Dengan rasa mual yang tertahan pemuda berkacamata memapah sang ayah, bau alkohol dan parfum wanita menempel jadi satu. Muak ia dengan nasib buruk yang tak pernah lepas, ingin segera kabur namun tak pernah tahu bagaimana cara lepas dari belenggu ini.
Setelah membawa sang ayah ke tempat tidur, Kisaki beranjak menuju kamarnya. Kisaki mengusap perlahan luka di pergelangan tangannya, sesekali meringis tatkala rasa perih menyapa kulit. Lagi-lagi dirinya yang harus menanggung rasa sakit, ayahnya pulang dalam keadaan mabuk dan memukuli tanpa alasan yang jelas.
Pemuda berusia tujuh belas tahun itu cuma bisa menertawakan hidupnya, ayah pemabuk dan ibu yang jarang pulang. Kisaki tidak tahu harus lari ke mana, semua teman-temannya menjauh karena sudah tahu kebusukan keluarga Kisaki.
Tak apa, begini lebih baik daripada ada orang yang ikut terlibat masalahnya. Mengurusi ayah ibu saja sudah kerepotan jadi tak perlu mengajak orang lain masuk ke dalam masalahnya.
Ia mengambil jaket dan pergi ke apotek. Terbiasa dengan luka membuatnya tak takut bila ada seseorang yang akan menodongnya dengan senjata, toh ia juga selalu berharap ingin mati.
Seusai membeli beberapa obat Kisaki singgah ke taman di dekat rumahnya. Malas pulang sekarang, rumah berantakan dan botol alkohol akan melayang ke dahinya kalau ketahuan pergi tanpa pamit.
"Oi beli apa?" Kisaki menoleh ke asal suara. Pemuda beranting dan tato di kedua punggung tangan, seingatnya mereka pernah bertemu tapi Kisaki lupa.
"Siapa kau?" tanya Kisaki balik.
"Aku? Kau tidak mengenalku?" Kisaki menggeleng, pemuda jangkung itu mendegus kesal, bagaimana bisa Kisaki tak ingat kakak kelasnya.
"Aku Hanma Shuji, tidak kenal?"
"Ah, si malaikat maut?" cibir Kisaki. Hanma terkekeh, pemuda yang menarik pikirnya.
"Benar"
"Memangnya apa untungnya memberitahumu, kau juga tak akan membayar obat-obatku" Hanma mendelik setelah Kisaki berujar.
Obat-obat katanya? Apa Hanma tak salah dengar?
"Kau bandar narkoba atau pemakai?" tanya Hanma penasaran, walaupun ia liar dan hobi memukuli tapi Hanma tidak berani menyentuh benda terlarang itu, bukannya pengecut tapi Hanma masih mau berumur panjang.
"Sialan, jaga mulutmu" Kisaki berjalan mendekati pemuda yang duduk di ayunan itu. Bokongnya ia dudukan di ayunan sebelah Hanma, lalu menatap kantong plastik yang Kisaki bawa.
"Cuma obat untuk membersihkan luka"
"Wah wah, ternyata kau suka berkelahi juga, aku tak menyangka"
"Aku benci berkelahi" sela Kisaki cepat. Hanma bungkam, ia melirik bekas luka yang berada di pergelangan Kisaki, tampaknya luka itu masih baru.
"Ini karena tidak sengaja menjatuhkan botol alkohol" ucapnya bohong.
Mana mungkin Hanma percaya, jelas Hanma tahu mana yang terluka karena tidak disengaja dan disengaja.
"Ah begitu, ku kira kau suka berkelahi" Hanma menunduk, ia tersenyum kecut karena tahu kalau pemuda di sebelahnya memiliki nasib yang sama seperti dirinya.
"Kau pernah berpikir untuk kabur?" Kisaki melirik Hanma bingung, apa dia menyadari soal luka itu?
"Pernah, tapi aku tidak bisa. Otakku cuma dipakai untuk merencanakan sesuatu, bukan berkelahi"
"Hahaha kalau begitu biarkan aku yang jadi alatnya" tawaran Hanma sedikit menggiurkan, tapi Kisaki tak menerima dengan cepat, bisa jadi pemuda jangkung itu sedang mengoloknya.
"Nanti ku pikirkan lagi" Kisaki bangkit, ia mulai beranjak menjauh dari tempat itu.
"Aku tidak berbohong!" teriakan Hanma menghentikan langkahnya, Kisaki berbalik, menatap datar iris hazel Hanma.
"Ada bayarannya?" tanya Kisaki.
"Tentu saja, tapi ku pastikan kau juga akan mendapat bagian" Kisaki terkekeh kecil, Hanma sedang mengajaknya bernegosiasi? Mungkin tak masalah jika terlibat masalah lain, toh hidupnya juga sudah kacau dari awal.
"Apa itu?"
"Kalau sekedar memukuli kau harus membayarku"
"Itu mudah, tinggal mengambil harta orang lain" jawab Kisaki enteng.
"Hahaha" tawa mengerikan Hanma mengagetkannya, Hanma mengusap sebelah wajahnya, memamerkan tato bertuliskan hukuman di depan wajahnya.
"Kalau memukuli bayar dengan ciuman atau manjakan penisku" Kisaki terbelalak, perkataan Hanma mengagetkan dirinya. Sepertinya ia sudah salah dalam mengambil keputusan. Tapi kalau tidak dituruti ia juga akan mendapatkan masalah lebih rumit dari ini.
"Dan jika kau memintaku untuk membunuh maka bayar dengan tubuhmu" suasana berubah hening, Kisaki menunduk, ia sedang menimang tawaran gila Hanma.
"Kalau tidak mau yasudah, aku tidak memaksa atau merundungmu" ucap Hanma tak acuh, Kisaki kembali menatapnya intens, iris abu kebiruan itu tampak ingin menyampaikan sesuatu.
"Apa kau yakin bisa membunuh?" pertanyaan Kisaki seperti menantang dirinya.
"Jangan bicara berlebihan kalau tidak mau mempermalukan diri sendiri, aku juga bisa menjatuhkanmu kalau aku mau" lanjut Kisaki. Hanma suka ini, percikan aneh timbul dalam benaknya, kalimat menantang itu bagai menjeratnya untuk melangkah lebih dekat.
"Kau bisa membunuhku langsung jika aku tidak bisa menepati perkataanku"
Dua pasang mata itu saling menatap angkuh. Kisaki tidak tahu apakah Hanma sanggup untuk melenyapkan nyawa seseorang, tapi ia jadi punya satu pion penting untuk keluar dari keluarga yang memuakkan itu.
Begitu juga Hanma, jika ia berhasil mendapatkan Kisaki, maka dirinya tak perlu repot memikirkan cara untuk membunuh orang-orang di sekitarnya.
***
**
*Finale : Freedom
***
**
*Bersambung ...
20/12/2021Prekuel dari pertemuan Hanma dan Kisaki yang belum dibahas di book sebelumnya ( ͡° ͜ʖ ͡°)
Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen jika suka sekaligus mendukung author!
Thanks and stay safe!
KAMU SEDANG MEMBACA
Finale : Freedom [Hankisa] ✔
Fanfic[Tamat] Book kedua dari book berjudul "Finale" Prekuel dari cerita Hanma dan Kisaki, pertanyaan tentang kedekatan dan kisah kelam keduanya. Awal pertemuan sang malaikat maut dengan seorang pemuda licik yang tak pernah ia duga. Hanma mengajukan dir...