Absquatulate

64 18 1
                                    

Sekarang cerpen yang ketiga dari kak SachieFall

Jangan lupa komen dan vote yaa :)



Absquatulate (n.) to leave without saying goodbye

Pertemuan Pertama, Agustus 2015

Pada penghujung hari yang nampak sendu, sebab mendung tak kunjung pergi meninggalkan mega padahal hujan tidak lagi turun. Kulihat seseorang merengkuh dengan hangat seorang anak kecil yang mungkin baru berusia lima.

"Jangan jauh-jauh, nanti hilang," katanya lembut pada anak kecil yang ada dalam dekapannya itu.

Lautan manusia bukanlah hal yang aneh di tempat-tempat seperti staisun kereta. Apalagi, waktu sudah mulai petang, menandakan semua harus segera pulang sebab mesti kembali beraktivitas besok pagi.

"Abang, kenapa sih, langitnya mendung?" Bisa kudengar, anak perempuan yang rambutnya dikuncir rapi itu bertanya pada laki-laki yang ternyata adalah kakaknya.

"Langitnya lagi sedih." Sang kakak menjawab dengan nada meyakinkan.

"Kenapa?" tanya anak kecil itu penasaran.

"Soalnya ini udah sore tapi Rara belum pulang."

"Ih, Abang!" seru anak kecil bernama Rara itu sambil memberontak di pangkuan sang kakak, membuat orang yang memangku adiknya terkekeh, dan buru-buru meminta maaf sebab sudah menjawab pertanyaan sang adik dengan asal-asalan. "Rara seiru!" protes anak itu sambil memukul-mukul abangnya pelan.

"Aduh, aduh, ini namanya kekerasan." Laki-laki itu mengaduh. "Nanti Abang aduin loh ke Bunda."

"Biarin. Rara aduin balik soalnya Abang ajakin Rara main sampe malam."

"Eh, masih kecil udah playing victim. Tadi siapa yang enggak mau Abang ajak puang?"

"Rara," anak itu menjawab diiringi cengiran tak bersalah yang terkesan lucu. Aku jadi ingin ikut mengusak rambut anak itu sama seperti yang dilakukan oleh kakaknya pada saat itu.

"Langitnya mendung sebab dia tertutupi awan yang mengandung partikel-partikel air, yang bisa jadi hujan, Rara."

"Tapi kan hujannya udah pergi tadi."

"Mungkin Mendung masih punya urusan sama Langit, makanya, dia enggan untuk pamit."

Aku berani sumpah. Pembawannya barusan betulan membuatku jatuh sedemikian rupa padanya. Aku suka bagaimana dia menjelaskan sesuatu kepada adiknya itu. Pun entah kenapa, diksi-diksi yang dia punya terdengar begitu indah di telinga. Mungkinkah, orang itu adalah penulis sajak atau sekadar jiwa yang suka merangkai kata.

Begitu kereta datang, buru-buru kami masuk ke dalam gerbong supaya tidak ketinggalan. Kemudian tidak lama setelahnya, sosoknya dan Rara mulai menghilang dari pandangan. Bolehkah aku berharap, jika suatu saat nanti aku bisa dipertemukan dengannya lagi?

Pertemuan Kedua, September 2015

Aku sempat terpaku beberapa saat begitu melihat orang yang duduk di sampingku adalah si pemuda Stasiun yang kulihat tiga bulan lalu. Sebab terlambat datang, aku kebagian duduk di kursi ujung labolatorium dekat pintu. Kecerobohanku itu entah kapan mau hilang, padahal statusku masih mahasiswa baru.

"Kenapa terlambat?" tanya suara yang terdengar familier itu. Bagiku, timbre suaranya sangat khas sehingga dari suaranya, saja, aku langsung bisa tahu kalau orang yang bicara adalah laki-laki Stasiun itu.

WITS Short Story EvenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang