Ivanna Midlestone keluar dari ruang audiensi Istana dengan raut wajah putus asa. Wajahnya tertekuk dan bahunya seakan-akan ingin merosot jatuh. Sia-sia saja usahanya menyiapkan kata-kata rayuan semalam suntuk dan memasang tingkat kepercayaan diri di level maksimum, pada akhirnya Yang Mulia Ratu tak mengabulkan permohonannya.
"Bagaimana bisa aku membatalkan keputusanku? Rakyat sudah mengetahui siapa saja yang akan mengikuti seleksi Putri Mahkota. Meskipun aku memiliki otoritas, itu sama saja aku bersikap tidak bertanggung jawab dengan ucapanku sendiri."
"Lagi pula, bukankah sejak dulu kau menginginkan posisi itu? Kenapa sekarang kau malah menolak? Jangan bertingkah, menurutku kau adalah salah satu gadis yang pantas untuk menjadi Putri Mahkota. Apalagi aku dengar kau telah meruntuhkan sifat keras kepalamu dan mulai beribadah di Kuil. Lakukan setiap misi dengan baik, dan bisa saja aku memilihmu sebagai pemenangnya."
"Kau sudah tak mencintai Putra Mahkota? Lalu apa kau bisa menolak perintahku begitu saja? Memangnya kau pikir keluarga kerajaan semudah itu?"
"Ikuti seleksi dan tinggallah di Istana selama tujuh bulan. Aku tidak menerima penolakan apalagi jika itu darimu, Ivanna Midlestone."
Lucy menatap Nona nya khawatir. Sejak awal ia memang meragukan bahwa Yang Mulia Ratu akan mengabulkan permintaan Ivanna. Ia adalah salah satu saksi tentang seberapa besar tekad dan perjuangan gadis itu selama ini untuk memantaskan diri sebagai seorang Putri Mahkota.
"Saya akan menemani anda selama tinggal di Istana, Nona."
"Yah, kau pasti akan melakukannya."
Ivanna Midlestone berjalan lunglai menyusuri lorong Istana. Langkahnya terasa berat karena putus asa, tinggal satu minggu lagi berlalu dan ia akan benar-benar tinggal di salah satu Mansion milik Istana.
"Nona Ivanna!!"
Ivanna dan Lucy kompak menoleh ketika seruan yang cukup nyaring dan tinggi itu sedikit menyakiti telinga mereka. Dari kejauhan, terlihat sosok gadis muda lengkap dengan seragam Akademi Everdeen yang membalut tubuhnya sedang berlari riang menghampiri keduanya. Ivanna tertawa kecil tatkala melihat dua pelayan di belakang sang gadis ikut berlari dengan raut wajah panik.
"Your Highness, jangan berlarian seperti itu. Anda akan terjatuh," ucap Ivanna memperingatkan tepat ketika gadis bernama Eleanor Valeriena Walter itu sampai di hadapannya.
"Huh? Apa kau barusan berbicara sopan padaku?" Tanya Eleanor bingung. "Jika aku berlari seperti ini, biasanya kau akan mencubit hidungku dan mengomel sampai telingaku panas."
Jika Leonidas dan Eugene memiliki surai berwarna brunette seperti Yang Mulia Raja, lain halnya dengan Eleanor. Surai gadis itu lebih pirang alias bronde mengikuti Sang Ibunda Ratu, kedua netranya juga berwarna coklat hazel, sama seperti Eugene.
"Hmm, memperbaiki kepribadian?" Ivanna Midlestone mengulas senyum di wajahnya, dan itu membuat kerutan di dahi Eleanor semakin dalam. "Kedepannya, anda akan terus melihat saya bersikap sopan, Your Highness."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Second Chance
FantasyAksi pemberontakan berdarah yang dilakukan salah satu keturunan Kerajaan Valderman membuat Ivanna Midlestone harus menelan kenyataan pahit bahwa Leonidas Alexandre Walter, Sang Putera Mahkota telah mati dalam pelukannya. Namun, ada sebuah pilihan ya...