Sepasang netra hazel menatap nanar tubuh wanita yang terbaring di lantai, sosok yang ia sayangi bermandikan darah segar. Wajah lebamnya ia abaikan, dengan tangan bergetar memeluk sosok cantik yang selalu ia puja.
"Kakak..." suara si adik yang tak dapat menahan rasa sakit dan kesedihannya.
"Maafkan kakak" tangan halusnya menyeka air mata yang mulai jatuh.
"Tidak, tidak. Jangan tinggalkan aku" gusarnya.
"A-aku akan mengambil kursi roda, kita harus ke rumah sakit" ujar si adik dengan nada bergetar. Tidak sanggup melihat sosok malaikat yang selalu menjaganya terbaring lemah dan tak berdaya.
"Shuji, berjanjilah tidak jadi seperti ayah"
"Aku janji, tapi kakak juga janji tidak boleh pergi"
Perawakan yang tampak tak akan menangis kini mengeluarkan emosinya seperti anak kecil. Wajah sedih dan mata sembabnya tak dapat menutupi sikap yang biasa menyeramkan. Suara bariton yang selalu menakuti lawan kini terdengar serak dan pilu. Kehilangan satu-satunya orang yang paling ia cintai.
Bibir pucat itu tak menjawab, ia cuma tersenyum sembari menahan rasa sakitnya.
"Aku sudah tidak sanggup. Kumohon akhiri ini" pisau dapur yang tergeletak di lantai disodorkan pada Hanma. Ia tahu ini adalah hal yang paling kakaknya inginkan, luka sayatan di kaki dan tangan memberi kecacatan pada malaikat manisnya.
"Maaf, maaf, maafkan aku" gumam Hanma takut.
Ia mengambil pisau yang diberi, kemudian meletakkan kakaknya di lantai dingin yang dipenuhi darah. Tangannya menggenggam kuat pisau, ia mengayunkan ujung pisau tersebut tepat ke dada kakaknya. Menusuk gadis itu berkali-kali hingga sang kakak berhenti bernapas. Hanma menangis sejadi-jadinya, namun ia tetap tak berhenti membunuh kakaknya.
"Maaf" berkali-kali ia menggumamkan hal serupa. Ia melempar pisau kesembarang arah lalu kembali memeluk sosok yang paling ia cintai.
Kejadian yang serupa dengan kematian ibunya. Dua wanita yang paling Hanma cintai pergi di tangannya sendiri, meminta kematian pada anak kecil yang tidak tahu bahwa jalan yang ia ambil adalah sebuah kesalahan. Diperkosa, disiksa dan dibiarkan terluka adalah hal biasa bagi wanita di rumahnya. Ayahnya adalah Yakuza yang tak punya hati, selalu mempermainkan kehidupan Hanma tanpa tahu bagaimana perasaan pemuda itu. Tiap malam meronta meminta pertolongan orang lain, menahan sakit yang tak pernah sembuh, menumpuk dendam yang bisa jadi alasan untuk membunuh sang ayah.
***
**
*Kisaki menoleh ke berbagai arah, maniknya bergerak mencari pemuda jangkung yang baru menelpon malam ini. Mendapat kabar jika kakak Hanma pergi meninggalkan sang adik selamanya.
Kisaki masuk ke sebuah ruangan, pemuda jangkung itu tersenyum ketir ke arahnya.
"Dia cantikkan?" kata Hanma.
Atensinya berpindah pada seorang gadis yang terbaring kaku di ranjang rumah sakit. Mata terpejam dan dupa yang berada di dekat mayat menandakan bahwa gadis cantik itu tak akan pernah membuka matanya lagi.
Kisaki mendekat, memandangi kakak Hanma lekat.
"Dia memintaku untuk mengakhiri semuanya" ujar Hanma sembari tertawa.
Dapat Kisaki lihat seluruh luka yang menghiasi tubuh si gadis. Hanma pernah bilang kalau kakaknya adalah orang yang begitu baik dan tidak pernah kasar walaupun dunia sudah tak adil padanya.
"Dia meminta hal yang sama, dulu ibu juga begitu" walaupun Hanma tersenyum tapi air mata tak dapat membohongi rasa sakitnya. Hanma terus saja menangis seraya mengepal tangannya kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finale : Freedom [Hankisa] ✔
Fanfiction[Tamat] Book kedua dari book berjudul "Finale" Prekuel dari cerita Hanma dan Kisaki, pertanyaan tentang kedekatan dan kisah kelam keduanya. Awal pertemuan sang malaikat maut dengan seorang pemuda licik yang tak pernah ia duga. Hanma mengajukan dir...