Bohong. Ibu adalah pembohong ulung bagi Wulan. Baru kemarin ibu berjanji akan terus bersama Wulan. Baru kemarin ibu tersenyum kembali. Baru kemarin mereka bercanda tawa. Lalu apa? Semua itu bohong. Ibu mengingkari janjinya untuk terus bersama Wulan. Menemani hari-hari gadis itu yang sedikit lesu semenjak dua puluh lalu. Kepergian bapak ke surga memang memukul telak kedua wanita itu. Sekuat apa pun mencoba menahan, bila Tuhan sudah berkehendak maka tak seorang pun bisa menentangnya.
Omong kosong, perkataan ibu kemarin tak bisa ia pegang. Ungkapan akan terus bahagia bersamanya nyatanya hanya bualan semata. Ibu malah pergi menyusul bapak. Tak ada yang lebih menyedihkan dari apa pun kecuali ditinggalkan kembali.
Bagai dihantam palu kala Bu Salamah—tetangga sebelah rumah—menelepon dengan suara bergetar dan sekali-dua isakan lolos dari bibirnya. Mengatakan dengan tersendat-sendat bahwa ia menemukan Ibu terbaring tak sadarkan diri di depan pintu kamar mandi. Wulan yang saat itu tengah membereskan piring-piring lantas mengambil langkah seribu tanpa pamit kepada atasan. Tak ia pedulikan lagi konsekuensi yang didapat akibat meninggalkan pekerjaanya yang belum usai. Bagaimanapun Ibu adalah prioritas utamanya.
Dengan terburu ia berlari menuju pangkalan ojek terdekat. Wajahnya terlihat memerah dengan pipi basah dialiri air mata. Sekitar dua puluh menit berjalan, mereka telah sampai di persimpangan jalan menuju desanya. Pengemudi ojek itu tiba-tiba memberhentikan motornya.
“Wah, Mbak, kalau ke desa Mekar Arum saya ngga berani nganter sampai sana. Jalannya sudah rusak parah dan licin, apalagi melewati hutan rimbun begitu di waktu begini. Maaf, ya, Mbak, saya cuma bisa mengantar sampai di sini. Sebagai gantinya Mbak boleh bayar setengah harga,” ucap tukang ojek tersebut.
Memang keadaan waktu itu sore menjelang magrib ditambah rintik hujan dan kabut tipis. Wajar orang luar tak berani masuk ke desa Mekar Arum karena selain keadaan jalan yang rusak parah, hutan yang cukup rimbun di sekeliling jalan penghubung antara desa dengan jalan besar mampu membuat bulu roma naik seketika, sehingga ketika waktu menjelang gelap tak sedikit yang memilih putar balik atau mengantar hanya sampai jalan masuk saja. Jadi, mendengar perkataan tukang ojek yang ia sewa jasanya tak membuat Wulan kaget. Hal ini terlampau biasa, tapi ia sangat membutuhkan jasa tukang ojek tersebut agar sampai lebih awal.
“Tapi, Mas, ibu saya lagi sakit. Saya harus cepat-cepat sampai di rumah. Nanti saya bayar tiga kali lipat ongkosnya,” bujuk Wulan.
“Maaf, Mbak, saya tidak bisa,” tolak si tukang ojek itu, maka dengan berat hati Wulan turun dari motor. Menyerahkan uang dua puluh ribu rupiah kepada tukang ojek tersebut dan tanpa mengindahkan panggilan si tukang ojek untuk menunggu uang kembalian, Wulan memacu langkah ke jalan beton yang rusak itu.
Tidak ia pedulikan perkataan orang-orang yang mengatakan hutan penghubung desa Mekar Arum dengan jalan besar menuju perkotaan terkenal angker. Banyak makhluk tak kasat mata yang berseliweran di sana manakala waktu magrib sampai subuh. Tak sedikit pula yang mengatakan bahwa ketika malam menyapa jalan di hutan itu akan membingungkan, berkelok-kelok dan selalu mengarah ke tempat semula. Namun, itu semua tak membuatnya takut. Dia lahir dan tumbuh di desa Mekar Arum, ini adalah wilayahnya. Jadi, keseraman hutan itu tak membuatnya takut.
Azan magrib mengudara di langit desa Mekar Arum. Gerimis kecil itu kian membesar volumenya, tetapi tak sampai sederas hujan. Tubuh Wulan telah basah oleh air kala ia melihat nyala lampu di gerbang masuk desa. Mendekati gerbang tersebut, Wulan semakin memperbesar laju larinya. Jujur saja, perasaannya diliputi resah sedari tadi. Air matanya pun masih terlihat mengalir, meski kehadirannya sedikit tersamarkan oleh adanya gerimis.
Dua rumah lagi yang harus dilewati untuk sampai di rumahnya. Namun, debaran jantungnya kian menggila. Napasnya tersengal entah oleh larinya atau bentuk nyata dari hatinya yang terasa diremat kuat. Satu rumah lagi, dan dari sana ia dapat melihat beberapa warga berkumpul di sana. Rumahnya pun tampak ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu
Romance[17+] [DRAMA ROMANCE] Hanya mengisahkan sepenggal kerinduan insan Tuhan. Wulan merindukan cintanya yang telah pergi. Haidar yang merindukan sosok manis dengan pelukan hangat di rumah, serta Akta yang merindukan kedatangan superhero-nya untuk pertama...