6. Suami Ustadz Istri Sesat

636 47 6
                                    

Alma buru-buru naik tangga. Untung ada sisa uang belanja kemarin, Alma bisa datang ke tempat penginapan kekasihnya naik angkot. Dengan napas terengah-engah, ia membuka pintu dan langsung disambut pelukan hangat kekasihnya.

“Sayang, selamat,” ucap Alma mencium pipi sang kekasih. Air matanya menetes bahagia, tak menyangka Kevin diterima bekerja di salah satu perusahaan besar di negara ini. 

Akhirnya, setelah sekian lama penantian keinginannya terwujud. Sejak SMA Kevin sudah berangan-angan ingin bekerja di sana. Kedua orang tuanya di desa pasti sangat bahagia dan bangga dengan kabar baik ini dan begitu pula dengan kekasihnya. Kevin berjanji, bila nanti cair gaji pertamanya ia akan membawa Alma pergi dan menikahinya.

“Ayo kita menikah,” ajak Alma.

Kevin tertawa geli. Kekasihnya begitu lucu, belum juga masuk kerja Alma sudah mengajaknya menikah. 

“Gue gak betah tinggal di sana.”

“Ya, aku tahu itu.” Kevin menghapus sisa air mata di pipi Alma, lalu mencium keningnya.

“Sabar, tunggu sebentar lagi,” lanjutnya.

Alma mendesis jengkel, bosan mendengar kalimatnya. Meski begitu cintanya sangat tulus pada sang kekasih. Jika dibandingkan dengan Faris, Kevin tiada apa-apa. Ia hanya seorang anak rantau dari desa di Sumatera Barat. Mempunyai tekad dan kegigihan ingin menjadi orang sukses supaya bisa membahagiakan kedua orang tuanya. Berkulit sawo matang, dengan gaya rambut undercut terlihat begitu manis dan sederhana. Sampai sekarang Alma tak punya alasan kenapa ia begitu mencintai laki-laki itu. Rasa cinta tiba-tiba datang di hatinya saat Kevin menyelamatkannya dari preman jalanan di malam hari, mungkin karena itu, ya.

Kevin membawa Alma turun dari rumah susun ini, ia tahu suasana hati Alma sedang buruk. Mungkin dengan makan bakso di depan sana hatinya kembali membaik. Kevin akan mentraktirnya.

“Ayo kita makan bakso di depan Ma,” ajaknya.

“Gak!” tolak Alma, melepaskan tangannya dari Kevin.

“Gue pengen starbucks.”

Kevin terdiam, menghela napas berat. Rasanya begitu menyakitkan, selalu tak bisa memenuhi permintaan kekasihnya. 

“Gue---“

“Gak punya uang,” potong Alma.

Tatapan matanya berubah sendu, Kevin berusaha tersenyum menutupi kesedihannya. Ia mengangguk-angguk dan merangkul Alma.

“Nanti, kalau gue udah gajian kita ke sana, okey,” balas Kevin.

“Jangan cemberut dong, ‘kan jelek jadinya.” Kevin mencubit pipi tembeb Alma.

“Hei, Alma.”

Tak bisa menahan godaan kekasihnya, Alma tertawa. Ia memukul kecil bahu Kevin. “Dasar, jual ginjal sana biar bisa nikahin gue.”

Mendengar suara handphone dan merasakan getaran, Kevin merogoh saku celana. Ada panggilan masuk dari seorang yang dipanggilnya Abak atau Ayah. Alma memintanya mengaktifkan loudspeaker supaya bisa mendengar suara calon martuanya, lama tak bertelfonan dengannya. Mereka sudah saling mengenal dan cukup akrab meski belum pernah bertemu secara langsung.

HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang