01

36 4 0
                                    

Track| 01 Primum Conventum

Pertemuan pertama

14 tahun yang lalu, tepat di saat aku berusia 7 tahun. Aku menjejak-kan kaki ku pertama kali di Bandara Schiphol, Amsterdam-Belanda.

Udara dingin langsung menyambutku ketika aku dan keluargaku melangkah keluar dari bangunan besar tempat mendaratnya pesawat yang aku tumpangi di Negara Kincir Angin ini. Maklum saja saat ini sedang musim dingin.

Salju putih yang bertumpuk di sekitar Bandara Schiphol membuat semuanya terasa sangat indah. Namun, aku tidak dapat menikmati keindahan itu lama-lama, angin yang terus bertiup membuatku menggigil di dalam dekapan papa. Cuaca di negara ini masih cukup buruk akibat badai salju semalam.

"Hi harry, cepat masuk ke mobil! Udara sangat dingin sekarang!" seru seorang pria yang terlihat seperti baru berusia kepala tiga dari dalam mobil Range Rover berwarna hitam. Mobil itu baru saja sampai dihadapanku.

Tak perlu disuruh dua kali, keluargaku segera masuk kedalam mobil, udara hangat yang berasal dari bagian mobil segera mencairkan tubuhku yang sempat membeku tadi.

Para Airport Helper membantu keluargaku memasukkan barang bawaan kami kedalam mobil. Selagi mereka memasukkan barang, papa bertegur sapa dengan hangat oleh pria yang berada di kemudi. Yang ku tahu namanya adalah Paman Ryan, sahabat papa sejak SMA dahulu.

5 menit berlalu, barang bawaan kami sudah sempurna berada di dalam mobil, lalu mobil mulai bergerak meninggalkan bandara.

Selama perjalanan yang menempuh waktu satu jam itu aku gunakan untuk tertidur di atas pangkuan papa. Efek jetlag membuatku kehabisan energi bahkan aku tidak punya tenaga hanya untuk sekadar melihat-lihat keindahan Negeri Kincir Angin yang terbalut salju ini.

-Farfalla Deformata-

Setelah menempuh jarak kurang lebih 60 km, mobil yang aku tumpangi berhenti di sebuah mansion house yang terletak di sebelah sungai Rotte. Bangunan mansion ini terlihat unik, dengan cerobong asap yang aktif mengeluarkan kepulan kabut berwarna abu-abu, dan halaman rumah yang diselimuti salju putih.

Seorang wanita dengan rambut lurus sepundak berwarna Caramel Balayage, datang menyambut kami, "Hey Lilian! Lama tidak bertemu, selamat datang di Belanda!" Wanita itu memeluk mama hangat layaknya seorang teman yang lama tidak bertemu.

Mama pun membalas sapaannya, "Hey Christie, yaa lama kita tidak bertemu. Terakhir saat kita semua belum menikah bukan? Dan sekarang kau sudah memiliki lima anak!" mama pun membalas pelukan wanita tadi tak kalah hangat. Aku baru menyadari Chritiana-wanita itu datang bersama dengan lima anak yang terlihat seperti seumuran denganku.

Christiana menepuk pundak mama pelan. "Oh my! Lilian gayamu masih sama seperti dulu! Anakku hanya tiga, dua laki-laki ini dan satu anak angkat perempuan-" Christiana dan mama melepas pelukannya. Ia memegang pundak dua anak laki laki yang terlihat sama. Namun, dengan iris mata yang berbeda, "-Ryan ingin anak perempuan. Namun, kamu tau kan aku tidak mau hamil lagi!" lanjut Chritiana panjang lebar.

Sejak Christiana menyapa aku langsung menyukai wanita itu, ia sangat ramah!

"Ayo anak-anak, perkenalkan diri kalian!" pinta Christiana kepada lima anak yang ikut bersamanya.

Anak laki laki bermata hazel dengan kemeja putih dibalut rompi rajut berwarna senada dengan iris matanya, dengan celana putih susu yang dipadukan dengan long coat berwarna dark brown, ia menyapa dengan senyum dimplenya, "Hello aunty! Aku Evan, anak Christiana."

Farfalla DeformataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang