6. Keluarga setan

1.1K 218 21
                                    

Arena menghela nafas berat kala semalam dirinya berpikir keras untuk menentukan nasibnya, menyusun rencana untuk kedepannya serta bagaimana caranya bertahan hidup di dunia ini. Kini Arena mengetahui seluk-beluk dunianya sekarang. Menjadi antagonis yang banyak di benci orang termasuk keluarganya, sungguh klasik.

Namun hal yang Arena kurang  mengerti adalah kenapa dia sangat banyak di benci? Tidak mungkin karena menganggu kisah romansa antara Vernon dan Elina kan? Ayolah itu hanya akan timbul masalah di kehidupan mereka bertiga bukan keluarganya. "Apa karena nyokap cewek ini meninggal pas ngelahirin?" Gumamnya berpikir.

Dia menggeleng. "Tapi dari ingatannya mereka gak pernah mempersalahkan soal ini atau mungkin ada alasan lain yang gak gue ketahui?"

Tak mau berlama-lama pusing Arena memilih untuk berangkat sekolah. Mulai hari ini tidak ada lagi drama nebeng sana-sini, naik kendaraan umum lebih nyaman dan tenang daripada harus bersama kedua saudaranya itu, shit memikirkannya saja sudah membuatnya sakit kepala.

Setelah bus umumnya datang Arena memasuki busnya dan duduk di paling ujung dekat jendela. Di pasangnya earphone lalu memutar lagu favoritnya.

Di sisi lain semua orang di rumah tengah ribut karena orang yang di tunggu belum juga datang. Padahal sudah hampir jam tujuh tapi orang itu masih belum turun.

"Aliva mana? Kenapa lama banget turunnya gue udah lapar." Ucap Darnel kesal.

"Sabar kak, bentar lagi kak Aliva turun kok mungkin sekarang dia lagi siap-siap." Jawab Elina terkekeh geli melihat kakaknya uring-uringan.

Alvin menghela nafas berat. "Bi Asti panggil Aliva cepat turun!" Titahnya kepada Asti.

Asti menghampiri mereka. "Maaf tuan, non Aliva udah berangkat dari tadi."  Semua orang tergelak termasuk Alvin, apa-apaan ini tak biasanya dia langsung nyelonong pergi begitu saja tanpa drama dulu.

"Kalau tau gitu kagak bakalan gue lama-lama nungguin dia." Decak Darnel marah.

"Udah lama berangkatnya bi?" Tanya Elina.

"Udah non mungkin sekitar jam setengah enam." Jawab Asti. Elina mengangguk sebagai jawaban.

"Tumben adem, biasanya tuh orang ribut dulu kalau mau sekolah." Darnel mendumel kesal.

"Urusan Aliva biar gue aja yang beresin," Kini sang kakak tetua mengeluarkan suaranya, menoleh kearah papahnya.

"Ekhm! Elina nanti pulang sekolah papah jemput ya." Ucap Alvin mendadak gugup.

Elina mengangguk senang. "Iya pah, sama kak Aliva ya." Jawabnya tersenyum manis.

"Kamu aja sendiri, nanti Aliva pulang bareng Ethan." Jawab Alvin tegas.

"Gue gak mau pulang bareng cewek sialan itu." Ucap Ethan meninggalkan ruangan, tanpa menyentuh makanan sedikitpun.

"Kalau udah bahas Aliva pasti muram dah suasana makan, kesel gua lama-lama!" gerutu Darnel menyusul Ethan. "Elina, kakak tunggu di parkiran." Ucapnya.

"Pah, Elina berangkat dulu ya." Ucap Elina pamitan kepada Alvin.

Kini hanya Alvin yang tersisa, tangannya sudah mengepal erat lagi-lagi ini semua menyangkut Aliva. Dia heran kenapa keadaan keluarganya jadi terpecah seperti ini? Dahulu mereka sangat harmonis tapi kenapa sekarang suasananya jadi berubah? Kadang Alvin berpikir apa dirinya terlalu salah kalau membenci anaknya sendiri yaitu Aliva? Tapi bagaimanapun juga semua permasalahan di keluarganya gadis itu penyebabnya.

Mulai dari nama baik perusahaannya yang tercoreng, istrinya meninggal, kedua putranya yang menatapnya seolah musuh bebuyutan, semua itu terjadi karena gadis itu! Memikirkan konspirasi ini sungguh membuatnya hampir gila belum lagi masalah di kantor yang tiap harinya selalu menumpuk. Mungkin sebotol vodka bisa mengatasinya.

PRIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang