BAB IV 🌷

249 31 54
                                    

Happy Reading Gaes (!) 😚
___________________
__________________________

Istirahat jeda iklan hanya tujuh menit. Para kru sedang mem-briefing bintang tamu yang akan tampil di segmen selanjutnya. Urusan bakal jadi rumit jika Angelia tidak ada di layar kaca. Warganet Turki diprediksi akan habis-habisan mengulas sifat buruk Angelia yang tidakprofesional karena tiba-tiba meninggalkan acara setelah membentak presenter Kaleda Zuan. Membuat ribuan artikel yang tidak-tidak mengenai Penyanyi Angelia.

Apalagi pihak-pihak yang dari awal memang tidak menyukai penyanyi pendatang itu, sebab banyak beberapa studio musik rekaman yang menunda atau malah membatalkan kontrak beberapa artis demi Angelia. Penyanyi senior yang diam-diam geram ada anak ingusan menggeser popularitas mereka. Tentu mereka bisa melakukan apa saja untuk menjatuhkan Angelia, mereka mampu melakukan segala cara demi popularitas yang mati-matian didapatkan, untuk menyingkirkan satu serangga kecil? Cukup kesalahan kecil, satu jentikan jari dan BOOM! Bom fitnah meledak. Dunia hiburan memang kejam. Selain gaya hidup yang hedonisme, menciptakan masalah juga salah satu jalan menjadi terkenal. Namun, bila satu saingan hilang, bukankah lebih mudah memanjatnya?

Orang-orang memang suka melihat bintang bersinar di langit, tapi tak sedikit dari mereka yang juga ingin menikmati pemandangan bintang jatuh.

Langkah kaki Zoya terus berlari menyusuri ruangan mana saja. Menenggok segala arah. Angelia harus ditemukan. Dua menit sudah berlalu. ASTAGA, AYOLAH! Di mana anak itu berada?

Tak habis akal, Zoya juga bertanya pada siapapun yang ditemuinya. Angelia Sevgi, semua orang tahu wajahnya. Apalagi orang-orang Aloha TV. Mereka sudah lama berada di sini. Bahkan sejak Elia ikut ajang pencarian bakat.

Langkah kaki seperti dikejar binatang buas itu tepat terhenti di depan ruangan. Seorang petugas kebersihan baru saja mengatakan melihat Angelia masuk ke dalam sana. Benar saja, Zoya menemukan ruang skeneri panggung milik Aloha TV terbuka. Tergeletak bisu beberapa properti panggung raksasa nan berat. Hiasan, sound system, juga barang-barang untuk dekor. Adiknya, Elia sedang tertunduk lesu dengan memeluk kedua kakinya.

Di ruang gelap, lembab, juga pengap ini, hanya ada satu lampu digantung tepat di tengah-tengah sana. Lantai ubinnya masih agak kotor berdebu, disapu asal-asalan. Elia menunduk. Menyembunyikan mukanya.

"Eli ...?" Zoya melangkah perlahan, ikut duduk bersimpuh di sebelah Elia. Tahu betul apa yang sedang dipikirkan adiknya itu sekarang. Kaleda tak sengaja menanyakan sesuatu tentang Lion, membuat hati Elia hancur berantakan lagi. Siapa yang bisa mencegah orang luar membahasnya, bila mereka sendiri tak tahu. Keluarga Sevgi merahasiakan ini. Tangan Zoya menyentuh pundak gadis remaja umur delapan belas tahun itu. Zoya juga rasanya ingin menangis, tapi apa yang bisa diperbuatnya? Ia juga sama tak mampu melakukan apa-apa, persis seperti Elia.

Hening.

Elia tak menjawab panggilannya.

***

~Zoya

Kejadian sepuluh tahun itu masih terasa segar, gadis kecil umur delapan tahun yang ribut berlarian ke kamarku. Padahal dia masih baru pertama kali datang ke tempat ini, tapi sudah menganggap rumah megah milik Keluarga Sevgi seolah bagian dari rumahnya sendiri. Dimana ia bisa berlarian sesuka hatinya, bermain sepuasnya, hanya karena setiap hari raya, kami semua sekeluarga menyempatkan diri ikut berkumpul di Indonesia. Termasuk keluarga Paman Ilyasin.

Kebetulan pintu kamarku terbuka, jelas sekali suara ribut-ribut di bawah itu masuk dan mampu kudengarkan. Ada tamu.

"Elia!" seru Baba (sebutan untuk Ayah dalam bahasa Turki)-ku pada anak kecil menyebalkan itu. "Hati-hati saat naik tangga. Nanti kalau jubahmu terinjak, kau bisa jatuh!"

𝐖𝐡𝐞𝐧 𝐈 𝐂𝐚𝐧 𝐇𝐞𝐚𝐫 𝐘𝐨𝐮𝐫 𝐌𝐞𝐥𝐥𝐢𝐟𝐥𝐮𝐨𝐢𝐬 𝐕𝐨𝐢𝐜𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang