1 | Shonichi

132 45 33
                                    


Enjoy your reading! 💙________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Enjoy your reading! 💙
________________________


2019

Diana

Mungkin awal semester dua di kelas IX adalah masa yang tidak akan pernah aku lupakan, meskipun aku sangat ingin. Pertama kalinya aku bertemu dengan sosok manusia bernama Hanan Sadewa dengan cara yang enggak banget.

"Kamu yakin, nggak mau tur sekolah dulu?" Itu suara Anggika, teman baruku.

"Iya, ntar aja pas pulang sekolah." Bukan tanpa sebab aku menolak ajakannya, itu karena cuaca hari ini sangat panas. Membuatku hanya ingin bermalas-malasan dengan menyenderkan kepala di atas meja dan menikmati hawa sejuk yang dihasilkan oleh kipas angin di kelas.

Aku, Anggika, dan Dita sedang berjalan menuju kelas, setelah limabelas menit menghabiskan waktu istirahat di kantin. Kami melewati lapangan utama yang saat ini didominasi oleh siswa kelas IX A. Mereka sedang latihan upacara dengan dilatih beberapa siswa anggota paskibraka.

Hari ini aku merasa menjadi pusat perhatian seantero sekolah hanya karena seragam yang aku kenakan berbeda dengan mereka. Aku yakin pasti terlihat begitu mencolok karena seragamku sendiri berwarna orange, sedangkan setelan seragam mereka adalah atasan batik sekolah dengan warna biru pastel dan bawahan rok berwarna putih

"Oh, dia murid baru IX C?"

"Oalah, itu murid baru dari Jakarta?"

Begitulah kira-kira bisikan-bisikan yang aku dengar di sepanjang koridor.

"Na, Aku sama Dita mau mampir ke kopsis[1] dulu nih," ujar Anggika.

"Oke, gue balik duluan aja ya." Tanganku melambai-lambai mengisyarakatkan 'dada' kepada mereka, memasukkan tangan ke dalam saku rok, dan segera melanjutkan langkah menaiki tangga.

Langkahku telah sampai di daun pintu. Sesaat setelah melangkahkan satu kaki untuk memasuki kelas, aku terlonjak karena mendengar suara bentakan.

"Segini doang duit lo?" Anak perempuan yang sedang berdiri di belakang kelas itu berambut hitam panjang dan dikuncir satu. Kalau aku tidak lupa, namanya adalah Ajeng. Aku dibuat heran dengan lengan bajunya yang pendek. Itu udah pendek banget, tapi masih digulung juga. Trend fashion yang harusnya diterapkan oleh siswi hits ibukota.

Di bawahnya seorang anak laki-laki yang sedang duduk di bangku sambil menundukkan wajahnya.

"Mana yang lain? Nggak mungkin anak orang kaya kayak Lo cuma bawa segini doang." Ajeng kembali membentaknya. Sebenarnya aku geli dengan artikulasinya saat bicara lo—gue. Terdengar sangat apa ya? Medhok?

"I–iya itu tadi udah aku se–rahin lho. S–sumpah a–ku cuma bawa itu doang." Aku yakin dia adalah Hanan—anal laki-laki yang duduk sebangku denganku. Sebab, sejak tadi pagi aku tidak melihat eksistensi wajah itu.

Apology Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang