♧ 001 :: AWAL KISAH ♧

4 1 0
                                    

Jatuh cinta. Kata orang ini ketika bertemu dengan salah satu makhluk tuhan yang begitu memikat hati. Ketika dipandang, hati akan berdebar tidak karuan. Menciptakan sensasi menggelitik yang menyenangkan. Tak jarang memicu halusinasi berlebihan. Berandai-andai membangun maghligai cinta di surga, hingga tak sadar hal itu bisa saja menghancurkan cita-cita. Orang pandai bisa bodoh hanya karena cinta. Sungguh drama klasik anak muda.

Kata orang, jatuh cinta adalah hal yang lumrah terjadi di usia remaja. Fase pergantian anak-anak menuju dewasa ini cenderung dikaitkan dengan ketertarikan terhadap lawan jenis untuk kali pertama. Mereka yang telah paham mengenai pasangan hidup akan berlomba-lomba menyatakan perasaannya kepada orang yang dinggap membawa euphoria tertentu.

Berbunga-bunga pada awalnya, kemudian menangis kecewa ketika sudah tak berguna. Itulah nilai minus dari hubungan asmara remaja. Terlalu berani bermain-main tanpa peduli risiko bila salah langkah. Jika sudah kejadian seperti ini ingin menyalahkan siapa? Apa malah tidak berimbas gila?

Itu pula yang sedari dulu membuat Wulan tak begitu tertarik dengan 'romansa cinta remaja'. Baginya itu terlalu buang-buang tenaga untuk dilakukan. Dia lebih memilih membaca tumpukan buku ensiklopedia dibanding kencan buta. Memang membosankan tapi begitu adanya.

Anggapan tak pantas jatuh cinta juga turut menyeret jauh keinginan menjalin asmara. Wulan merasa dia tak seberuntung itu untuk jatuh cinta dengan pangeran berkuda putih lalu membangun kisah seindah negeri dongeng. Dia hanya anak dari kasta terendah dan terlahir dari seorang rendahan pula. Dia hanya sadar diri sadar posisi. Tak sepatutnya ia bebas menjalani hidup seperti anak kebanyakan. Dia memikul tanggung jawab yang besar. Fakta bahwa kini ia menjadi tulang punggung keluarga setelah kematian sang ayah membuat pribadinya sedikit keras.

Apalagi ia merasa aneh selepas bertemu kakak tingkat di acara amal kampus. Wulan merasa hatinya digelitik oleh sesuatu yang menyenangkan. Namun, berusaha ia tampik. Sekali lagi, Wulan teramat sadar diri dia siapa. Mencintai seseorang yang memiliki kasta jauh di atasnya membuat ngilu seketika.

Haidar, begitu Wulan mengenal namanya. Dua tahun mengenyam pendidikan di kampus negeri ini baru ia ketahui ada mahasiswa bernama Haidar yang memiliki ketampanan laksana dewa yunani. Bukan masalah tampan tidaknya, Wulan jatuh cinta kepada sikap tak membeda-bedakan pria itu. Meski orang berada, Haidar mau mengikuti acara amal dengan membagi sembako untuk orang-orang tidak mampu. Bahkan Haidar rela turun langsung ke lokasi. Berpanas-panasan hanya demi mengulurkan se-plastik sembako kepada mereka yang membutuhkan. Wulan yakin, sifat seperti ini jarang dimiliki seorang tuan muda kaya raya.

"Permisi, kamu benar Wulan Sasmitha dari Fakultas Ilmu Budaya 'kan?" Wulan mendongak, acara makannya harus terhenti ketika seseorang memanggil namanya. Dia Haidar. Untuk apa laki-laki itu ke mari? Seingat Wulan dia tak terlalu dekat dengan pria itu.

Wulan mengangguk. "Boleh duduk?" tanyanya lagi. Sekali lagi Wulan hanya mengangguk. Dia tak cukup kuat untuk berkata-kata. Bayangkan orang yang selama beberapa bulan terakhir ini mengganggu tidurmu tiba-tiba menghampirimu. Wulan ingin pingsan saja rasanya.

"Oh iya, saya Haidar dari kedokteran. Saya juga tergabung di klub amal yang sama denganmu. Nah, maksud saya ke sini, saya ingin mengembalikan buku catatan milikmu. Sepertinya terjatuh saat acara amal kemarin. Sebelumnya maaf karena sudah lancang membuka buku kamu meski hanya sampul depan saja. Itu untuk mencari identitas pemilik saja kok, tidak ada maksud lain," jelasnya panjang lebar.

Wulan melirik sebuah buku bersampul biru dengan corak Doraemon itu. Ya, itu buku miliknya. Dengan tangan menahan gemetar Wulan meraih buku yang tergeletak di atas meja itu. Sedikit gugup ketika Haidar yang duduk di depannya mengulas senyum tipis. "Terima kasih, Kak," ujarnya singkat.

RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang