Akhirnya

37 0 0
                                    

Ketika orang-orang mulai mengetahui kisah pilu masa lalunya, harusnya rasa malu, frustasi & depresi akan menggeluti seisi tubuhnya. Namun entah kenapa dia terlihat tidak punya beban.

Tentu paparazzi makin menggila, media tv & elektronik tidak berhenti berspekulasi. Tapi anehnya dia tidak perduli.
Mungkin karena mentalnya sudah terasah dengan kerasnya dunia entertainment ini?

~~~~~~~~~~~~~~~


Di sebuah kabin, didepannya terhampar danau jernih dan tenang, diatasnya berdiri pegunungan berselimutkan salju menambah keelokan sepanjang mata memandang. Aksesnya yang sulit menjadikan tempat itu sangat cocok sebagai rumah persembunyian.

Duduklah dua wanita diterasnya dengan berselimut kain rajut berwarna krem. Paras mereka tak kalah dengan panorama itu.

"Tidak pernah terbayangkan kalau keindahan ini nyata", Ucap Alice seraya memperkuat dekapannya ke lengan Gia, "apalagi bersama kamu" Lanjutnya
sambil membetulkan posisi kepalanya yang bersender dipundak Gia.

"Begitupun aku, ini adalah mimpi yang akhirnya menjadi kenyataan" balas Gia dengan tersenyum yang kemudian ia juga menyenderkan kepalanya ke rambut Alice yang kini di baluti warna cokelat gelap.

Mereka diam cukup lama diatas kursi sofa kayu panjang warna abu coklat senada dengan kabin, menikmati sajian mata yang tak akan pernah dijumpa di ibukota. Suara burung-burung kecil ikut menyemaraki instrumen alam pagi itu.

Ben, kakak mereka yang lebih tua 10 tahun kemudian ikut menemani, dengan membawa secangkir teh di tangan kanannya dari dalam kabin yang beraksen kayu dan batu lokal, sehingga tampak sepadan dengan lingkungan sekitar. Dia lalu duduk disamping Gia dengan merangkulkan tangan kirinya memeluk pundak Gia beserta kepala Alice yang sedari tadi bertengger di pundak Gia.

"Aku tidak ingin merusak momen ini, tapi," Ben menghela nafas panjang, "Apakah kamu tahu ayah akan segera kembali dari pengasingannya?" ucap Ben, kemudian menyeruput tehnya.

"Aku tahu" Jawab Gia lemah.

"Jadi? Bagaimana dengan ibu? Aku dengar, dia menelfonmu" Lanjut Ben, seraya memandang kejauhan.

Sedikit mendecak, mengingat masa lalu suram dan membuat ia sempat mengusir kedua orangtua dari kehidupannya.
"aku juga akan berdamai dengannya" jawab Gia.

Mendengar hal itu, pandangan Ben langsung terarah ke Gia. Lelaki bertubuh tinggi, jauh melebihi adik-adiknya, & kekar berambut pirang bergaya crew cut dan berjanggut stubble itu menatap sendu wajah si adik.
Tak terbayang baginya akan apa yang dialami Adik-adiknya. Sebab sewaktu dia kecil, semuanya berlangsung bahagia, keindahan, & kedamaian. Kemudian adik-adiknya lahir, semuanya bertambah tentram selayaknya keluarga idaman, sempurna. Bahkan sampai dia masuk asramapun tidak ada berita buruk yang hinggap di telinganya. Meskipun kedua orangtuanya bercerai, itu tak mempengaruhinya dalam menerima kasih sayang. Sampai kabar malang tentang adiknya datang. Dunia sempurnanya runtuh dalam semalam, dan bobrok yang tersembunyi dalam keluarganya terkuak. Hatinya hancur, tetapi dia sadar, bahwa pastilah lebih hancur hati adik-adiknya, terutama Gia.

"Gia, kamu tidak perlu memaksakan diri" lanjut Ben lirih.

Alicepun mengangkat kepalanya, menoleh ke Gia tanpa melepas dekapannya. "Benar Gi, kami akan selalu ada untukmu".

Mendengar dukungan kedua saudaranya, Gia pun tersenyum "Terimakasih, aku sayang kalian"

Mereka pun saling berangkulan.

"Kami juga menyayangimu"

~~~~~~~~~

2 Tahun Kemudian

The Perfect StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang