Sudah pernahkah aku bilang manusia itu segannya setinggi langit?
•
"Kau tidak pulang hari ini?"
"Aku ada urusan dengan teaterku, kau duluan lah" Hanya dengan kalimat cepat itu Haknyeon menyambar tasnya, dan langsung berlalu.
Sunwoo yang dilewatinya terenyak. Sedikit banyak ia menyesal atas tindakannya kemarin, mungkin seharusnya ia tidak perlu tergesa-gesa. Kemarin, ia tanpa pikir panjang meninggalkan Haknyeon tersesat memecahkan teka-tekinya sendiri, padahal ia yang harusnya memberi jawaban.
Jalanan pulang sekolah tak lagi terasa sama, ada yang kurang, ada yang mengganjal. Bahkan kios makanan kesukaan Haknyeon sadar itu, ia menanyakannya pada Sunwoo.
"Tidak mampir, Dik? Mana temanmu?"
Sunwoo tertawa sumbang, "Sepertinya tidak hari ini, Bu. Soal dia.. dia sedang ada urusan, makanya tidak ikut pulang" menjawab seadanya.
Tentu saja Sunwoo kuatir soal Haknyeon, anak itu jadi lebih diam setelah ia membentaknya kemarin untuk alasan yang tidak jelas.
Sunwoo sudah memikirkannya semalaman, bodoh jika ia bilang ia tidak menyukai sahabatnnya sendiri, ia tidak ingin berbohong dengan banyak drama seperti FTV tontonan mamanya.Oke, ia akui ia memang menyukai Haknyeon!
Itu kesimpulan dari pikir panjangnya semalam, yang Sunwoo takutkan sekarang adalah, apa sahabatnya akan menjauh? Sunwoo tahu Haknyeon cukup pintar untuk bisa menerka situasi kemarin.
Atau, lebih buruk lagi, apa Haknyeon akan merasa jijik?Rasanya semesta seperti bergulir menimpa dirinya. Sunwoo tidak mengira naksir seseorang di masa remajanya akan sesulit ini, membuatnya kelimpungan.
Pikirannya melayang sampai-sampai Sunwoo tidak sadar ia sudah tiba di rumahnya. Sapaan Mama pun tidak ia hiraukan, Mama menatap aneh anak semata wayangnya yang lebih aneh dari tatapannya sendiri.
Sunwoo langsung naik ke kamarnya, menjalani hari dengan pikiran berkecamuk ini membuat badannya dua kali lipat lebih letih dari biasanya.
Ia bahkan belum mengganti seragamnya, tapi sudah merebahkan diri telentang, termenung menatap langit-langit kamarnya.
Ia pikir Haknyeon pasti sedang bersenang-senang sekarang, Haknyeon itu ramah dan menyenangkan, temannya banyak di klub teater.Tidak peduli keadaan Sunwoo, dunia tetap berjalan seperti biasanya, meninggalkan anak yang baru pubertas itu tertutup mendung sebatas angan-angan.
"Sunwoo, sayang! Turunlah Nak!" Jika saja Mama tidak memanggil, mungkin lama durasi Sunwoo melamun genap satu jam. Tapi sekarang lamumannya keburu buyar.
"Ada apa, Ma?" Sunwoo menimpali dari arah tangga, sudah mengenakan pakaian rumah.
"Bisakah kau bantu aku menyiram taman di depan? Aku harus buru-buru pergi untuk rapat malam ini" Mama setelah memasukkan semua barangnya, mengecup dahi Sunwoo, berpamitan pergi.
"Mama tetap akan pulang kan? Yang benar saja, masa semua orang meninggalkanku?, Papa juga masih diluar kota" Sunwoo merengut.
Mama terkekeh pelan, "Tentu saja, sayang. Lagipula kamu kan bisa main ke rumah Haknyeon"
Sunwoo tidak membalasnya lagi, tepatnya tidak tahu mau menjawab apa saat ini. Ia segera mengantar Mama sampai pintu depan, Mama naik ke mobilnya, dan semenit kemudian sudah melesat hilang ditelan jarak.
Matahari juga sudah bersorak jingga di kaki barat ketika Sunwoo baru memulai pekerjaannya, menyiram semua tanaman Mama dari yang hanya daun sampai yang penuh bunga.
Badannya bekerja, tapi akalnya entah dimana. Sempat terbesit di pikirannya ketika menyiram rimbunan mawar merah, apa Haknyeon sudah pulang?
Ia belum dapat keluar kamar semenjak pulang sekolah tadi, ia jadi tak tahu menahu soal keadaan di luar.Sunwoo menoleh ke rumah sebelahnya, terlihat sepi. Ia menoleh lagi ke arah kamar Haknyeon-- tepatnya balkon kamar Haknyeon yang langsung berbatasan dengan balkon miliknya, tempat mereka saling bertukar cerita.
Rumah itu berbentuk sama persis, yang membuatnya berbeda hanya penempatan balkonnya. Mengingatkan Sunwoo kalau mereka sudah hidup bersisihan tujuh belas tahun lamanya. Orang tua mereka seperti orang tua kebanyakan percaya bahwa anaknya perlu berteman, bergaul, menerima sosok lain dalam hidupnya selain mereka, dari situ mereka dikenalkan.
Klise dan tidak penting ,memang, tapi efeknya bukan main banyak.Cukup lamunan Sunwoo pada balkon-balkon itu, sebelum ia telat menyadari pot yang ia siram sudah meluap-luap airnya. Sunwoo cepat-cepat mengarahkan selangnya ke tanaman lain.
Belum lama Sunwoo menghela lega habis menyelamatkan pot-nya, ia sudah melihat sosok Haknyeon berjalan... ke arahnya?
Sosok itu berjalan cepat ke arahya, memeluknya.Sunwoo tercengang, bahkan kedua lengannya menghindari menyentuh Haknyeon, terkunci di sisi badan, gembornya sudah jatuh di tanah. Dalam jarak ini, Sunwoo bisa mencium bau familiar rambut Haknyeon menggelitik dari bawah hidungnya.
Haknyeon memeluk badan Sunwoo begitu erat, kepalanya bergerak pelan mencari bahu Sunwoo, mengistirahatkannya di sana.
Sunwoo beringsut pulih dari peranjatnya, ia balik membalas memeluk badan Haknyeon, meskipun agak kaku.Lama-lama Sunwoo bisa merasakan kulit bahunya basah. Oh, sebentar, apa Haknyeon sedang menangis?
Tak salah lagi, badan Haknyeon mulai bergetar."He-hei, kau kenapa?" Sunwoo berseru panik sambil mendorong badan Haknyeon menjauh.
"Ada apa denganmu? Datang-datang langsung memelukku dan menangis"
"Aku sudah mencoba..." Haknyeon berkata lirih, lebih mirip berbisik.
"Apa? Apa maksudmu?" Sunwoo masih tak mengerti.
"Aku sudah mencoba sebisaku untuk memainkan perannya dengan baik! Tapi pelatih sialan itu terus mengkritiku, bahkan menyela sebelum dialogku habis! Lalu ia juga mengancam akan kehilangan peranku, bagaimana kalau itu betulan terjadi? Aku sungguh sudah mencoba, Sunwoo... Aku mungkin hanya kurang fokus akhir-akhir ini"
Haknyeon meggebu-gebu, menjelaskan semuanya dengan mata berair.Sunwoo memandang Haknyeon yang masih lengkap dengan seragamnya, belum sempat diganti, terlihat lusuh setelah seharian dipakai. Matanya merah dan sesekali terisak. Sunwoo menghela kasar, sepertinya hari ini memang jadi hari yang melelahkan untuk keduanya, mungkin untuk alasan yang sama.
"Nilaiku kemarin juga buruk, hari ini pun aku tetap sial! Apa ini semua salahku? Apa yang sebenarnya keliru kulakukan? Dimana... bagian yang salah?"
Ia mengeluh lagi
tentang nilainya yang sempat dicela guru kemarin."Lalu kenapa kau datang kesini? Aku kira kau masih kesal denganku?"
"Maaf... Aku tak tahu lagi harus datang kemana" Tunduk Haknyeon penuh sesal.
"B-boleh aku memelukmu?" Haknyeon memalingkan wajahnya menghadap samping, tapi merentangkan tangannya lebar-lebar.
Sunwoo tertawa lega, tanpa membalas pertanyaan Haknyeon, ia bergerak mengikis jarak. Sunwoo lega karena Haknyeon kembali berada di sampingnya, di dekatnya, tak menjauh. Meskipun tidak benar-benar bersih ragunya terhapus, tapi setidaknya Sunwoo tahu ia tetap menjadi dekap ternyaman untuk yang satunya pulang.
"Kau ini ternyata cengeng ya..."