24. Murkanya Seorang Sahabat

264 25 4
                                    

Kevin mempercepat langkah kakinya, risih ditatap sinis rekan-rekan kerja yang berlintas dengannya. Berpura-pura tak mendengar cibiran halus yang dilontarkan untuknya. Ia tahu hari ini akan seperti ini, sejak berita itu muncul di media Kevin sudah mempersiapkan diri untuk bersikap bodoh amat agar tidak terpancing emosi. Bagaimana tidak emosi, dirinya disebut orang ketiga yang berhubungan gelap dengan istri Ustadz ternama.

Yang membuatnya semakin geram lantaran tidak semua berita di media tersebut benar, dilebih-lebihkan. Dibandingkan Faris, ia lebih dahulu mempunyai hubungan spesial dengan Alma. Memang benar, Kevin pernah berhubungan intim dengan wanita itu. Namun, disisi lain Faris juga suaminya. Kevin tidak tahu kapan keduanya khilaf, apalagi sudah sah dan tinggal bersama. Kevin tetap tidak percaya jika Alma mengandung janin darah dagingnya.

Bisik-bisik tetangga terus terdengar di telinga Kevin, semua orang di ruang ini membicarakannya. Kevin terlihat acuh, pura-pura tidak tahu. Sorot matanya tertuju pada meja kosong disudut sana, sang penghuni belum datang. Kevin menghela napas berat, hubungan mereka saat ini sedang tidak baik-baik saja. Sejak namanya terseret dalam kasus tersebut kemarin, tidak ada kabar dari pacarnya hingga pagi ini. Dara menolak bertemu dengannya semalam dan ia juga memblokir nomor Kevin, sehingga Kevin tidak bisa menghubunginya.

Baru beberapa detik duduk, Kevin kembali berdiri melihat kedatangan kekasihnya. Ia langsung menghampiri Dara.

"Dara," panggilnya.

Dara menoleh sekilas, malas memberi muka pada kekasihnya. Ia membenarkan kaca mata yang sedikit menurun.

"Ayo kita bicara," ucap Kevin membawa paksa Dara keluar dari ruang kerja.

Tak heran lagi, semua orang di kantor perusahaan ini sudah tahu kasus laki-laki itu, tak ada yang menyukai Kevin saat ini dan tak sedikit pula yang merasa iba kepada Dara. Sungguh perempuan yang malang, hatinya dihancurkan cinta pertama. Orang-orang berharap Dara segera mengakhiri hubungannya dengan laki-laki tak bertanggung jawab itu.

Kevin membawa pacarnya menuju puncak gedung kantor ini, agar bisa bicara empat mata dengan tenang. Namun, pada saat ingin memasuki lift, terdengar derap langkah kaki semakin dekat pada mereka.

"Kevin," panggil seorang satpam menghampiri Kevin dan Dara,

Kevin menoleh. "Ya?"

"Ada tamu ingin bertemu denganmu," ucapnya.

"Siapa?"

"Namanya Supri, katanya karib Ustadz Faris."

Mendengar nama Ustadz itu, Kevin yakin kedatangan Supri kemari atas perintah Faris. "Gua juga mau bicara dengan dia, tolong sampaikan padanya gua tunggu di rooftop atas," ucap Kevin.

"Baiklah," balas satpam tersebut lalu pergi.

Tidak tahu harus bagaimana, sedari tadi hanya bisa terdiam membisu. Dara ingin kembali ke ruang kerja, tapi Kevin menahannya.

"Mau ke mana?" tanya Kevin.

"Kembali," jawab Dara.

"Nanti dulu, Dar kamu harus ikut aku biar tahu semua yang sebenarnya, ya."

"Buat apa? Benar atau tidak berita itu, kalian juga pernah tidur berdua 'kan?"

"Ayo." Kevin membawa Dara masuk ke dalam lift.

Dara tampak kesal, laki-laki itu tak menanggapi perkataannya barusan. Ia menepis tangan Kevin yang hendak menggenggam tangannya. Dara sedikit menjauh darinya dan keluar lebih dulu dari lift yang sudah sampai di lantai tujuan mereka. Kevin menyadari suasana buruk hati sang pacar, ia biarkan saja dan terus membuntuti Dara hingga berhasil naik ke rooftop bersamanya. Kini mereka memandangi indahnya kota dari ketinggian gedung perusahaan ini. Terpaan angin menusuk kulit yang dingin, Dara membiarkan rambutnya tergerai berterbangan tertiup angin.

"Aku cuma mau kamu jujur, Vin," ucap Dara akhirnya memulai percakapan.

"Sebenarnya aku tahu."

"Aku tahu semuanya, aku tahu Alma pernah datang ke sini bertemu kamu. Aku bisa rasain ketulusan Alma mencintai kamu, ketika Alma bilang kalau dia mengandung anak kamu tapi kamu malah mengusirnya. Kamu mendorongnya sampai dia jatuh, kamu tahu apa yang aku rasain? Sakit banget. Sesama perempuan aku ikut sedih, tapi anehnya kenapa aku gak bisa marah sama kamu? Kenapa aku cuma diam saja dan memendam semuanya. Andai saat itu aku mengakhiri hubungan kita dan memintamu menikahi Alma, mungkin tidak akan seheboh ini, lihatlah semua orang tidak menyukaimu sekarang."

Kevin terkejut, pupil pada matanya membesar. "Jadi kamu tahu?"

Dara mengangguk, menghapus air matanya yang menetes. "Sekarang aku mau kamu jujur Vin, aku janji gak akan marah dan ikhlas menerima semuanya."

Kevin terdiam sejenak, menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya.

"Baiklah, kalau itu yang kamu mau. Sejujurnya aku memang pernah tidur berdua dengan Alma, tapi dalam keadaan mabuk, Dar. Gak pernah ada niat di hati atau pikiranku mau berhubungan dengan dia, tapi saat itu aku sedang mabuk aku gak tahu kenapa itu bisa terjadi. Terus bagaimana aku mau bertanggung jawab, sedangkan Alma punya suami. Mereka tinggal di satu rumah yang sama, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka di belakangku. Memang sebelumnya kami punya rencana mau kawin lari, tapi aku belum siap untuk menghidupi dia. Aku berasal dari keluarga yang sederhana dan biasa-biasa aja, sedangkan orang tua Alma seorang ulama. Wajar Alma dijodohkan dengan Ustadz, keluarga mereka sama-sama berilmu tinggi. Andai waktu itu aku mau melepaskan Alma, mungkin tidak akan seperti ini. Sekarang apa yang harus kulakukan Dar?"

Dara menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan, hatinya begitu pedih mengetahui itu. Tak tahu harus berkata apa, kepalanya tertunduk lesu menahan sesak di dada. Air matanya terus mengalir tiada henti.

"Dar, aku---" Kevin terpaksa mengurungkan perkataannya, merasa ada seseorang datang menghampiri mereka.

"Ah, ternyata di sini sejuk juga," ucap laki-laki bertubuh gumpal itu mengambil posisi di tengah antara Kevin dan Dara.

"Lo Kevin dan lo siapa?" tanyanya mengacungkan jari telunjuk pada Dara.

"Dara."

"Oh, ya. Gua udah tahu kok, tadi sempat cerita dengan satpam kalian katanya Kevin itu punya pacar namanya Dara kerja di sini juga, tapi Dar lo kenal Alma gak? Lo pasti udah tahu 'kan yang lagi trending sekarang? Bagaimana perasaan lo? Maksud gua lo dan Alma itu sama-sama perempuan masa tega biarin dia hidup dengan laki-laki yang sama sekali bukan ayah dari bayi itu? Bagaimana nasib bayinya nanti?"

"Jangan menghakimi dulu Pak," ketus Dara.

"Siapa yang menghakimi? Faktanya memang begitu, gua dan Faris bersahabat sudah lama. Gua gak terima liat dia dihina, dicaci maki Alma terus. Apa yang kurang dari Faris? Bahkan sekarang dia rela membohongi keluarganya hanya untuk melindungi Alma. Di keadaan Alma yang lagi terpuruk, gua gak rela kalau Faris tetap mempertahankan Alma. Giliran lagi senang sahabat gua diinjak-injak, eh waktu susah seperti ini teriak-teriak nangis mau bunuh diri. Gua benci dengan wanita itu, iblis dia!"

"Gua gak mau tahu Kevin, pokoknya lo harus bertanggung jawab dan menikahi Alma," sambungnya.

"Emang bayi yang dikandung Alma itu darah dagingku? Gak usah sok tahu lo!" ujar Kevin sedikit kesal dengan keputusan laki-laki itu.

"Kalau begitu mari kita selesaikan dengan tes DNA, Kevin."

***

HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang