7. Jebakan Pertama

1 1 0
                                    

Setelah menyelesaikan urusannya kepada PT. Wanfana Group, pada malam harinya ternyata Lia masih terngiang-ngiang dengan perkataan salah satu wartawan yang mewawancarainya tadi pagi yang membahas soal dirinya yang terlibat dalam kasus kecelakaan/pembunuhannya Adit. 

Sedikit penjelasan tentang kasus kecelakaan/pembunuhannya Adit, pada 5 hari setelah terjadinya insiden malang yang menimpa Adit tersebut, Ibu angkat dan Ibu kandungnya Adit pun langsung mengajukan laporan kasus ini ke pihak yang berwajib dan polisi pun langsung bergegas menuju TKP lalu memeriksa tempat itu. Pada saat itu juga, polisi berhasil melacak identitas pemilik mobil yang menabrak Adit, ternyata mobil tersebut milik seorang direktur dari perusahaan PT. Adikarma yaitu bapak Adi Aryamahardika, yang tak lain dan tak bukan adalah Ayah dari Liana Yuli. 

Polisi pun langsung memeriksa ayahnya Lia beserta mobil sebagai barang bukti, ternyata yang mengendarai mobil tersebut pada saat terjadinya kecelakaan itu adalah Lia, namun ia langsung pura-pura tidak tau apa-apa tentang kecelakaan itu, tapi polisi lebih pintar dan tidak mungkin bisa dibohongi. Lia dan ayahnya pun langsung dibawa ke kantor untuk dimintai keterangan lebih lanjut. 

Dan 5 hari kemudian, Lia dan ayahnya pun dibebaskan dari tuntutan tersebut karena terbukti tidak bersalah, namun ibu angkat dan kandungnya Adit tidak terima karena merasa itu tidak adil bagi seorang Adit. Kenapa bisa begitu? Karena ayahnya Lia sudah mensogok aparat yang terlibat dalam penyelidikan kasus ini dan akhirnya kasus ini pun ditutup untuk selama-lamanya tanpa alasan yang jelas. 

"Ayah sudah menyogok aparat untuk menutup kasus itu pada waktu itu, tapi kenapa kasus itu dibuka lagi setelah sekian lama tidak terdengar?" ujar Lia yang bertanya-tanya dalam hati. 

Pada saat itu, tepat pukul 7 malam, Lia pun akhirnya membuka HPnya dan menghubungi  seseorang. 

"Halo, mi, kita harus ketemuan sekarang ditempat biasa kita nongkrong waktu SMK! Ajak juga teman-teman kita yang lainnya, ok!" 

Setelah itu, Lia pun bersiap untuk pergi menemui seseorang disebuah tempat. Namun saat sudah beranjak pergi, tiba-tiba ada seseorang yang membunyikan bel rumahnya. 

Ting...tung... 

Ting...tung... 

Krrriieeet...

"Selamat malam, dengan Ibu Lia?" sapa ramah seorang laki-laki berjas hitam dengan kumis yang cukup tebal. 

"Iya saya sendiri, Pak, ada apa ya? Dan bapak ini siapa?" tanya Lia. 

"Oh, perkenalkan, saya Budi dari PT. Wanfana Group, saya diutus oleh pak Irwan untuk membicarakan hal penting terkait project yang ingin ibu Lia dan pak Irwan rencanakan. Kita bisa mengobrol tentang hal tersebut di Wanfana Cafe saja, bu. Bagaimana? Apa ibu ada waktu untuk membicarakan hal ini?" jelas seseorang itu yang ternyata berasal dari PT. Wanfana Group. 

"Oh, begitu ya? Sebenarnya saya ada rencana lain, tapi karena ini terkait dengan Wanfana Group ya sudah, kita pergi sekarang" akhirnya Lia pun mau untuk diajak pergi ke Wanfana Cafe untuk membicarakan project kerjasama antara PT. Wanfana Group dengan PT. Adikarma. 

Sesampainya disana dan langsung memesan minuman, mereka pun memulai perbincangan. 

"O ya, saya ingin bertanya satu hal sama anda. Kenapa tidak langsung saja saya membicarakan hal ini kepada pak Irwan? Kenapa dia mesti mengutus anda?" tanya Lia yang sedikit curiga dengan Lelaki itu. 

"Karena pak Irwan sedang ada pertemuan dadakan dengan partner bisnisnya yang lain diluar kota, sehingga beliau mengutus saya untuk menemui ibu Lia karena ini sangat penting" jawaban dari Lelaki itu membuat Lia akhirnya lega ditambah lagi Lelaki itu sedari tadi sedang menggunakan kalung ID Card PT. Wanfana Group sehingga membuat Lia tambah percaya terhadap lelaki itu. 

"Baiklah kalau begitu, langsung saja, apa yang ingin anda sampaikan?" 

"Jadi begini, bu, bicara soal project yang dijalani kita saat ini, kita baru saja mendapatkan kabar buruk. Bahwasannya tanah yang kita jadikan sebagai project nanti itu mengalami kendala dimana tanah tersebut tidak mau dijual oleh sang pemilik, karena pemilik beralasan ingin menggunakan tanah tersebut untuk membangun tempat usaha yang lain" 

"Wah, gawat kalau seperti itu, soalnya tanah itu sangat strategis untuk project ini, dan itu sangat langka untuk kita ambil ditempat lain" 

"Iya, bu, dan kami sudah berusaha untuk membeli tanah tersebut dengan harga yang melebihi harga aslinya, namun keegoisan sang pemilik masih tidak bisa kami tembus" 

"Jadi, bagaimana? Apa kita harus cari tanah ditempat lain?" 

Disaat obrolan itu semakin panjang, datanglah seorang pelayan cafe dengan membawa 2 minuman di atas nampan yang dipesan oleh Lia dan Lelaki itu sejak awal mereka datang ke cafe tersebut. 

"Ini minumannya, pak, bu, silahkan, selamat menikmati!" kata pelayan dengan ramah setelah meletakkan 2 minuman tersebut ke atas meja lalu pergi. 

"Terima kasih ya, pelayan" 

"Eht, sebelum kita ngobrol lagi, kita minum dulu ya, bu" 

"Ya" Lia dan Lelaki tersebut langsung mengambil minuman mereka masing-masing dan meminumnya. 

Setelah mereka meminum minuman mereka, mereka pun melanjutkan perbincangan mereka. 

"Jadi, kita lanjutkan ya, bu, soal kita cari tanah lain sebagai pengganti, itu sangat sulit. Karena mungkin jarang ada tanah di palembang ini yang strategis seperti tanah yang kita incar ini" 

"Kalau begitu begini saja, kita ancam saja sang pemilik untuk menjual tanah itu secepatnya. Biar dia tau, siapa yang dia hadapi saat ini" 

Disaat obrolan itu berlangsung, tiba-tiba saja Lia merasa kepalanya mulai pusing perlahan-lahan namun hanya sedikit tapi itu membuat ia memegang kepalanya. 

"Eht, bu, ibu baik-baik saja?" 

"Eht, gak papa gak papa, cuma tiba-tiba kepala saya pusing, kenapa ya?" 

"Maaf, bu, kalau saya boleh saran, lebih baik ibu pulang dan beristirahat dulu dirumah. Soal project ini ibu jangan khawatir, kami dan pak Irwan akan berusaha semaksimal mungkin untuk permasalahan ini" jelas lelaki itu. 

"Ya, terima kasih atas pengertiannya, kalau begitu saya permisi dulu, selamat malam" Lia pun bergegas pergi untuk pulang kerumahnya. 

Namun saat ia menuju mobil pribadinya yang berada di parkiran cafe tersebut, tiba-tiba penglihatannya berkunang-kunang dan kepalanya yang sedikit pusing tiba-tiba benar-benar pusing seperti berputar-putar. 

Gubbbbrrrraaaakkk... 

Belumlah sampai ke mobilnya, Lia pun akhirnya ambruk dan jatuh pingsan. 

Lelaki utusan dari Irwan tadi yang melihat Lia ambruk pun langsung bergegas menuju Lia yang sudah tak sadarkan diri. 

"Bu, bu Lia, ibu kenapa? Bu, bu, bangun bu, ibu kenapa?" disaat ia sudah berusaha membangunkan Lia dari pingsannya namun tak berhasil, lelaki itu pun merubah ekspresinya yang awalnya khawatir menjadi tersenyum bahagia. 

Ia pun langsung menelpon seseorang. 

"Halo, pak, saya sudah berhasil menjalankan rencana yang bapak berikan. ibu Lia pingsan saat ini, apa perintah selanjutnya?" 

"Bagus, selanjutnya bawa ibu Lia ke apartemen saya! Nanti saya share lokasinya" 

"Baik, pak" setelah menelpon seseorang itu, lelaki itu pun membawa Lia dengan menggunakan mobil pribadinya Lia. 

Bersambung... 

Hati Yang TersakitiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang