BAB VII 🌷

202 30 9
                                    

Ada yang masih belum tidur dan tahu notifikasi update ini? Hehe.

Sorry, ketiduran tadi gaes. Hampir aja lupa update.

Happy Reading Gaes (!) 😚
___________________
__________________________

Roda mobil toyota alphard yang mengangkut Zoya dan Angelia kembali membelah jalan raya Kota Istanbul, berjalan menyusuri aspal licin yang baru saja disapu oleh salju lalu disapu ulang dengan taburan garam oleh petugas kebersihan setempat. Bahaya sekali jika sisa es itu membuat kecelakaan pengguna jalan, bisa panjang urusannya nanti. Untung saja para petugas kebersihan—dengan upah ala kadarnya siaga pada hal sepele yang dapat merenggut nyawa manusia itu. Mobil yang disetir Zoya kembali melewati Jembatan Bosphorus, Angelia sudah bisa merasakan sambutan hangat Pak Tua Omer di ambang pintu ketika kediamannya diketuk. Hal-hal yang selalu dirindukan Angelia, menjadi Eli.

Suhu dingin membuat kaca mobil mengembun. Kadang Angelia suka menulis nama "Zoy Zoy" di kaca mobil itu. Mobil alphard yang mereka tumpangi adalah hadiah ayah Kak Zoya, kebaikanhati milik Keluarga Sevgi yang takkan pernah habis bila dihitung oleh Angelia.Dan Kak Zoya sendirilah yang memintanya ketika perayaan ulang tahun Kak Zoya yang kedua puluh empat, agar bisa leluasa mengantar Elia .Angelia memandang wajah yang sekarang sedang fokus menyetir, dua manik mata birunyamengamati jalan raya di balik kaca depan mobil yang terus disapu wiperagar bintik-bintik salju tak menghalangi jarak padang. Beralih ke kaca dashboardyang memuat pantulan diri Kak Zoya-nya. Wajah itu cantik, sangat cantik malahan. Gambaran sempurnaseorang independent woman muda, mandiri, sukses berkarir, aura wanitaalpha memancar. Kenapa di usia segini Kak Zoya masih saja betah terus menyendiri, takinginkah ia memiliki seorang lelaki spesial selain Paman Zaen?  Puh, Angelia menyerah. Tak mungkin bagi dirinya menyelami pemikiran Kak Zoya, terlalu tinggi.

Mobil berbelok di sebuah tikungan setelah melewati jembatan, meninggalkan jalan raya menuju jalan setapak yang hanya muat dilewati satu buah badan mobil. Pepohonan rindang yang bersemi elok hijau ketika musim panas kini hanya tersisa batang dan ranting kering, ujungnya terselimuti topi raksasa putih yang terbuat dari salju. Sama eloknya, bila kau memang suka musim salju dan hawa dinginnya.

Angelia menatap sebuah tepian sungai, di sana ia dan Lion dulu biasa bercengkrama, menghabiskan masa. Pinggiran sungai itu penuh dengan ilalang yang indah, sekarang hanya gundukan salju dan airnya keras membeku. "Kita sudah dekat," Zoya bergumam begitu tahu Eli terus mengamati pinggiran sungai itu. Patah-patah, suara Zoya hanya dijawab anggukan kecil. "Aku rindu susu dan kue jahe Pak Tua Omer." Senyuman kecil terangkat serba tanggung di bibir mungil Angelia, mungkin maksudnya, aku juga, Kak. Sama rindunya dengan susu dan kue jahe Pak Tua Omer, juga ... Lion.

Jarak lima puluh meter, rumah sederhana yang lebih pantas disebut gubuk kayu itu terlihat jangkauan mata. Aura hangat dan menyenangkan memancar untuk Zoya dan Angelia, asap dari cerobong batu batanya mengepul, mungkin Pak Tua Omer sedang menghangatkan badan dengan membakar kayu-kayu sisa kerajinan di tungku sambil membuat sesuatu. Pria tua itu tinggal sendiri, istrinya lama meninggal dan dia memang tak punya keturunan. Seolah Tuhan memang sengaja menggariskan takdirnya untuk membujang. Pak Tua Omer menyambung hidup dengan membuat kerajinan kayu yang ia kumpulkan dari hutan. Tuhan tak pernah keterlaluan, Dia mengutus Lion untuk menemani hidup Pak Tua Omer sepeninggal istri tercintanya.

Bayi laki-laki malang yang ditemukannya membisu di atas gundukan salju. Sebuah keajaiban. Benar-benar sebuah keajaiban bayi itu bertahan dan tak mati membeku di sana. Bila Pak Tua Omer tak kehabisan kayu bakar dan berniat mencari ke hutan senja itu lalu mendapati sekawanan rusa kutub dan kelinci tengah mengerumuni sesuatu yang pusatnya adalah mungil bayi, mungkin dalam waktu satu atau dua jam, bayi malang itu akan menjadi daging beku layaknya di freezer. Seolah hewan-hewan itu sengaja melindunginya dari serigala, seolah Tuhan sengaja membuat sisa kayu-kayu bakar milik Pak Tua Omer lupa ditutupi terpal kulit hingga tertimbun salju dan tak dapat digunakan. Bukan sebuah kebetulan belaka, melainkan takdir.

𝐖𝐡𝐞𝐧 𝐈 𝐂𝐚𝐧 𝐇𝐞𝐚𝐫 𝐘𝐨𝐮𝐫 𝐌𝐞𝐥𝐥𝐢𝐟𝐥𝐮𝐨𝐢𝐬 𝐕𝐨𝐢𝐜𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang