2. Pernikahan

864 73 1
                                    

Ia yang bersembunyi dibalik benungan air mata, menahan sakit di dada yang cukup lama. Luka yang diberikan putri semata wayangnya tak kunjung hilang, malah semakin dalam dan lama-lama bisa membunuhnya. Badan semakin kurus tersiksa dengan tingkah laku anaknya yang berubah seratus persen. Kesalahan apa yang ia lakukan dahulu, hingga mendapatkan hukuman yang begitu berat, dalam sekejab Allah mengambil kesalehan putrinya.

Air mata mengalir di wajah keriputnya, ia melepaskan kaca mata. Faris terkejut, sekian lama mengenal Buya baru kali ini ia melihat Buya menangis di depan matanya.

"Buya."

"Biarkan saya menangis, saya benar-benar tidak kuat menahanya, Faris."

Faris mengangguk. Walaupun tak tahu apa sebabnya, ia membiarkan guru kesayangannya ini menangis. Namun, tetap tak tega. Ia menganggap Buya seperti orang tuanya sendiri. Faris ikut sedih, hatinya tersayat. Ia menggenggam tangan Buya dan melihat jemari kurusnya.

"Anak saya itu benar-benar keterlaluan, saya tidak tahu apa yang membuatnya berubah. Dia... dia..." Buya tak meneruskan kalimatnya, tak sanggup berkata lagi. Beliau menutup mulut, menangis tanpa suara.

Faris mencoba menenangkannya, ia memeluk Buya dan mengusap punggungnya. Sudah lama lelaki paruh baya itu tak merasakan pelukan hangat dari seorang anak. Ia merindukan putrinya yang dulu, penurut dan rajin ibadah. Serta yang selalu membuatnya tersenyum dan tertawa. Tangisnya pecah, kesedihan selalu ada dalam hatinya. Ia berhasil mendidik murid-muridnya di pesantren, tapi tidak dengan putrinya sendiri.

Faris tak banyak tahu tentang latar belakang Buya, mulai dari keluarga besar bahkan anak. Yang ia kenal hanya Umi Elena, istri Buya. Karena di mana ada Buya di situ pasti ada Elena. Merasa sudah sedikit tenang, Buya melepaskan pelukan Faris dan menghapus sisa air mata di pipinya.

"Dia berubah sejak kuliah, membuka aurat dan tidak pernah beribadah lagi." Buya melanjutkan ceritanya.

"Naudzubillah min dzalik," ucap Faris

"Dia selalu membangkang kalau di nasehati. Pulang ke rumah selalu malam, entah apa yang dia sibukkan dengan di dunia ini padahal kerja saja tidak mau. Saya jadi lelah sendiri dan hanya pasrah kepada Allah. Sebab itulah saya ingin menjodohkannya dengan kamu, Faris. Tolong, bimbing anak saya. Kembalikan Alma saya yang dulu, berjanjilah Faris. Saya tidak mau dia semakin sesat jika menikah dengan lelaki tidak paham dengan syariat islam."

"Maaf, Buya. Apakah dia punya pacar? Karena sekarang kita hidup di zaman menghalalkan yang sebenarnya haram."

"Tidak tahu, dia sangat tertutup. Kami pernah membuntutinya, tapi selalu kehilangan jejak. Mungkin dia tahu."

"Yang saya takutkan dia mempunyai pacar atau diam-diam sudah di lamar oleh orang lain. Karena dari hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: janganlah seseorang dari kamu meminang (perempuan) yang dipinang saudaranya, sehingga peminang sebelumnya meninggalkan atau telah mengizinkannya."

"Buya harus memastiakannya dulu dan juga jangan memaksanya, karena Buya pasti tahu Islam menolak pemaksaan orang tua kepada anak gadisnya untuk menikahi laki-laki pilihan orang tua apalagi jika sang anak tidak mencintai. Pernikahan dibangun atas dasar cinta dan tujuan pernikahan adalah untuk meraih sakinah mawaddah wa rahma," jelas Faris.

"Saya tahu. Faris, jika anak saya mau bagaimana denganmu?"

"Insya Allah, saya siap Buya."

Selama sibuk berdakwah saja, tak pernah memikirkan seorang wanita yang akan dijadikan calon istri. Faris tak pernah pusing tentang itu, karena Faris yakin Allah yang mengatur semuanya. Ia terus berikhtiar dengan cara sholat dan bermunajat di sepertiga malam. "Siapapun itu, dia adalah pilihan Allah untukku," katanya.

HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang