Track | 04 environmental mutationes
Perubahan Lingkungan
Sinar bulan keperakan mulai mengintip dari balik awan, Aku mengendap-endap memasuki pekarang rumah ditemani cahaya remang lampu taman. Tampak rumah yang sudah tak asing bagiku itu masih menunjukkan aktivitas penghuninya.
Aku membuka pintu dengan sangat hati-hati, bahkan sebisa mungkin tidak menimbulkan suara sekecil apapun. Namun, bukan orang tuaku namanya kalau mereka tidak mengetahui anaknya baru kembali jam setengah sebelas malam. "Ngeronda neng?"
Kalimat lembut mama langsung menyambut begitu aku berbalik hendak melangkah ke kamar. Aku hanya menampilkan senyuman andalanku ketika aku terciduk melakukan kesalahan, "Mama papa tebak aku ketemu siapa hari ini?"
Mama dan papa tampak tak bergeming dengan pertanyaanku, mereka tau anaknya hendak mengalihkan pembicaraan. Aku langsung menggandeng tangan kedua orang tuaku dan menggiring mereka ke ruang keluarga.
Mereka tidak memberikan respon apapun, yang artinya aku harus berinisiatif untuk menjelaskan alasanku pulang terlalu malam sebelum mereka yang bertanya lebih dahulu. "Tadi aku ketemu temen masa kecil aku Ma, mereka ngajak aku main. Maaf aku sampai lupa waktu."
"Siapa?" suara bariton papa mendingin, aku sudah menebak-nebak setelah ini aku akan kembali dipantau kedua orang tuaku selama 24 jam penuh. "Anak teman papa," ujar ku berusaha terlihat sesantai mungkin sambil memijat-mijat lengan mama.
Papa menaikkan alisnya memintaku menjelaskan lebih rinci, "Ituloh anak-anak paman ryan, sama temen papa yang lain ituu. Papa gatau mereka kesini?" Tampak papa dan mama sedikit terkejut dengan penjelasanku. Mereka saling bertatapan selama beberapa detik sebelum menyuruhku untuk beristirahat.
Aku menghembuskan napas lega begitu menjejakkan kaki dilantai kamar kesayanganku. Aroma lilin terapi yang dinyalakan oleh mama langsung memenuhi indra penciumanku dan merilekskan tubuhku yang sempat tegang tadi. Jujur lebih baik di bentak mama dibanding diinterogasi papa seperti tadi.
- Farfalla Deformata -
Aku terbangun saat mendengar suara decitan yang timbul akibat gesekan sodet dan teflon mama di lantai dasar, diiring dengan wangi harum masakan mama aku beranjak bangun. Dalam hati aku bertanya-tanya hal apa yang membuat mamaku yang pemalas itu pagi-pagi sudah memasak makanan dengan aroma seenak ini.
"Ma? kok tumben masak pagi pagi-" aku menarik kursi mini bar milik keluargaku, dihadapanku mama sibuk mondar-mandir dengan dapur yang terlihat sangat berantakan, "-Ini weekend loh ma?"
Alih-alih menjawab putri satu-satunya, mama malah menyuruhku untuk membantunya memotong bahan-bahan memasak. Tak lama setelah itu, papa dan abang datang dengan masing-masing tangan mereka menenteng kursi kayu dan meletakkan di meja makan. Aku hanya bisa menebak teman papa atau mama akan berkunjung hari ini.
Papa dan mama sama sekali tidak mau memberitahu ku tentang siapa yang akan bertamu, lihat saja mereka sekarang malah sibuk beradu argumen tentang peletakkan piring makan diatas meja. Aku dan abangku hanya menghela napas pasrah ketika disuruh ini dan itu.
Sebenarnya aku ingin menolak arahan mama untuk membantunya dan memilih kembali ke kamar sembari bermanja-manja dengan kasur empuk-ku, tetapi aku yakin jika aku menolaknya maka aku akan melihat wajah masam mama seharian penuh.
Pukul sepuluh pagi, bel rumah kami berbunyi dengan lantang. Itu dia! tamu menyebalkan yang menghancurkan pagi weekend ku. Papa dengan bersemangat sedikit berlari untuk membukakan pintu rumah, sedangkan mama menyuruhku dan abang untuk merapihkan penampilan kami. Para tamu masuk berbarengan dengan aku yang menutup pintu kamarku, membuatku harus menahan rasa kepo sebentar lagi.
Awalnya aku bergegas untuk mencuci mukaku. Namun, notif twitter membuatku mengurungkan niat awal dan beralih merebahkan tubuhku seraya membuka laman twitterku. Lima menit berlalu dan aku benar-benar lupa akan maksudku kembali memasuki kamar pagi ini, sampai pintu kamarku diketuk beberapa kali oleh seseorang. "Princess, princess let your hair down for me."
Dari suaranya ku tau itu Evan Macklemore Ryan- si bule bermata hazel, "Oh my prince, my hair isnt long yet, please come back again tommorow."
Ketika ku buka pintu kamarku, tampak tiga bule jangkung yang membuatku pulang terlambat kemarin berdiri dengan style kasual mereka. "You have heart to kill me with longing?" Aven dengan kaos putih dan celana jeans hitamnya melipatkan tangan diatas dada.
"Oh my dear prince, climb here. if you can." Aku membalasnya dengan melipat tanganku diatas dada pula, sesaat aku melupakan bare face ku yang terpampang dengan jelas dihadapan para teman lamaku ini.
"Dont you miss me princess?" Kali ini Yohan, lelaki bermata biru dengan kemeja biru muda dengan lengan yang diangkat sebatas siku ikut menimpali dialog aneh kami pagi itu.
"Of course i miss, but i can endure it for two more days?" Sudah ku bilangkan, kami memiliki frekuensi yang sama. Jarang aku menemukan manusia yang memiliki ke-tidak jelasan seperti diriku ini, bahasa gaulnya si 'freak'.
ketiga pemuda itu mencubit kedua pipi dan hidung ku bersamaan, dan ketika aku hendak meledakkan amarahku mereka malah berlari meninggalkanku. Mereka tidak berubah, masih saja menyebalkan.
- Farfalla Deformata -
Sama hal-nya seperti sebelum kami sarapan, aku kembali menjadi 'babu' mama untuk membersihkan peralatan-peralatan makan saat sarapan tadi.
Ketika aku hendak menolak perintah mama dengan alasan 'menemani anak teman-teman ayah', Evan dan kawan-kawan malah mendorong ku untuk tidak membantah.
Disinilah aku sekarang, berkutat dengan piring-piring kotor yang seakan tak pernah bersih. Sedangkan ayah, mama, dan abangku sibuk bercengkerama di ruang tamu.
Aku menggerutu sembari membilas piring terakhir, mengelap tanganku dan melangkahkan kakiku menjauhi dapur yang terkutuk itu.
"Ma ada film baru tau di bioskop," ujar ku setelah sampai di ruang tamu. Seluruh pasang mata diruangan itu langsung mengarah kepadaku.
"Teruus?" mama menjawabku dengan nada yang menyebalkan. Tak hanya nada, wajahnya pun terlihat menyebalkan pagi ini.
"Mau nonton dong ma. Aldo kemarin ngajakin aku." Kulihat mata biru lelaki yang berada dekat pintu taman mendelik tajam. Wajar saja, sebab aku mengarang kalimatku yang barusan.
Aku memberikan isyarat kepada Aldo untuk tetap diam, demi menghindari percakapan membosankan para orang tua. Dan laki-laki itu menurut, ia hanya diam saja walaupun wajahnya datar sekali saat ini.
Terjadi interogasi sedikit tetapi akhirnya mama mengizinkan ku untuk menonton hari ini, aku menjerit dalam hati begitu kalimat "Yaudah sana." keluar dari mulut wanita yang berada di ujung usia kepala tiganya itu.
Aku langsung bergegas mencari tas, dompet dan powerbank-ku. Takut jika mamaku berubah pikiran. Evan, Aven, dan Aldo pun hanya mengekoriku memasuki mobil bmw seri e46 tahun 2000 milik abangku.
Aku menjatuhkan bokongku di kursi kemudi dan menjalankan kendaraan beroda empat itu membelah jantung kota Jakarta menuju salah satu mall besar di Bundaran HI.
KAMU SEDANG MEMBACA
Farfalla Deformata
Teen FictionSebuah cerita tentang perjalanan pencarian jati diri keenam remaja unik. "Kalo ikal punya laskar pelangi, kalo gue punya farfalla deformata" ujar aalona. Kisah kami yang semula semu menjadi sedikit berwarna, setelah pertemuan pertama di Rotterdam...