2. Switch Over|切り替え

64 10 0
                                    

A continuation of Misunderstanding

Lonceng penanda kelas telah usai baru berbunyi beberapa menit lalu, namun rentang waktu yang terlewat sejak saat itu cukup membuat seisi sekolah kosong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lonceng penanda kelas telah usai baru berbunyi beberapa menit lalu, namun rentang waktu yang terlewat sejak saat itu cukup membuat seisi sekolah kosong. Kau hanya berpapasan dengan beberapa anggota ekstrakulikuler lain yang masih bertahan dengan kegiatan mereka setelah keluar dari ruang guru tadi.

Hari ini sangat ribut. Padahal kau tak merasa berbuat sesuatu yang berakibat fatal pada masa depanmu kelak. Tapi wali kelasmu memberimu lektur panjang lebar tentang dunia dan isinya.

“Kalau kau masih punya waktu untuk berpacaran, kenapa kau tidak serius memikirkan masa depanmu? Kau bahkan belum mengisi lembar konsultasi karirmu!” Kalau boleh tidak sopan, kalimatnya itu lebih mirip hardikan dibanding nasihat yang diberikan seorang wali kelas terhadap muridnya. Menjadi bujang di umur empat puluhan mungkin jadi pelatuk baginya untuk membenci murid yang terlibat masalah percintaan. Meskipun dalam kasusmu, itu hanyalah salah paham.

Kau menghela napas sambil terus melangkah menyusuri lorong menuju gimnasium, tempat di mana kau akan melampiaskan kekesalanmu kali ini.

Konsultasi karir, katanya?

Siapa orang waras yang akan mengkonsultasikan sisa hidupnya pada seseorang yang bahkan dianggap tidak kompeten menjadi seorang pengajar?

Rasa kesal terus membumbung di atas ubun-ubunmu hingga kau nyaris tidak sadar kalau kau telah memasuki gedung olahraga, di mana anggota klub bola voli putra sudah mulai melakukan latihan mereka.

Kecuali si kepala puding yang kini bersimpuh di atas lantai kayu bersama pemuda berkepala perak yang kemudian sadar akan kedatanganmu.

“Ah, kau sudah kembali.” Katanya.

“Sebenarnya aku ingin langsung pulang sih,” ujarmu membalas sapaan Shinsuke, sebelum kau beralih pada si kepala puding yang sepertinya tengah menghindari kontak mata denganmu. “Atsumu, ada yang ingin kau katakan padaku? Kecuali mengajakku menikah dengan spanduk tentunya.”

Kalimat terakhirmu mengundang kekehan kecil dari beberapa orang yang berada di sana, termasuk belah pinang dari si puding, Osamu.

Kau tidak tahu apa yang sebelumnya Shinsuke lakukan hingga Miya Atsumu, pemilik kepala puding itu bersimpuh di depannya.

“Aku minta maaf ...,” gestur menjengkelkan terlihat saat dia berucap sambil memanyunkan bibirnya.

Kau ingin memprotes caranya minta maaf, tapi kau sendiri sadar kalau semuanya berawal dari salah paham yang kau timbulkan karena salah memberikan sesuatu padanya. Namun kau terlalu gengsi untuk minta maaf pada sosok yang seharian ini membuatmu kesal sekaligus malu.

“Sudahlah,” tukasmu. “Ini omamori-mu, sekarang kemarikan punyaku.”

Masih dengan bibir mengerucut, Atsumu merogoh kantung jaketnya lalu mengeluarkan benda kecil berwarna hitam dari sana. Dia nampak ragu saat hendak mengulurkan benda itu padamu, tapi itu tak lama sampai kau melotot ke arahnya.

[Antology] a Haikyuu!! Fanfiction |𝙏𝙤𝙠𝙞-𝙤𝙧𝙞|Miya Atsumu x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang