13

6 0 0
                                    

Satu porsi soto ayam telah dihabiskan Ariani, alhamdulillah ia sudah kenyang. Berbeda dengan Raga yang menghabiskan dua porsi soto ayam. Ya, mereka bertiga sedang menyantap makan siang. Raga terus kepikiran bahwa Ariani akan menikah.

"Kok diem aja?" tanya Ariani pada Raga.

Sejak awal makan Raga terlihat diam, Giska pun dibuat bingung biasanya lelaki itu tak henti hentinya mencari pembicaraan pada Ariani.

Raga menengok kearah Ariani, "Kamu serius mau nikah?" tanyanya to the point.

"Iya.. Kenapa?" balas Ariani.

"Aku galau,"

Ariani melihat kearah dua mangkuk soto ayam milik Raga yang telah kandas.

"Galau atau lapar?" ledeknya.

Raga terlihat berfikir sejenak, "Dua duanya sih,"

Giska tak memperdulikan kedua orang itu, ia fokus membaca berita pada benda pipih ditangannya.

Raga menatap lama Ariani, membuat gadis itu risih.

"Matanya dijaga." ucap Ariani sambil menusukkan sedotan pada minuman gelas di tangannya.

Raga tidak berekspresi, "Jujur Ariani, kamu masih menyimpan rasa itu kan untuk aku?" ucapnya refleks.

Ariani tersedak minumannya, mengapa lelaki ini tiba tiba membahas hal lama yang telah ia lupakan.

"Raga, aku dan Giska sudah selesai makannya, kami duluan ya, waktu break sudah hampir selesai, Assalamu'alaikum," ucap Ariani sambil berdiri dan menarik pelan Giska yang hanya ikut ikut saja, walau makanan milik Giska belum habis.

Ada sepasang mata yang memperhatikan mereka sedari tadi dan ikut berlalu ketika dua gadis tadi pergi.

***

"Kenapa sih Rin? Kok buru buru, makananku belom habis loh tadi," ucap Giska yang untung saja tidak begitu menyimak obrolan tadi.

"Kita belum sholat, udah mau masuk nih. Dan soal makanan kamu, maaf ya, nanti kamu makan di kantin kantor aja, aku yang bayar." jawab Ariani sambil berjalan lebih dulu kearah musholla.

Giska yang ditinggal oleh Ariani hanya bisa menautkan kedua alisnya. "Masih dua puluh menit padahal," ujarnya.

"Mbak Gis,"

Giska menolehkan kepalanya, ketika ada yang memanggilnya.

"Ehm, mbak aku boleh tanya sesuatu sama mbak?"

Giska bingung, apa yang ingin ditanyakan Dhiva pada saat jam break seperti sekarang. Apa ada yang penting?

Dhiva pun mengajak Giska untuk duduk di bangku lobby yang kosong.

***

Jam kerja kantor telah selesai, para karyawan sedang bersiap untuk mengakhirkan pekerjaannya dan mempersiapkan kepulangan masing masing.

"Hey, aku duluan ya, mau antri diskonan." ucap Bella kepada Giska dan Dhiva.

Hari ini memang hari pembayaran gaji, ditambah besok hari libur, Bella akan memanjakan perutnya dengan makanan makanan diskon yang menggugah seleranya.

Giska pun tertawa, "Ya Allah, kebiasaan sekali ya kalau tanggal pas segini,"

"Hehe,"

Dhiva pun ikut menimpali, "Iya hati hati ya mbak Bella."

Bella pun menganggukkan kepalanya dan segera melesat keluar ruangan. Hingga tinggallah Giska dan Dhiva.

Giska takut kalau Dhiva akan bertanya lagi seperti tadi siang, ia pun mempercepat gerakannya dan segera pamit untuk pulang.

"Ehm, aku duluan ya."

Dhiva hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya menimpali ucapan Giska.

Setelah Giska keluar ruangan, Dhiva pun termenung.

"Kukira ini adalah awal.. Tapi ternyata ini adalah terakhir." gumamnya dan bersiap untuk pulang juga.

Saat keluar ruangan, ia melihat Giska, Luthfi dan Ariani sedang berada di meja kerja Ariani, mereka terlihat sedang berbincang serius.

"Permisi maaf, saya pulang dulu ya." ucapnya tanpa melihat kearah Luthfi.

Giska yang langsung tahu akan sikap Dhiva, langsung menyahut. "Iya hati hati ya."

Dhiva pun tersenyum dan meninggalkan ketiga orang tersebut.

"Jadi, mau di cafe yang biasa atau dimana?" tanya Ariani.

Luthfi mengajak Ariani untuk mengobrol sebentar, tentu saja Ariani tidak ingin hanya berdua dan kebetulan Giska menghampirinya. Jadilah Ariani mengajak Giska juga.

"Di lobby saja Ar, sebentar kok." jawab Luthfi.

"Oke baiklah,"

Sebenarnya Giska menghampiri Ariani, karena ada yang ingin ia ceritakan, tetapi ketika melihat Luthfi juga ingin bicara pada Ariani, maka ia pun menunda untuk menceritakan suatu hal pada Ariani.

Di lobby kantor, sudah terlihat sepi, karena memang jam pulang sudah 30 menit yang lalu, Giska pun seperti biasa tetap memperhatikan mereka walau dari jarak yang berjauhan darinya.

"Ada apa, hm?" tanya Ariani.

Luthfi berdeham sejenak, "Aku belum mengikat kamu. Jadi kamu masih bisa kembali sama dia."

Ariani terlihat bingung dengan maksud ucapan Luthfi. 'Dia' siapa?


"Maksud Pak Luthfi, apa?"

Luthfi tersenyum, "Aku mendengar ucapan teman lelakimu saat makan siang tadi. Tidak apa Ar,"

"Raga?" Ariani tahu maksud Luthfi adalah ucapan yang mana.

"Hanya karena ucapan sekilas, Pak Luthfi percaya, dan membiarkan saya bersama lelaki tadi?" tanya Ariani.

"Saya takut menjalani hubungan, yang ada orang lain diantara kita nantinya." jawab Luthfi, walaupun hatinya bergetar ketika mengatakan itu.

Jelas Luthfi tahu, Ariani adalah wanita baik. Ariani tidak mungkin mendua. Tapi, ia hanya takut jika dirinya bukanlah orang yang pertamanya.

Ariani tersenyum menenangkan, "Bukan dia, tapi kamu."

TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bukan Dia Tapi KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang