2 | Jatah Hoki Tujuh Turunan

73 34 24
                                    

Selamat Membaca 💙_______________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Membaca 💙
_______________________

Suara ayam menyambut kedatanganku. Tampaknya mereka sangat kelaparan hingga suaranya terdengar begitu nyaring. Tanganku bergerak mengambil bekatul yang berada di pojok greenhouse, lalu memasukkannya melalui botol aqua yang telah di-setting sebagai jalan masuknya makanan ke dalam kandang.

"Woi! Ada air nggak?" teriak Ajeng dari kamar mandi yang berada di sebelah utara.

"Ambil dari kolam aja. Gayungnya bawa dua!" sahutku sambil berteriak juga. Aku menggunting daun-daun yang kering, khususnya pada tanaman lili paris yang mendominasi.

Ajeng menyerahkan satu gayung padaku. "Nih!" Wajahnya memerah, karena cuaca hari ini sangat panas.

Hari ini adalah jadwal piketku dan Ajeng, beserta teman-teman pengurus OSIS lain yang tidak akan kusebutkan satu per satu. Menyirami tanaman di greenhouse adalah kegiatan yang paling mudah diantara kegiatan piket lain, seperti membersihkan ruang OSIS atau menyirami lapangan basket dan tenis, serta tanaman yang tumbuh di pinggir-pinggirnya.

Dewi Fortuna seolah memihak kepadaku dan Ajeng karena kelas XII IPS 1-kelas kami, kosong pada jam pelajaran terakhir. Oleh karena itu, sebelum jobdesc termudah itu diperebutkan, kami langsung berlari menuju greenhouse.

Tanganku yang sedang mengambil air menggunakan gayung secara refleks menghentikan aktivitas ketika Ajeng bertanya. "Lo sama Hanan beneran putus?"

"Ya, gitu deh." Perasaan melankolisku membuat gayung yang kupegang tenggelam ke dasar kolam. Naas, gayung tersebut tidak terselamatkan. Itu berarti, salah satu kamar mandi tidak akan memiliki gayung. Tolong, ya. Sudah sekitar lima bulan lho mereka tidak menyebut namanya. Mita, Ajeng, dan Zoe-teman-teman dekatku, memang tahu hubunganku dengan Hanan telah berakhir dan sepakat bahwa, "Jika bisa tidak menyebut namanya, kenapa harus menyebut?"

Aku tidak berbohong. Entah mengapa mendengar namanya, masih membuat dadaku berdebar dan terasa sesak. Padahal sudah sekitar lima bulan hubunganku dan dia berakhir.

"Cuma mau bilang aja, sih. Kemarin pas pulang dari rumah lo, gue kan mampir indomaret deket sana. Terus ketemu dia. Eh dia nyodorin topi OSIS. Dua, lagi," ungkapnya dengan tangan yang masih sibuk bergerak mengambil air dari kolam.

"Terus? Gitu doang?" tanyaku yang masih penasaran.

Dia menegakkan badan, sepenuhnya menghadapku sambil mengangkat alis sok mengejek. "Dih? Katanya udah nggak kepo?" Pertanyaan retoris itu membuatku ingin menyumpal mulut Ajeng dengan ikan lele dumbo yang hidup di kolam ini.

Aku menarik mundur tubuhku, melipat lengan, dan mengatupkan bibir. Memberi tatapan mendelik pada Ajeng. "Terus dia nanya, Ana apa kabar? Gue jawab baik lah. Dia ngasih martabak manis buat gue, bilangnya gini 'Nih, kamu makan aja.' Tapi kayaknya buat lo deh. Gara-gara laper, gue jadi nggak sempet mikir. Martabaknya gue makan."

Apology Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang