"Hei! Ayo percepat langkahmu! Aku yakin Bunda akan memarahi kita habis-habisan jika pulang dalam keadaan basah kuyup nanti!"
Sunwoo berseru pada Haknyeon yang tertinggal beberapa langkah di belakangnya. Keadaan langit yang tengah menangis membuat mereka harus berlarian dari lobi depan sekolah buru-buru pulang sebelum langit semakin cengeng, bergilir mengganti kaki lompat kesana-kemari menghindari timbulnya riak karena air menggenang.
"Lagipula kenapa kau berjalan lebih dulu? Tidak bisakah kau menunggu sebentar saja? Kau kan sudah membawa payung, tidak akan basah jika menungguku!"
Suara lain menyahut, masih sambil susah payah menghindari kubangan air hujan yang membentuk di trotoar. Pun yang melangkah lebih awal juga melakukan hal yang sama, hanya saja bersama payung di genggamannya. Tidak adil memang.
"Aku hanya ingin cepat pulang!"
"Begitu juga aku!"
Haknyeon mempercepat langkahnya. Perintah Sunwoo terkabul. Depak langkah Haknyeon datang disampingnya menimbulkan riak yang cukup untuk membuat sebelah sepatunya basah.
"Hoi! Kau sengaja kan?"
Ia mendelik menoleh Haknyeon yang kini sudah berhasil berada satu payung dengannya.
"Kau duluan yang tega meninggalkan sahabatmu dan berlari lebih dulu dengan payung, itu tidak adil! Jadi aku harus membalasmu, bukankan begitu agar jadi adil?" Ucapnya dengan nada yang dibuat-buat, tersenyum menang, terus mengejar langkah agar bersisihan.
"Terserah"
Langkah terus dilanjutkan sampai tujuan, rumah. Meskipun pada detik-detik terakhir hujan turun lebih ganas tak elaknya membasahi seragam mereka, membuat payung yang digenggam hampir tak berguna.
Bangunan-bangunan rumah berderet mulai terlihat menyambut mereka.Sesuai perkiraan. Saat sampai, Bunda Haknyeon mengomel tentang seragam basah mereka, mengomel bagaimana jika hujan masih terus deras dan tidak akan ada kesempatan untuk mengeringkannya, serta omongan-omongan lainnya yang menurut Haknyeon mulai mengarah keluar topik.
"Ya sudah, kalian cepat masuk. Keringkan badannya di dalam"
Sudah tidak aneh lagi jika Bunda menyebut 'kalian', karena berarti rumah Sunwoo tepat di dempet samping milik Haknyeon sedang kosong tanpa penghuni. Biasanya, Sunwoo hanya akan bertanya selintas kemana orang tuanya pergi dan sekedar ber'oh' ria ketika mendapat jawabannya.
Jejak lembab mencetak tangga menuju kamar Haknyeon, segera membereskan seragam dan melempar badan ke kasur.Di tengah kamar dengan nuansa poster model tahunan sembilan puluh itu obrolan-obrolan tipis terselip, hujan masih belum juga berhenti menyiram bumi bahkan setelah satu jam sejak kepulangan mereka.
Bersin dan sesekali batuk keluar dari mulut Haknyeon, mengalihkan perhatian Sunwoo dari ponselnya."Sudah kubilang untuk berjalan lebih cepat tadi. Kemarilah, biarkan aku mengecek suhumu"
Haknyeon bergeser mendekat, menaruh kepalanya pada Sunwoo yang terduduk di pinggir kasurnya.
Untuk sebentar Sunwoo tertunduk memandang Haknyeon di pahanya, yang ditatap mengerjap-ngerjap heran memberikan tampang seperti orang mabuk sebab wajahnya memerah habis dibakar suhu tubuhnya sendiri."Apa? Katanya mau mengecek suhu-ku?"
"Tidak ada, kau terlihat lucu dengan wajah seperti itu"
Sunwoo nyengir. Menempatkan punggung tangannya di dahi Haknyeon, menerka-nerka panasnya."Apa maksudmu 'dengan wajah seperti itu' hah? Kau sedang meledek ya?"
Sunwoo tertawa, menjawil hidung temannya dengan ujung telunjuknya.
"Mungkin? Wajahmu terlihat semerah tomat, itu lucu bagiku""Yang benar saja, tidak bisakah kau berhenti jadi menyebalkan untuk sehari saja? Aku jadi sakit begini juga gara-gara kau tahu! Kau harus membayarnya!"
"Oh ya? Dengan apa kau ingin aku membayarmu? Membelikan makanan kesukaanmu? Ayolah, itu sudah terlalu sering"
Bola matanya berputar sarkas, karena tak bohong juga jika Sunwoo bosan melihat Haknyeon menagihnya dengan makanan yang kiosnya selalu mereka lewati tiap pulang sekolah.
Tapi kepala Haknyeon di pangkuannya seperti punya ide lain. Haknyeon menampilkan senyum mencurigakannya. Mengangkat sedikit badannya untuk meraih gitar yang ia letakkan di sisi ranjang, menadahkan Sunwoo gitarnya dan kembali terkulai seperti posisinya tadi."Bernyanyilah untukku! Kau kan jago main gitarnya!"
Yang pahanya dijadikan bantalan menatap dengan ekspresi penuh kerut.
"Kau sudah bersedia membayarku, bermainlah! Aku akan mendengarkan"
"Bagaimana jika kau malah tertidur?"
"Tenang saja, itu tak mungkin terjadi. Kau boleh pulang menyebrangi balkon setelah kau menyanyikan... Ah! Setidaknya enam lagu favoritku!"
Ia memampangkan gestur jumlah angka enam ke hadapan Sunwoo.Sunwoo mendengus namun tetap menyanyikan seluruh lagu yang Haknyeon minta. Sampai sore menjemput dan perkataan Haknyeon terbukti salah.
_"...Until I make you mine,"_
Ujung petikannya terdengar sumbang. Tesenyum tipis dibarengi helaan napas melihat Haknyeon yang lelap dibawah pandangnya.
Sunwoo menatap nanar luar jendela, dimana hujan masih setia berguyur. Ia mengusap-usap pelan surai Haknyeon.Meskipun tersenyum, tapi matanya sendu. Gemuruh ragu dalam hatinya kembali datang.