4

730 65 11
                                    

Sebelumnya maafkan siPenulis malas ini yang gaya penulisannya agak labil diberbagai bagian. Kisah ini sebenarnya tertata luarbiasa di dalam kepala, tetapi menuangkannya ke bentuk tulisan sangaat sangaaat sangaaaaaatlah susah.

Semoga reader bisa menikmati kisah ini '_'
______________________________________

Aku berbaring malas dikasur dalam sebuah kamar 2x3meter. Aku menyukai kamar yang ku desain ini, namun tidak dengan ranjangnya. Selalu berdecit walau bergerak sedikit saja.

Ah dasar per karatan! Batinku mengutuk.

Kupandangi satu-satunya jendela yang lebarnya sama dengan ranjangku persis didepan kaki, sehingga saat aku bangun, jendela adalah hal pertama yang aku lihat.

Sinar matahari menembak kamar yang didominasi warna krem membuat mataku silau. Tapi tak cukup kuat untuk membujukku beranjak.

Aku menoleh pada rak yang menempel ke dinding dan menyatu dengan ranjang disebelah kiri. Terdapat beberapa pajangan burung hantu mini coklat dan pajangan lainnya, serta tersusun banyak buku. Dalam kondisi berbaring, ku ambil sebuah majalah NatGeo yang baru dibeli. Halaman demi halaman ku baca hingga mata ini terasa berat.

~~

Brakk...
Suara bantingan pintu membangunkanku.
Entah berapa lama aku tertidur, yang jelas matahari sudah condong ke barat, dan majalah yang kubaca tadi tertelungkup lesu dipangkuan. Hampir seharian aku tertidur? batinku.

Terdengar suara Julliane dan suara cowok di lantai satu, mungkin pacarnya. Mereka berbicara agak keras. Mereka bertengkar?

Tidak lama, terdengar langkah kaki tergesa-gesa ditangga mendekati kamarku. Knop pintu bergerak, namun pintu tetap bergeming.

"Gia." panggil Julliane.
Tok! tok! tok!
"Gia, kamu didalam? Buka pintunya Gi."
Tok! tok! tok!

Dengan malas aku berdiri membukakan pintu. Langsung ku lihat Julliane menatapku dengan posisi memegang tepian pintu.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Julliane.

"Hah apa?" jawabku bingung seraya mengernyitkan dahi.

"Tadi ibunya teman kamu bilang kalo kalian bikin ribut di sekolah. Dia gak mau cerita lebih karna segan sama ibu. Jujur sama ibu, kalian ada apa?!" tanya Julliane lagi.

Aku menghela nafas. "Gak ada apa-apa." jawabku sambil mengalihkan pandangan darinya. "Sudah aku mau belajar." lanjutku sambil mencoba menutup pintu.

Tetapi Julliane menahan pintu itu sehingga kembali terbuka. Kali ini ia melototiku.

"Kamu belum jawab pertanyaan ibu!" bentaknya.

Kami terdiam beberapa saat. Kemudian dia mengubah posisinya, tangan kirinya sekarang memegang pinggang, dan tangan kanan memijat kulit diantara alisnya.

"Maafkan aku, ibu hanya ingin semuanya jelas. Ibu capek Gia. Capek marah-marah terus. Dan ibu yakin kamu juga," katanya melembutkan suara. "jadi kamu mau cerita semuanyakan?"

Aku menunduk, diam sesaat.
"S-se-sebenarnya..." aku tergagap. "Aku...memukul Gia..."

"Apa! Kenapa kamu melakukan itu? dia adikmu!" hardiknya.

"Tapi itu kecelakaan Bu, gak sengaja." belaku.

"Kecelakaan? Apa penyebab pertengkaran kalian sehingga hal itu bisa terjadi?" tanyanya.

Aku terdiam.

"Gia, jawab ibu!" katanya sedikit membentak.

"Aku punya alasan sendiri dan ibu gak perlu tahu." jawabku, menghela nafas. "Cobalah percaya padaku seka..." belum selesai aku berbicara ibu memotong.

The Perfect StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang