DIA FERID BATHORY (BONUS)

50 5 0
                                    

Aku sebetulnya masih merasa seperti bermimpi. Semua hal tak pernah terbayang kan. Ditempat asing, tinggal bersamanya-si vampir berwajah antagonis juga rambut silver khas itu.

Atau, yang paling diluar nalar ialah menyandang marga 'Bathory' dibelakang nama ku. Menjadi seorang Nyonya dalam keluarga.

Diri ini sedang duduk pada bangku meja kerja menyoroti jendela dihadapan yang menyajikan pemandangan taman belakang nan luas, beberapa bunga mawar warna merah, putih, kuning, juga hitam dan pohon pinus menjulang. Semilir angin menerpa wajah, menerbangkan beberapa helai poni lebat pada dahi, jam dinding berdetak bagai irama untuk sedikit mengusir keheningan.

Aku tersentak saat ide di kepala muncul seolah mencipta gambaran lampu kuning menyala. Seperti yang sering dilihat dalam anime.

Ah iya, tentang taman belakang aku mendadak jadi flashback masalalu. Teringat peristiwa konyol sekaligus agak romantis. Ya ampun, diriku yang dulu pasti menganga jika tahu pemikiran ku sekarang.

Semua tentang Evangelina tampaknya sudah sedikit berubah karena Ferid Bathory.

Sekilas suara terkekeh datang dari mulutku. Mungkin para prajurit vampir dulu banyak yang tak percaya, jikalau Eva-si batu es berjalan bisa tertawa.

Dan lagi-lagi penyebabnya karena pengaruh Ferid Bathory dalam hidup ku.

"Hm, apa harus ditulis aja ya? Sudut pandang ku buat dia." Berbicara sendiri bagai orang aneh, tangan putih pucat mengambil pena dan buku bersampul hitam di laci.

Tuk.

Pena terlepas dari pegangan, menyentuh meja dengan posisi terlentang sedikit miring ke kanan. Darahku seolah membeku, dekapan posesif juga nafas hangat berada tepat dibelakang telinga. Aku tak bisa bebas bergerak, namun seolah candu enggan dilepas.

Ferid Bathory memelukku, mengecup singkat sebelah pipi yang agak memerah ini. "Katakan, honey. Siapa yang mau kamu tulis di kertas?"

Menengok kearah kanan, tepat kepalanya disandarkan pada bahu ini. "Seseorang, dia sangat spesial ..." lirihku sengaja memanas-manasi.

Tangan Ferid meremas lengan Evangelina ini. Detik berikut, pria dengan tinggi kisaran 182 cm menegakkan punggung. Menarik tangan ku pelan hingga tubuh ini berdiri, dia mendudukkan tubuhnya di tempat ku tadi.

Lalu menyuruh menjadikannya sebuah bangku, duduk nyaman diatas pangkuan sembari memeluk pinggang ramping ku. Mengecup sedikit pipi, pundak, dan leher ini lagi. Sangat lembut.

Ferid menggeram, kepala ku miringkan sedikit. Kembali bertanya-tanya tentang apalagi yang akan dia ucapkan. "Kamu milikku, hanya aku. Selamanya. Jangan kagum apalagi sampai berani tulis nama orang lain dalam cerita kita."

"Kalau enggak, dia aku matiin loh ..." ungkapnya pelan, bisa membuat bulu kuduk siapa saja berdiri. Tidak termasuk perempuan yang ada dalam dekapannya ini.

Aku terkekeh, mengusap rambut harum Ferid dengan tangan. "Sebenarnya, siapa yang bilang kalau aku mau nulis nama orang selain kamu disini?"

Laki-laki ber-manik merah mendongak, berusaha melihat wajah si lawan bicaranya. "Ah, jadi itu aku sendiri?"

Demi apapun, aku mati-matian menahan tawa. Kemudian membalas pertanyaannya dengan anggukan. Ferid sangatlah menggemaskan ketika binar raut tampak jelas. Seolah semangat di mata yang diam-diam sering redup, menyala kembali dengan silau tiada tara.

"Baiklah, jadi aku bisa mulai nulis Ferid?"

Si tampan itu mengangguk. "Yes, of course honey. Then, write it as much that you wanted. I'll see it."

***
Lama dia menunggu ku tanpa bosan. Hanya melihat tangan ini menggoreskan tinta pena pada kertas.

Ku letakkan pulpen ke atas meja tanpa menutupnya, menyapu-nyapu lembaran buku seolah tulisan disana harus dirawat.

"Aku sudah selesai. Kamu mau lihat?" Eva ini menoleh lagi. Kepala Ferid terangkat, di jarak beberapa sentimeter jujur saja jantungku berdetak semakin kencang.

"Boleh, tapi aku ambil imbalannya dulu. Hitung-hitung hadiah karena telah sabar menunggu."

Cup.

Ferid menciumku singkat. Sontak wajah memanas, jangan tanya lagi pipiku bagaimana. Jelas merah, bagai kepiting rebus.

"Mana katanya mau tunjukkan?"

Dengan gerakan kaku, aku malah tertawa garing. Kemudian mengambil buku sampul hitam yang juga jatuh tadi.

"I-ini, lihat aja. Tapi janji loh jangan kayak tadi lagi. Main nyosor aja." Mempertahankan air muka tak berekspresi, aku seakan merengut tak suka.

"Iya-iya." Taringnya kelihatan sedikit, seperti anak kucing. Mungkin hanya aku yang menganggap begitu.

Ah iya, hampir lupa memberitahu. Inilah kalimat yang ku tulis tentangnya. Dia, Ferid Bathory.

Takdir memang sangat lucu. Cerita paling indah sekaligus tak pernah disangka-sangka bagiku kini sudah dijalani.

Pertemuan dengannya adalah titik balik hidupku yang monochrome. Sebelumnya ku pikir, hanya akan ada perang, perebutan kekuasan dan pertumpahan darah.

Nyatanya hari-hari kosong ku semua dihapus dengan adanya sosok bangsawan vampir bernama Ferid Bathory. Si mata se-merah darah, rambut silver berkilau apabila terkena matahari, dan sikap arogannya yang khas sekali.

Diawal, aku berusaha menyangkal setiap pesona juga kehadirannya. Tanpa sadar bahwa memikirkan Ferid saja sudah membuat hati ketar-ketir.

Yah, mungkin Evangelina dulu terlalu kaku soal cinta. Kepahitan masalalu menguburkan keindahan kasih sayang sejati itu.

Namun, lihatlah aku sekarang. Bahagia. Adalah kata yang pas menggambarkan keadaan.

Untuk semua, Eva ingin berterimakasih. Pada takdir yang telah menuntun ke jalan penuh warna-warni. Sesuatu begitu menakjubkan, lebih dari yang pantas diterima.

Untukmu, Ferid Bathory. Lelaki pantang menyerah, pemaksa, dan penuh obsesif. Aku berkata, jangan meninggalkan perempuan mu ini. Jangan pernah berubah, terus jadilah seperti Ferid yang ku kenal. Bersemangat, licik, sadis, juga romantis.

"Eits, mau kemana hm?" Tubuhku kehilangan keseimbangan begitu hendak berdiri-berlari menjauh dari Ferid saat dia sudah selesai membaca. Parahnya, malah ambruk dalam dekapan.

"Enggak, kok. Aku mau ke perpustakaan aja!" ketus jawabanku, keringat dingin membasahi pelipis tanda gugup.

"Kebiasaan sering berbohong. Kamu pikir bisa kabur setelah membuatku seolah terbang ke langit? Tidak, Evangelina Bathory." Gelengan kepala juga tawa seramnya menjadi alarm peringatan bagiku.

"Detik selanjutnya, kamu harus temani aku disini. Dikamar ini. Sampai pagi." Tangan nakal menyusup dibalik baju ku, mengelus punggung halus.

Aku bergidik ngeri. Tamatlah riwayat hidupku. Selamat tinggal semua.

***

Catatan:
- Karena banyak yang baca fanfiction Ferid's Love ini aku memutuskan untuk membuat bonus chapter ini lagi. Setelah sebelumnya berjudul 'Tentang Evangelina' yang ditulis oleh Ferid. Kini sebaliknya.

Tertanda,

Author Evanaa88.

FERID'S LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang