2. Real Dream

140 16 2
                                    

"Whatever our souls are made of, his and mine are the same"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Whatever our souls are made of, his and mine are the same"

- Emily Brontë -

🍁

Aku membuka sepatu ber-heels runcing yang ku kenakan dengan asal, melemparnya entah kemana. Lalu ku copot bolero yang ku kenakan untuk menutupi bagian dress ku yang agak terbuka, sebelum aku jatuh terduduk di sofa.

"Kau baik-baik saja?" Pemuda itu bertanya, wajahnya tampak khawatir.

Si keparat Park Jimin. Untuk apa dia muncul setelah bertahun-tahun menghilang? 7 tahun tanpa kabar berita setelah kami lulus sekolah menengah. Hari ini dia muncul di reuni begitu saja.

"Kenapa kau menghilang?" Aku bertanya

"Kenapa kau pergi dan tidak pernah memberi kabar??"

Ada rasa penasaran yang aku rasakan pada kepergiannya yang tanpa pesan maupun kabar selama bertahun-tahun.

"Kenapa? "  Dia bertanya dengan mata yang menggoda, dia selalu seperti itu. Sok tampan!

"Apa kau rindu padaku??"

Hah?? Rindu??? Gila! Aku tidak rindu pada cecunguk sepertinya, otakku berfikir seperti itu. Tapi jauh di dalam hati kecilku, aku membenarkan pertanyaannya.

"Apa kau tidak rindu padaku?" Aku balik bertanya, kali ini aku bergerak mendekatinya, entah untuk apa aku naik keatas pangkuannya.

Aroma parfumnya yang menyenangkan untuk dihirup membuatku tidak tahan untuk menempel ditubuhnya, menghirup bagian leher pria itu tanpa permisi.

Jimin berusaha menyingkirkanku, tangannya sedikit menahan bagian tubuhku yang kini bergeliat diatas pangkuannya. Aku tidak mengerti kenapa aku melakukannya. Aku pasti sudah hilang akal!

"Kau sungguh tidak rindu?" Aku berbisik di telinganya, aku mengigit sedikit bagian cuping telinganya hingga Jimin mengeram menahan geli atau kesal. Entahlah.

"Untuk apa kau tiba-tiba muncul di acara ini, eoh? Kau pasti mendengar Kyung-hee mantan kekasihmu akan segera menikah, eoh?" Aku bertanya.

Kepalaku masih tergeletak di bahu dan celah leher Jimin yang harum.

"Aku rindu padamu." Ucap Jimin.

Tubuhku segera refleks bangkit untuk menatap langsung matanya. Aku tidak suka dia berkata seperti itu setalah lama kami tidak bertemu. Itu memuakkan untuk didengar bahkan saat aku sedang mabuk seperti saat ini.

Kami saling menatap. Matanya yang sipit, hidungnya yang mancung, dengan tulang rahang yang lebih tegas dari yang ku ingat dulu. Lalu bibirnya yang kemerahan membuatku mengingat masa dimana dia mencuri ciuman pertamaku dulu.

TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang