BAB IX 🌷

205 29 8
                                    

Kesurupan apa tadi subuh yak, sampe bisa double update? 😭😭

Hiks! :')

Happy Reading Gaes (!) 😚
___________________
__________________________

Tak ada yang lebih hebat dari membersihkan badan dengan mandi air hangat, rasa lengket di tubuhku berganti segar. Aku masih melilitkan handuk pada rambutku yang basah. Merebahkan tubuh dengan memakai jubah mandi berwarna ungu, malas mengeringkan rambut dan berias. Kedua mataku menerawang jauh ke langit-langit kamar dan bola lampu yang berwarna putih itu. Mengagumi corak tembok di sekitar lampu, lantas membayangkan konsep apa yang akan direncakan tim untuk konserku nanti. Kak Zoya minta rapat diadakan di rumah kami saja setelah makan malam bersama. Mereka yang akan datang ke sini, sehingga aku tidak terlalu lelah untuk keluar dan naik mobil lagi. Tour konserku recananya akan dimulai pada awal musim semi.

Musim semi adalah musim paling menyenangkan dari keempat musim. Hari-hari dimana surya mulai menghangatkan bumi Istanbul, pohon yang terlihat gersang perlahan bertunas hijau untuk kembali memulai awal baru, kuncup-kuncup bunga indah berwarna-warni tak kalah cantik berlomba bermekaran mengisi indahnya musim semi, alam turut menyambut gembira. Aku juga menyukai musim semi, karena di musim itu pertama kalinya diriku bertemu dengan lelaki bermata hazel semanis warna karamelku, Dandelion.

***

Tujuh tahun lalu, saat umurku sebelas tahun. Aku kelas satu Orta Okulu atau kalau di Indonesia setara Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bedanya, di Turki SMP dan SMA (Lise) ditempuh empat tahun. Aku mengambil tes masuk sekolah dan akhirnya masuk kelas satu, padahal teman-teman sekelasku jika dibandingkan di Indonesia, mereka masih kelas 6 SD. Aku seperti telat sekolah. Tak apa, ini juga yang diinginkan kedua orang tuaku. Meskipun aku sendiri tak yakin apa yang diinginkan Abi memisahkan dan memintaku sekolah jauh dari mereka sejak kecil. Apalagi beda negara seperti ini. Selama liburan musim dingin, Kak Zoya dengan telaten mengajariku agar bisa berbahasa Turki. Aku rasanya harus berterimakasih pada Kak Zoya untuk rasa sabarnya yang tak terbatas dalam menanganiku sampai bisa selancar ini mengucapkan Bahasa Turki dalam tiga bulan.

Rasanya, hari keduaku masuk sekolah adalah hari terburuk. Aku sedang mengeluh karena tasku tertukar dengan milik Kak Zoya. Seorang murid baru SMP yang membawa perlengkapan kuliah jurusan desain mode busana di dalam tasnya. Bukan buku-buku paket yang ada di dalam, tapi kertas-kertas gambar milik Kak Zoya. Aduh, Kak Zoya pasti sedang dimarahi di kampusnya. Paman Zaen menghadiahi kami dua tas yang benar-benar mirip. Mungkin tas ini tertukar tadi saat sama-sama menaruhnya di ruang tengah. Dan PR-ku harus tertinggal di tas Kak Zoya. Aku tak mungkin pergi ke kampus Kak Zoya dan begitu pula sebaliknya, lokasi kami berdua sama-sama jauh.

Aku harus menerima hukuman berdiri di depan kelas sampai pelajaran selesai karena tidak mengerjakan PR. Sialan, padahal aku benar-benar sudah mengerjakannya. Citraku telah ternodai, anak baru yang pemalas.

Taman kota sedang bagus-bagusnya sekarang, mentari bersinar cerah dan bunga-bunga bermekaran. Tulip putih dan merah sepanjang jalan setapak itu cantik sekali. Sampai ada sepatu mendarat di atas kepalaku.

Dugh!

"AWWWW!" teriakku. "SIALAN! Siapa yang melempar sepatu!" Aku menoleh ke kanan dan kekiri. Tak ada siapa pun.

Dugh!

Satu lagi sepatu jatuh ke atas kepalaku. Alisku berkerut, sepasang? "KELUAR KAU! Atau kujual sepatumu!" Hening. Tak ada suara. Sampai aku mendongak ke batang pohon di atasku. Seorang bocah laki-laki sedang memanjat pohon. Dia tuli atau bagaimana sih? Tak mendengar teriakanku yang dari tadi sebal karena dua kali terkena sepatunya yang jatuh.

𝐖𝐡𝐞𝐧 𝐈 𝐂𝐚𝐧 𝐇𝐞𝐚𝐫 𝐘𝐨𝐮𝐫 𝐌𝐞𝐥𝐥𝐢𝐟𝐥𝐮𝐨𝐢𝐬 𝐕𝐨𝐢𝐜𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang