24. Jemput

2.2K 222 15
                                    

"Kerja yang bagus.. Dan ini, bayaranmu. 4 juta won. Cukup?" Pria itu mengeluarkan amplop dari tasnya yang berisi uang dengan jumlah 4 juta won.

"Lebih dari cukup. Jika ada tugas lagi panggil saja aku." Wanita itu memberikan senyuman pada pria tersebut.

"Apa jalanmu selanjutnya?---pria itu sejenak berhenti---kau masuk agensi kecilan itu hanya untuk misi seperti ini? Berpura-pura menyamar menjadi staff untuk.. Memantau putra ku?"

"Ya, jika bukan karena uang. Mana mungkin aku menerima kerja sama mu."

"Jadi sekarang apa jalan mu?" Pria itu duduk dikursi singgasana nya. Menghisap rokok miliknya.

Sementara si wanita hanya tersenyum sinis.

"Aku tidak akan keluar dari agensi itu sekarang. Aku akan keluar. Setelah putra mu itu keluar lebih dahulu.-

Tapi apa kau yakin dengan rencana kita ini dia benar-benar keluar?"

Pria itu kini yang tersenyum sinis, mirip seperti iblis. Mungkin.

"Aku yakin. Mana mungkin ia tidak akan keluar. Dia bahkan tidak memiliki bukti apapun."

"Hm, kau memang wanita yang sangat bijak. Sayang." Pria itu menarik wanita 'cantik' yang sedari tadi terus berdiri itu.

Yang ditarik dengan drama menggeram pelan. Lalu tersenyum. Dengan sengaja wanita itu menjilat bibirnya sendiri, lalu mengelus pipi serta rahang tegas pria yang memangku nya.

"Bagaimana jika kita rayakan dengan jauh lebih menyenangkan, daddy?" Dengan sengaja ia bangun kemudian duduk kembali dengan posisi kaki terbuka dan menggerakan pinggul nya maju mundur. Menggoda. Dimata pria gila itu.

"Tentu."

Dan diakhiri malam kemenangan itu dengan adegan yang seharusnya tidak mereka lakukan.

***

Haehan sedari tadi terus berjalan maju mundur, bahkan beberapa kali ia tidak sengaja menabrak kursi atau terbentur dinding putih hijau biru khas rumah sakit.

Sudah sekitar 30 menit lebih dia menunggu.

Sehingga akhirnya orang yang dia nantikan keluar. Segera dengan cepat ia hampiri. "Bagaimana-

"Tenanglah.. Sekarang dia baik-baik saja." Haehan bernafas lega atas ucapan dokter tersebut.

"Terimakasih. Siwon-hyung."

"Sama-sama. Aku sudah dengar beritanya.. Hyung sarankan jangan tinggalkan dia. Jika dia terlalu panik, maka itu akan berakibat ke jantungnya.

Dan.. Soal kemo-

"Dia tidak akan mau hyung." Haehan langsung memotong pembicaraan tersebut. Berapa kali dipaksa, berapa kali dipujuk agar Haechan mau. Haechan adalah anak yang cukup keras kepala. Jika dia tidak mau, ya tidak mau.

"Aku mohon terus coba untuk membujuknya. Ini demi dirinya."

"Akan kucoba."

"Baiklah, hyung permisi." Dokter Siwon itu berlalu. Banyak pasien lain yang masih harus ia tangani.

Haehan hanya dia memandang Haechan yang terlihat dari luar kaca pintu. Dia menghela namanya sejenak, lalu kembali menatap Haechan. Adik kesayangan.

"Hyung tau kau bukan pelakunya. Hyung akan coba mencari buktinya. Bukti kalau bukan kau yang melakukan-nya."

"Wah.. Haechan kesini lagi.."

Haechan memandang kagum tempat yang sangat indah itu.

"Kakekk!! Nenekk!! Bibii!! Haechan datang lagi.. Kalian dimana???!" Haechan berteriak senang. Kakek dan neneknya menepati janjinya.

Tepat didekat pohon sakura yang pernah Haechan liat sebelum nya. Ia melihat dua sosok kakek dan neneknya yang berdiri disana.

"Kakek! Nenek!" Haechan berlari lalu memeluk keduanya. Yang dipeluk balas memeluk.

"Dengan mudah kau mengenal kakek dan neneknya.."

"Cucu kakek sama nenek gitu.." Haechan tersenyum bangga. Sejenak dia diam lalu "kakek sama nenek tepatin janji kan? Jemput Haechan!" kakek dan nenek Haechan saling berpandangan. Mereka kembali tersenyum menatap wajah polos cucu mereka.

"Bukankah sudah nenek dan kakek bilang. Beberapa bulan. Bukan sekarang, sayang.."

Seketika senyuman Haechan luntur.

"Jadi Haechan belum boleh ikut kalian?"

"Belum. Kakek dan nenek berjanji akan menjemput mu setelah beberapa bulan. Dan kau juga harus menepati janjimu. Bertahanlah, beberapa bulan."

Haechan tidak menjawab apapun.

Dia diam.

"Tapi..-

"Pulanglah dulu." Cahaya yang sama saat dia akan berpisah dari kakek dan neneknya. Cahaya itu amat terang. Membuatnya harus menutup mata.

Dan kembali ke dunia sadar sebenar.

***

"Chan.. Chan-ie.. Bangun.."

Haehan setia menggenggam tangan mungil Haechan.

Belum ada tanda Haechan akan bangun. Matanya masih setia terpejam. Tangan dan kakinya tidak merespon sedikitpun.

Haehan menatap wajah Haechan, lekat.

"Hyung akan nyanyikan lagu favorit mu. Ya.. Dan berjanjilah untuk bangun."

Dia bernyanyi dengan nada selembut mungkin. Nada lembur seperti lagu kesukaan Haechan.

Dia mungkin, tidak akan berhenti bernyanyi sebelum adik kesayangan itu membuka mata.

Bersambung..


Kalau ingat chapter pas masih bahas soal mansion. Mungkin tau siapa pelakunya 🙆‍♀️.

Hehehe pai pai. Yang besok sekolah, jangan tidur malam2!💚apalagi yang di bawah 13 tahun umurnya! Dah~

Heart Wall Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang