tuhan malah memanggilku?"

Ia benar-benar tak menyelesaikan apa yang telah ia mulai, sederet tulisan dalam secarik kertas bergaris rapi untuk Serina.

★★★

SELAMAT MEMBACA

Sampai bertemu di chapter berikutnya.
Selalu beri suara dan tinggalkan komentar untuk setiap chapternya, ya! semoga semuanya selalu mendukungku. Aamiin. 😁❤️

HIRAP (Dawai Duri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang