4. Lari

1.1K 208 48
                                    

Arena mengerjapkan matanya perlahan, merasakan cahaya remang masuk retina matanya. Dia yakin kalau sekarang tengah berada di mes tempat kerjanya. Oh dia juga baru ingat kalau tadi dirinya pingsan karena merasakan pening hebat di kepalanya, halusinasi tadi memang membuatnya repot.

"Bisa-bisanya gua halusinasi sampe nembus dunia lain." Gumam Arena terkekeh kecil, jika Tesa tahu mungkin dia sudah di anggap gila.

"Bangun! Gua tau lo udah sadar." Suara berat itu terdengar kembali, tubuhnya menegang kaku pun lidahnya kelu.

Deg. Suara ini kenapa sekarang terdengar lagi? Ragu-ragu Arena mengedarkan pandangannya mencari sosok yang barusan bicara.

Dia tertawa sumbang. "Ternyata halusinasi gue ini masih belum berakhir." Kekehnya terbangun dari tidurannya.

Apa ada yang bisa jelasin dirinya kenapa? Dirinya tak percaya dengan hal berbaur fantasi apalagi soal halusinasi gak jelas seperti ini, lantas kenapa sekarang terasa berbeda? Tubuhnya secara nyata berada di tempat ini.

"Lo jangan nyusahin gua! Udah baik gua jagain di sini dan malah acuhin gua." Cibir lelaki itu kesal.

Arena melirik. "Gak ada yang nyuruh lo jagain gue." Jawabnya seraya menggaruk kepalanya gugup. Kebiasaan mutlak jika dirinya merasa gugup pasti akan menggaruk kepala.

"Kenapa gue masih ada di sini? Apa syutingnya belum selesai? Gue dapat peran apa dan kenapa gak ada yang minta persetujuan sama gue sama sekali?" Tanyanya menatap pemuda itu keheranan.

"Jangan banyak bercanda dan cepet abisin makanan lo!" Arena mengerjap mendengar sentakan keras lelaki itu. Apa-apaan dia kenapa marah sekali padahal dia bertanya baik-baik.

"Gak usah teriak juga kuping gue jadi sakit," Decaknya mengusap telinganya yang berdengung.

"Ngomong-ngomong nama lo siapa? Sepertinya kita tidak saling mengenal?"

Ethan itu menghela nafas kesal, hari ini mood nya sungguh buruk di tambah melihat kelakuan setan perempuan di depannya. Sudah di tegaskan dia benci dengan perempuan ini tapi pak guru kekeh menyuruh menjaganya, mungkin karena notabenenya seorang kakak? Cuih! Dia bahkan tidak sudi mengakuinya.

BRAKK..

Lelaki itu malah menendang kursi cukup keras sehingga membuat Arena  kembali terkejut, yang benar saja kenapa di sini seperti menguji jantung? Orang-orangnya tidak ramah dan suka berbicara keras, Arena sangat tidak nyaman dengan semua ini.

"Sebenarnya mereka kenapa? Dan gue juga ngapain ada di sini?" Gumamnya kala melihat lelaki itu mencelos pergi dari ruangan.

Arena termenung melihat makanan di atas nakas jangankan untuk memakannya di liriknya pun terasa kenyang. Yang di pikirkan adalah nasibnya saat ini, apa benar dirinya mengalami hal berbaur fantasi? Sungguh? Matanya terpejam memikirkan sesuatu. "Apa gue harus percaya kalau ini transmigrasi?" Gumamnya lagi.

Tetiba telinganya berdengung melengking, kepalanya berkunang-kunang dan tubuhnya terasa melayang. Apa ini efek cinta yang sering orang katakan? Sialan! Kenapa rasanya menyakitkan. Kepala Arena serasa abis di blender, sangat pusing dan berdenyut bercampur dengan ingatan aneh yang menyatu di otaknya.

"Ingatan siapa ini? Perasaan gue gak pernah bucin sampe kayak gini!?" Gumamnya memukul kepala pelan. menutup matanya melihat kejadian yang mendadak muncul di kepalanya. Cukup lama hingga ia tersadar dan merasakan kegelisahan. "Apa-apaan ini? Ingatan ini asing, kayaknya gue gak pernah ngalamin hal begini sebelumnya."

Matanya menatap sekeliling di lihat dari segi manapun sekarang dunianya memang berbeda, apa mungkin benar dirinya mengalami transmigrasi? "Setan! Dosa apa gue ngalamin kejadian horor kayak begini?!"

PRIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang